Zat pengemulsi apa yang umum digunakan untuk pembentukan emulsi?

Zat pengemulsi yang lazim digunakan untuk pembentukan emulsi dibagi menjadi 4 kelompok yaitu elektrolit, surfaktan, koloid hidrofil, dan partikel padat halus. Pemilihan zat pengemulsi dalam suatu formulasi emulsi biasanya didasarkan pada pertimbangan stabilitas selama penyimpanan, jenis emulsi yang akan dihasilkan, dan harga zat pengemulsi tersebut dari segi ekonomisnya (Agoes, 1990).

###Elektrolit
Zat pengemulsi yang termasuk kelompok elektrolit merupakan zat pengemulsi yang kurang efektif. Beberapa elektrolit anorganik sederhana seperti KCNS jika ditambahkan ke dalam air dalam konsentrasi rendah akan memungkinkan terbentuknya dispersi encer minyak dalam air (M/A) yang lebih dikenal sebagai oil hydrosol. Ion CNS- menimbulkan potensial negatif minyak pada antar muka.

###Surfaktan
Senyawa ini memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan antar muka minyak dan air dengan membentuk lapisan film monomolekuler pada permukaan globul fase terdispersi. Ada beberapa jenis surfaktan berdasarkan muatan ionnya, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, dan surfaktan non ionik.
Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang memiliki gugus hidrofil anion, contohnya Na-lauril sulfat, Na-oleat, dan Na-stearat. Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang memiliki gugus hidrofil kation, contohnya Zehiran klorida dan setil trimetil amonium bromida. Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang gugus hidrofilnya non ionik, contohnya Tween 80 dan Span 80.

###Koloid Hidrofil
Zat pengemulsi ini diadsorpsi pada antar muka minyak-air dan membentuk lapisan film multimolekuler di sekeliling globul terdispersi. Beberapa contoh kelompok ini adalah protein, gom, amilum dan turunan dari zat sejenis dekstrin, metil selulosa, dan beberapa polimer sintetik seperti polivinil alkohol.

###Partikel Padat Halus Tidak Larut
Zat pengemulsi ini akan teradsorpsi pada antar muka minyak-air dan akan membentuk lapisan film mono dan multimolekuler oleh adanya partikel halus yang teradsorpsi pada antar muka minyak-air. Contohnya adalah bentonit dan veegum.

Tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi adalah pemilihan zat pengemulsi. Zat pengemulsi harus mempuyai kualitas tertentu. Salah satunya, ia harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh terurai dalam preparat (Ansel, 1989).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen Universitas Sumatera Utara 16 yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah(Anief, 1996).

Daya kerja emulsifier (zat pengemulsi) terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik padaminyak maupun air (Winarno, 1992).

Zat pengemulsi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu emulsifier alami dan emulsifier buatan.

  1. Emulsifier alami
    Umumnya dapat diperoleh dari tanaman, hewan atau mikroba yang diperoleh dengan cara eksudat, ekstraksi dan fermentasi. Eksudat diperoleh dari cairan atau getah pada tanaman.

    Misalnya gum arab, gum pati, dan gum tragakan. Hasil ekstraksi biasanya paling banyak diperoleh dari rumput laut. Sedangkan hasil fermentasi banyak diperoleh dari mikroorganisme baik.

    Salah satu gum yang penting dari hasil fermentasi ini adalah xanthangum. Dimana xanthan gum merupakan polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil fermentasi karbohidrat dari Xanthomonas campetris yang dimurnikan, dikeringkan dan digiling. Bakteri ini secara alami hidup di tanaman kubis (Sufi, 2012).

  2. Emulsifier buatan
    Di samping emulsifier alami telah dilakukan sintesis elmusifier buatan seperti ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai Tween yang dapat membentuk emulsi m/a.

    Sabun juga merupakan emulsifier buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air(Winarno, 1992)