Yang Terpenting Adalah Tujuannya

Taman Surga

Maulana Rumi berkata:

“Orang-orang berkata kepada Tajuddin Quba’i bahwa para ulama itu berada di antara mereka dan memisahkan orang-orang dari keyakinan agama mereka.”

Tajuddin menjawab:

“Tidak mungkin para ulama datang di tengah-tengah kita dan memisahkan kita dari keyakinan agama kita. Akan tetapi, semoga Allah tidak membiarkan orang-orang yang demikian menjadi bagian dari kita. Jika misalnya kamu memasang kalung dari emas di leher seekor anjing, maka kamu tidak bisa serta merta menyebutnya sebagai anjing pemburu karena kalung itu. Sifat sebagai pemburu adalah hal yang spesifik dari seekor hewan, terlepas dari apakah itu memakai kalung emas atau kain wol.”

Seseorang tidak bisa serta merta menjadi cendekiawan lantaran ia mengenakan jubah dan serban. Esensi dari sifat kecendekiawanan yang ada dalam dirinyalah yang menjadikannya sebagai seorang cendekiawan. Entah ia mengenakan penutup kepala atau jubah, tidak akan merubah apapun.

Demikian juga yang terjadi pada orang-orang munafik di zaman Rasulullah Saw… yang hendak memutus jalan agama. Mereka mengenakan pakaian salat agar bisa mencabut keimanan dari dalam hati umat Islam; mereka mengenakan pakaian salat itu agar dirinya tampak seperti seorang Muslim. jika seorang Kristen dan Yahudi mengkritik agama Islam, siapa yang akan mendengarkan mereka?

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. al-Ma’un: 4-7)

Ini hanyalah kata-kata: Kamu sudah menaklukkan cahaya itu tetapi kamu belum meraih sisi kemanusiaanmu. Gapailah sisi kemanusiaan itu karena itu adalah tujuan sejatimu. Adapun yang lainnya hanyalah perluasan darinya. Ketika kata-kata diukir terlalu panjang dan rumit, tujuan mereka akan menjadi terlupakan.

Seorang pedagang jatuh cinta pada seorang perempuan, ia pun mengirimkan beberapa pucuk surat lewat pelayannya.

“Aku begini, aku begitu. Aku jatuh cinta, aku terbakar, benakku tak pernah tenang, kegelapan menimpaku, kemarin aku begini. Semalam juga terjadi ini dan itu padaku.”

Ia bercerita secara panjang lebar. Pelayan itu datang pada perempuan yang dituju dan berkata,

“Pedagang itu mengirimkan salam kepadamu dan berkata, ‘Datanglah padaku agar aku bisa melakukan ini dan itu padamu.’

Perempuan itu berkata,

“Sedemikian apatiskah dia?”

Pelayan itu berkata,

“Sebenarnya ia mengatakan secara panjang lebar, tapi maksud dia sebenarnya adalah itu. Yang terpenting adalah tujuannya, sementara sisanya hanya akan membuatmu pusing.”

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum