Yang Dulu Pernah Ranking 1 Sekarang Jadi Apa?

unnamed

Siapa yang dulunya pernah / sering ranking 1 ?

Pasti banyak nih yang open minded. udah pada paham kalo ranking di sekolah memang bukan jaminan sukses di masa depan.

Tapi nih… ko sekarang jadi ada aja yang nyinyirin orang yang dulunya pernah rangking 1 yaa? Padahal Masing-masing pencapaian orang kan berbeda.Nah kali ini saya mau diskusi sama kamu nih.

Menurut kamu sendiri gimana?

2 Likes

Menurut saya Ranking tidak bisa dijadikan patokan untuk kita bisa menjadi ‘sukses’ seperti yang beberapa orang katakan tersebut, dan saya lebih suka memaknai proses dari pada hasil, bagi saya sebuah proses jauh lebih penting daripada hasil yang kita peroleh, maka pertanyaaan seharusnya menurut saya adalah mendapatkan apa kita selama bisa ranking 1?.

Apalagi jika berbicara ranking satunya saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), memang tidak salah tapi lucu rasanya jika bawa-bawa hal tersebut saat sudah menginjak usia dewasa, memangnya selama kita menempuh dunia realita, banyak bahan akademik yang bisa di aplikasikan?, terlebih hanya sebatas materi sekolah dasar, Kalau menurut saya dan dari pengalaman saya sendiri, tidak, dengan memperoleh rangking 1 saya hanya mendapatkan, kedisiplinan, bagimana akhirnya saya terbiasa mengerjakan tugas tepat waktu, bagaimana caaranya saya bisa fokus saat sedang melakukan sesuatu dan lainnya, ranking hanyalah sebuah angka, yang diambil bahkan kuantitas nya tidak dari 0,1% anak sesuiasianya di Indonesia bukan?, jadi menurut saya saat ini sudah tidak seharusnya monomer satukan dan mengutamakan persepsi bahwa nilai menjamin kualitas. Boleh menjadi bagian tapi bukan yang utama.

Menurutku ranking di sekolah tidaklah sepenuhnya mencerminkan masa depan anak tersebut. Memang ranking 1 merupakan prestasi yang cukup membanggakan pada saat hal tersebut terjadi, namun pada realitanya yang menentukan masa depan seseorang adalah orang itu sendiri. Entah orang tersebut memiliki sifat malas, mandiri, disiplin, tak pantang menyerah, suka menolong, dan lain-lain. Itulah yang menurutku lebih bisa menentukan masa depan mereka. Kemudian tentunya yang terpenting adalah koneksi dan channel. Apabila dengan ranking 1 ia mengorbankan sosialnya ya untuk apa kalau begitu? Jadi, menurutku ranking 1 di sekolah tidak terlalu mencerminkan masa depan seseorang. Karena hal tersebut hanyalah prestasi di bidang akademik saja. Sedangkan tidak semuanya melulu soal akademik saja, tapi juga perlu “ilmu kehidupan”.

Menurut saya, ranking tidak bisa dijadikan acuan untuk kesuksesan seseorang. Ranking hanya bersifat privilege ya pada saat itu saja, bukan yang bersifat berkelanjutan. Selain itu juga, semua orang memiliki “waktu” nya masing-masing untuk sukses. Faktor-faktor kesuksesan tidak bisa dilihat dari segi akademis saja. Melainkan ada faktor-faktor emosional seperti kerja keras, pantang menyerah, tekun, disiplin, dan sebagainya. Jadi, tidak bisa digeneralisir bahwa anak yang ranking 1 adalah anak yang sukses.

Menurut saya, sistem rangking di sekolah sebenarnya tidak lagi cocok untuk diterapkan dalam model pendidikan di masa kini dan memang selama beberapa tahun terakhir, opini - opini yang mempertanyakan sistem ranking ini sendiri kian berkembang di masyarakat yang dimana sistem ranking di sekolah dianggap sebagai ’ racun ’ dalam dunia pendidikan modern. Bagi sebagian orang tua zaman sekarang, mereka masih menganggap sistem rangking sebagai sebuah ’ acuan ’ dan ’ tolak ukur ’ seberapa pandai putra atau putri mereka di sekolah masing - masing sehingga masih banyak orang tua yang hingga saat ini menurut saya masih saja ’ memaksa ’ anak - anak mereka untuk mendapatkan rangking - ranking tertinggi di kelas mereka dan kalau bisa, mendapatkan peringkat yang tinggi di satu sekolah dalam setiap ujian.

Menurut saya pribadi memang, sistem ranking ini juga memicu sebuah kecemburuan dan rasa iri hati di kalangan para siswa berdasarkan dari sebuah bacaan opini yang menarik yang ditulis oleh Yosritzal dalam judul " Pro dan Kontra Sistem Ranking dalam Pendidikan " yang dimuat dalam rubrik Kompasiana. Beliau mengatakan jika sistem ranking ini sendiri pada nyatanya hanyalah bersifat semu karena pendidikan yang sebenarnya tidak hanya berupa angka - angka saja, tetapi lebih ke bagaimana pendidikan itu menyiapkan para siswa untuk menghadapi masa depan mereka sesuai dengan minat, kemampuan, dan bakat mereka dtiambah dengan bagaimana attitute dan social skills mereka ketika berada di sekolah. Hal - hal seperti inilah yang seharusnya menjadi variabel tolak ukur dalam sistem pendidikan modern.

Kita juga harus tahu jika kebanyakan negara - negara maju di dunia seperti Filandia, Inggris, dan lain sebagainya tidak menggunakan sistem ranking dalam sistem pendidikan mereka melainkan mereka cenderung lebih suka menggunakan sistem yang tidak berorientasi kepada nilai dan menghargai sebuah proses. Hal ini tentu sangat positif karena setiap peserta didik dapat menguasai sebuah ilmu tanpa harus terbebani untuk mencapai skor tertentu di sekolah mereka yang tentunya juga sudah menjadi semacam habitus jika ditilik dari teori Pierre Bourdieu mengenai pendidikan yang ideal.

Saya setuju dengan pendapat dari @Roro_Fitri mengenai pemaknaan konsep kesuksesan yang seharusnya ditinjau dari segi proses dan bukan dari hasil semata. Rangking hanyalah bonus kecil yang diterima oleh siswa tetapi tidak akan menjamin masa depan anak tersebut dan seharusnya sistem seperti itu mulai ditinggalkan.

Referensi : Pro-Kontra Sistem Ranking dalam Pendidikan - Kompasiana.com

1 Like

Menarik nih, bahasannya Aulia :grinning_face_with_smiling_eyes:

Kalau seperti kata teman-teman yang lain ya…
Ranking 1 tidak menjamin masa depan kita cerah. Tapi… Bukan berarti juga si rangking 1 ini tidak bisa atau peluangnya memiliki masa depan cerah lebih rendah dari yang ngga ranking.
Menurut aku semua tergantung dari cara mendapatkan rank itu. Kalau caranya curang, entah itu bermodalkan koneksi papa mama dan sanak saudara sekalian ataupun karena rencana contek-contekan besar-besaran di kelas, tentu peluangnya untuk berhasil tidak sebesar sang ranking 1 yang memang mendapatkan predikat itu karena kemampuan dan usahanya. Ibarat apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai.

Aku sendiri beranggapan adanya ungkapan “Ranking 1, sekarang jadi apa?” Ini cukup disayangkan. Mungkin ya, si ranking 1 yang culas masih banyak bercampur di antara ranking 1 yang jujur. Tapi ungkapan ini tu kayak seolah menjadi pembenaran untuk malas-malasan dan mengajak “Yuk ngga usah belajar rajin-rajin, kalau belajar ini itu kan belum tentu penting buat masa depan.” Apalagi sekarang marak juga itu istilah “burenk=buru ranking”, yang kadang bikin down sih. Bayangin setelah ngumpulin niat untuk produktif malah dikatain temen sendiri :cry: Apa ngga jadi pada malas.

Kalau sedikit meleber ya🤭… ibarat aturan penggunaan seragam saat sekolah. Ini ngga ada hubungan langsungnya ke nilai sama masa depan kan ya. Tapi, ini penting buat kita belajar disiplin. Nah disiplinnya kan penting buat masa depan gitu…

Intinya, kayak yuk lah yuk “Untuk bangkit ngga harus dengan menjatuhkan orang lain” “Untuk merasa lebih baik ngga harus membuat orang lain merasa lebih buruk”. Lebih baik kita mengupgrade kemampuan kita apapun itu daripada merendahkan kemampuan orang lain agar merasa aman.

Ini pendapat ku aja sih, pendapat orang lain mungkin berbeda dan itu wajar karen persepsi tiap orang tak sama