Wayang Tertua di Indonesia Bukan Wayang Kulit

Orang Indonesia pasti sudah mengenal kesenian teater wayang khas Indonesia seperti wayang kulit, wayang orang atau wayang golek. Bahkan kesenian teater tradisional Indonesia yang populer seperti wayang kulit pun telah terdaftar dan tercatat dalam UNESCO sebagai warisan dunia.

Rupanya sebelum jauh adanya wayang kulit, Indonesia memiliki jenis wayang lain yang ternyata sudah lahir dan keberadaannya hampir terlupakan. Dikenal dengan sebutan Wayang Beber, salah satu kesenian yang dianggap paling tua dalam sejarah wayang di Indonesia.

Menurut bahasa Jawa, kata beber sendiri berarti njentrehke atau dalam bahasa Indonesia berarti membentangkan. Dalam kesenian Wayang Beber kita dapat menjumpai karakter-karakter wayang yang dilukiskan pada selembar kain atau kertas yang tersusun dari adegan demi adegan yang dimainkan oleh dalang dengan cara membeberkannya atau melisankan lukisan cerita yang ada di kain kepada penonton.

Konon Wayang Beber sudah muncul dan berkembang di daerah Jawa pada masa kerajaan Majapahit. Hingga salah satu Wayang Beber pernah ditemukan di daerah Pacitan, Donorojo yang disebut-sebut sebagai yang tertua.

Menurut Kitab Sastro Mirudo, Wayang Beber dibuat pada tahun 1283 oleh Condro Sengkolo, Gunaning Bujonggo Nembah Ing Dewo (1283). Kemudian pada akhirnyapembuatan wayang dilanjutkan oleh Putra Prabu Bhre Wijaya, Raden Sungging Prabangkara.

Bentuknya wayang yang digulung

Ketika masuknya agama Islam ke Jawa oleh para wali di antaranya Sunan Kalijaga, kesenian Wayang Beber ini mengalami modifikasi karena dalam ajaran Islam mengharamkan bentuk makhluk hidup, patung dan Pusaka Hyang Kalimusada.

Sehingga pada saat itu wayang hasil modifikasi para wali ini digunakan untuk menyebarkan agama Islam ke Pulau Jawa dalam bentuk wayang kulit seperti yang kita kenal sekarang ini.

Tradisi asli Wayang Beber masih dapat kita jumpai saat ini. Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan kesenian Wayang Beber tidak hanya dengan menggunakan tradisi lama namun juga ditambah unsur lainnya sehingga menciptakan Wayang Beber dengan bentuk kontemporer.

Tidak Sembarang Dimainkan

Pertunjukan Wayang Beber sebenarnya tidak berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya. Yang membedakannya adalah pada bentuk wayang, cerita dan komponen yang ada dalam pertunjukkan. Biasanya dalam Wayang Beber terdapat tiga komponen, antara lain dalang yang menyajikan cerita, gulungan yang menggambarkan adegan, dan musik tradisional yang menjadi pengiring dalang bercerita.

Pada zaman dahulu ceritanya lebih mengangkat cerita klasik dan roman tokoh-tokoh wayang Mahabharata dan Ramayana. Namun seiring perkembangan zaman, Wayang Beber bertransformasi ke dalam seni teater modern yang juga mengangkat cerita masa kini.

Konon pertunjukan Wayang Beber ini dikeramatkan dan tidak sembarangan untuk dipentaskan sehingga harus melalui ritual tertentu. Biasanya dipertunjukkan pada kegiatan seperti, menolak hama, bersih desa, ruwat, dan proses kehidupan manusia (pernikahan, kelahiran, khitanan).

Pertunjukan Wayang Beber sekarang ini memang jarang ditemui dan hanya beberapa kalangan yang masih memainkannya di daerah tertentu di Pulau Jawa seperti di daerah Pacitan dan Gunungkidul, Yogyakarta.

Diangkat Rumah Produksi Film Kroasia

Meskipun tidak banyak yang mengenalnya, namun Wayang Beber memiliki nilai dan daya tarik tersendiri. Berkat daya tariknya lah, sebuah rumah produksi Luma Film di Zagreb, Kroasia sedang melakukan sebuah proyek Wayang Beber.

Tea Skrinjaric dan Marina Pretkovic, kedua perempuan Kroasia ini ternyata sudah tertarik dengan kesenian Wayang Beber sejak pertama kali datang ke Indonesia pada 2013 lalu. Selama Juli 2016 hingga Februari 2017 keduanya tengah melakukan penelitian yang rencananya akan mereka dokumentasikan dan dibuat dalam sebuah film dokumenter.

“Wayang Beber sering dinilai sebagai bentuk budaya menghilang dan kami menganggap itu menjadi sangat penting untuk mendokumentasikan sejarah, budaya dan artistik dan perannya dalam masyarakat setempat dan dalam yang lebih luas, sebelum terlambat,” tulis Luma Film dalam blog mereka, wayangbeberproject.wordpress.com.

Keduanya memiliki tujuan dalam membuat film dokumenter Wayang Beber on Java, antara lain untuk mendorong penonton agar lebih merenungkan pentingnya melestarikan budaya dan hasilnya juga dapat diterapkan dalam konteks kehidupan pribadi penonton lokal maupun luar negeri.

Selain itu dokumentasi etnografis buatannya juga memiliki tujuan untuk mempromosikan secara lokal maupun internasional akan sebuah tradisi yang mulai memudar dan memberikan perlindungan terhadap seni dan budaya tradisional Jawa. Untuk memperkuat penelitiannya, keduanya juga melakukan melakukan wawancara ke sejumlah seniman Wayang Beber yang masih tersisa di daerah Pacitan dan Yogyakarta.

Meskipun sekarang kurang populer, namun dalam perjalanannya Wayang Beber menyimpan sejarah yang memiliki nilai historis tinggi dan mengilhami berbagai jenis kesenian Jawa lainnya.

sumber

Asal usul wayang sendiri mempunyai banyak pendapat, begitu juga dengan kapan dimulainya kesenian wayang di Indonesia.

Pendapat pertama : wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur.

Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia.

Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Sejarah Wayang

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya.

Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki.

Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya.

Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa­yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Wayang pertamakali tercatat adalah mengacu pada prasasti yang berasal pada tahun 930 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan tentang si Galigi mawayang.

Galigi yang dimaksud disini adalah seorang dalang dalam pertunjukan wayang kulit. Sesuai dengan isi kitab “Kakawin Arjunawiwaha” buatan Empu Kanwa, pada tahun 1035.

Dideskripsikan bahwa sosok si Galigi adalah seorang yang cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari Jagatkarana atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita.

Wayang sendiri sudah berkembang sejak jamannya Prabu Airlangga, sebagai raja Kahuripan. Kemudian berkembang dengan dimulai Wayang Purwa pertama kali yang dimiliki oleh Sri Jayabaya.

Wayang Purwa kemudian dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala ditahun 1223 M. Pada tahun 1283 M Raden Jaka Susuruh menciptakan Wayang dari kertas . Wayang hasil ciptaan Raden Jaka ini yang dikenal dengan “Wayang Beber“. Semakin lama Sangging Prabangkara pada tahun 1301 M mengembangkan karakter wayang beber sesuai dengan adegannya.

Sehingga apabila wayang beber dianggap wayang tertua di Indonesia, saya pikir masih ada bentuk-bentuk wayang lain yang lebih tua dibandingkan wayang beber itu sendiri. Wayang beber sendiri muncul pada masa kerajaan Majapahit, atau mungkin di masa kerajaan Singhasari.

Sedangkan Kerajaan Kahuripan lebih dulu ada dibandingkan Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit.

Berikut silsilah Kerajaan di Jawa Timur :

  • Kerajaan Medang, diawali oleh Mpu Sendok
  • Kerajaan Kahuripan, diawali oleh Airlangga, yang sepeninggal Airlangga terpecah menjadi Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kadiri
  • Kerajaan Singhasari, diawali oleh Ken Arok
  • Kerajaan Majapahit, diawali oleh Raden WIjaya

Kalau wayang Beber dibandingkan dengan wayang kulit yang ada seperti sekarang ini, memang lebih tua.

Wayang kulit yang ada saat ini adalah wayang kulit yang sudah “dimodifikasi” dengan memasukkan unsur ajaran Agama Islam kedalamnya. Yang mempunyai peran terbesar terkait dengan hal tersebut adalah Sunan Kalijaga. Salah satu modifikasi Sunan Kalijaga adalah merubah bentuk wayang, yang pada wayang Beber Kuno menyerupai manusia, dirubah bentuknya menjadi lebih samar.

Kemudian dari sisi cerita, wayang yang awalnya berisi cerita sastra Mahabaratha dan Ramayana, kemudian disisipi oleh filsafat-filsafat Jawa yang kemudian dimasukkan ajaran agama Islam. Beberapa karakter juga ditambahkan kedalam wayang kulit inovasi Sunan Kalijaga, yaitu Bagong, Petruk, dan Gareng. Lakon-lakon tersebut dibuat sedemikian rupa agar dapat membawa nafas islam pada pertunjukan wayang kulit yang saat itu masih di dominasi kebudayaan Hindu Budha.

Oleh karena itu, wayang kulit yang ada saat ini merupakan kesenian yang sangat luar biasa, mengingat sejarah perkembangannya yang demikian hebat.


Catatan kecil :

Istilah perwayangan yang ada saat ini, beberapa merupakan serapan atau merujuk pada bahasa Arab seperti:

  • Dalang, berasal dari kata “Dalla” yang berarti menunjukkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan keinginan nantinya Dalang dapat menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang.
  • Tokoh Semar, berasal dari kata “Simaar” yang berarti paku. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Semar ini akan menginspirasi orang agar memiliki karakter iman yang kuat dan kokoh seperti paku.
  • Tokoh Petruk, berasal dari kata “Fat-ruuk” yang berarti tinggalkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Petruk ini memberitahu kita bahwa seseorang harus meninggalkan apa yang disembah selain Allah semata.
  • Tokoh Gareng, berasal dari kata “Qariin” yang berarti teman. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus pandai mencari teman untuk diajak menuju jalan kebaikan.
  • Tokoh Bagong, yang berasal dari kata “Baghaa” yang berarti berontak. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus memberontak ketika melihat kedzaliman di hadapannya.