Vaksin atau imunisasi apa saja yang direkomendasikan untuk lanjut usia atau lansia ?

vaksin untuk lansia

Tidak hanya anak-anak yang butuh imunisasi, kakek dan neneknya pun juga. Pasalnya, sistem imun tubuh akan semakin melemah seiring kita bertambah tua. Inilah yang menyebabkan orang tua lebih rentan sakit dan terinfeksi. Vaksin alias imunisasi bisa menjadi cara yang tepat mencegah lansia tertular penyakit agar bisa lebih produktif di masa senjanya.

Apa saja vaksin untuk lansia yang direkomendasikan oleh dokter?

Beberapa vaksin yang direkomendasikan untuk lansia, yaitu :

  1. Vaksin flu
    Meski umum dan seringkali diremehkan, flu bisa mematikan jika gejalanya terus dibiarkan. Apalah pada lansia yang sistem imunnya sudah lebih lemah, sehingga flu akan lebih sulit dan lama sembuhnya.

    Beberapa kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes dan penyakit jantung juga makin melemahkan daya tahan tubuhnya sehingga bisa memperburuk flu bahkan menyebabkan komplikasi, seperti pneumonia.

    Virus influenza bisa dicegah dengan vaksin flu, yang bisa didapatkan satu kali setiap tahun. Tubuh lansia butuh waktu sekitar dua minggu untuk merespons vaksin dan membangun kekebalan tubuhnya.

  2. Vaksin herpes zoster
    Vaksin herpes zoster perlu orang tua Anda dapatkan, terlebih apabila ia sudah pernah terkena cacar air di masa mudanya. Virus cacar air bisa terus berdiam dalam tubuh selama bertahun-tahun, bahkan setelah Anda sembuh, dan “kambuh” di kemudian hari dalam versi cacar ular alias herpes zoster. Ya! Baik cacar air dan cacar ular (herpes zoster) sama-sama disebabkan oleh satu virus, yaitu Varicella virus.

    Virus ini bisa bertambah kuat seiring dengan kekebalan tubuh lansia yang melemah. Komplikasi yang paling umum terhadap penyakit ini adalah neuralgia postherpetik, yang ditandai dengan nyeri kronis selama berbulan-bulan setelah herpes zoster akut.

    Itu sebabkan lansia juga perlu mendapatkan vaksin herpes zoster apabila belum pernah mendapatkannya. Vaksin ini diberikan kepada orang berusia 50 sampai 60 tahun, baik dalam keadaan sehat maupun sedang menderita herpes sekalipun.

    Kemanjuran vaksin ini bertahan selama lima tahun.

  3. Vaksin pneumococcal
    Vaksin ini bertujuan untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptocossus pneumoniae atau lebih sering disebut kuman pneumokokus. Vaksin pneumococcal berfungsi mencegah pneumonia (infeksi paru-paru), meningitis (infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang), dan sepsis (infeksi darah).

    Penyakit akibat bakteri pneumokokus ini dapat menyebabkan ketulian, kerusakan otak, kehilangan anggota tubuh, dan bahkan kematian.

    Biasanya, vaksin untuk lansia ini diberikan dalam dua tahapan, yaitu vaksin pneumokokus jenis konjugasi dan vaksin pneumokokus jenis polisakarida.

  4. Vaksin hepatitis B
    Hepatitis B adalah infeksi virus menular yang bisa menyebabkan kerusakan hati. Vaksin hepatitis B dibutuhkan lansia karena organ hati dan fungsinya mengalami penurunan akibat penuaan alami, sehingga membuatnya rentan terinfeksi virus.

    Seorang lansia juga rentan tertular hepatitis B apabila sudah lebih dulu punya penyakit hemofilia, diabetes, ginjal, dan penyait lainnya yang menyebabkan daya tahan tubuhnya melemah.

    Vaksin hepatitis B pada umumnya sudah diberikan sejak bayi dengan tiga atau empat rangkaian suntikan selama enam bulan. Namun, bila Anda tidak yakin bahwa dirinya sudah mendapatkan vaksin ini atau belum, konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan vaksin ini lagi.

Sumber : Vaksin untuk lansia

Pada usia lanjut dianjurkan untuk diiumunisasi atau vaksinasi karena pada usia diatas 60 tahun akan terjadi penurunan sistim imun nonspesifik, seperti penurunan produksi airmata, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, serta perubahan fungsi sel sistem imun, baik selular maupun humoral.

Vaksinasi Pada usia Lanjut diberikan pada orang yang berusia diatas 60 tahun, dimana produksi dan proliferasi limosit T berkurang. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi Influenza, Pneumokokus dan Herpes Zoster.

Vaksinasi Influenza


Influenza dan komplikasinya menyebabkan 10.00040.000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat dan 80% di antaranya terjadi pada usila. Kelompok usia di atas 85 tahun memiliki risiko 32 kali lebih besar untuk meninggal karena pneumonia yang berkaitan dengan influenza dibandingkan mereka yang berusia 6569 tahun. Influenza sering menyerang orang yang kekebalannya menurun, baik akibat usia ataupun penyakit lain yang diderita.Tingginya angka kejadian dan kekerapan timbulnya komplikasi pada saluran napas bawah khususnya pada usila menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kunjungan ke rumah sakit.

Penyulit influenza pada usia lanjut lebih mudah terjadi pada pasien dengan komorbiditas seperti diabetes, PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), bronkiektasis dan penyakit jantung koroner. Usia yang semakin lanjut dan higiene mulut yang burukpun telah diketahui merupakan faktor risiko penting untuk terjadi/ berkembangnya penyulit.

Gambaran klinis dan diagnosis

Penyebaran diawali dari tranmisi virus secara droplet dari sekresi saluran pernapasan yang terinfeksi, dengan masa inkubasi 15 hari, dan ratarata 2 hari sebelum menimbulkan gejala penyakit. Gejala awal influenza pada usila biasanya berupa hilangnya nafsu makan, perasaan lemas, tak bertenaga, dan malas. Gejala influenza selanjutnya meliputi gejalagejala yang terdapat pada infeksi saluran napas akut seperti demam, mialgia dan sakit kepala. Demam bisa sangat tinggi dan setidaknya berlangsung selama tiga hari. Nyeri otot biasanya pada ekstremitas, sekitar mata, dan badan. Gejala bisa bertambah dengan batukbatuk (mulamula nonproduktif), sakit tenggorokan dan pilek. Pada pemeriksaan pasien usila tampak sakit berat, konjungtiva kemerahan dan kadangkadang teraba kelenjar getah bening leher (agak nyeri tekan); lendir hidung bening (kecuali jika terinfeksi bakteri/ infeksi sekunder).

Adanya penyulit pada influenza biasanya akan mempengaruhi tingkat kemandirian pasien usila. Ketergantungan dalam hal; imobilisasi, aktivitas seharihari dan mengelola obat untuk kepentingan pribadi menjadi meningkat. Disisi lain menurunnya tingkat kemandirian atau meningkatnya ketergantungan seperti imobilisasi pada usila dapat menyebabkan penurunan sekresi mukus, gerakan silia serta mekanisme batuk yang tidak efisien, yang pada akhirnya dapat memperburuk infeksi yang terjadi.

Vaksinasi

Vaksinasi direkomendasikan untuk semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Penelitian observasi yang telah dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa vaksinasi influenza terbukti berkaitan dengan berkurangnya risiko perawatan di rumah sakit akibat pneumonia atau influenza sebesar 2040%. Penelitian metaanalisis oleh Vu et al menunjukkan bahwa vaksinasi influenza dapat menurunkan angka mortalitas 4556%.

Vaksinasi ini juga dianjurkan untuk penderita penyakit jantung dan serebrovaskular. Penelitian kohort oleh Nichol et al menunjukkan bahwa vaksinasi influenza dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit akibat penyakit jantung dan serebrovaskular. Penelitian Wang et al pada usila di Taiwan Selatan menunjukkan vaksinasi jenis ini dapat mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 22%. Penelitian lain menunjukkan vaksinasi ini menurunkan risiko henti jantung sebesar 49% pada pasien yang pernah mengalami henti jantung dan tidak memiliki faktor risiko penyakit jantung. Vaksinasi influenza juga menurunkan risiko infark miokard sebesar 67% dan stroke sebesar 50%.

Telah diketahui bahwa titer antibodi yang timbul setelah vaksinasi pada lansia; lebih rendah dibandingkan titer yang timbul pada kelompok usia yang lebih muda, meskipun demikian vaksinasi tetap dianjurkan karena tetap terbukti efektif dalam mencegah komplikasi, perawatan di rumah sakit dan kematian.

Vaksinasi influenza dianjurkan bagi penghuni panti dan fasilitas perawatan dalam jangka waktu panjang. Penelitian di panti mendapatkan angka kejadian serangan influenza mencapai 60%, dengan casefatality ratio mencapai 30%. Pada usila yang tinggal di panti, vaksinasi ini terbukti efektif mencegah perawatan di rumah sakit sebesar 5060% dan mencegah kematian akibat influenza sebesar 80%. Sedangkan pada usila yang tidak tinggal di panti atau fasilitas perawatan dalam jangka waktu panjang, vaksinasi influenza ini juga dilaporkan efektif untuk mencegah perawatan di rumah sakit akibat influenza dan pneumonia sebesar 3070%.

Rekomendasi terkait pemberian vaksinasi influenza adalah 1 kali setahun pada usila; terutama pada usila yang menderita penyakit kronik atau tinggal di panti dan semua pasien yang baru pulang dari perawatan. Hingga saat ini vaksinasi influenza telah dilaksanakan pada lebih dari 50 negara (maju dan berkembang) di seluruh dunia.

Jenis vaksin influenza yang tersedia di Indonesia sampai saat ini adalah vaksin inaktif seperti Vaxigrip (Sanofi Pasteur), Fluarix (GSK), Agrippal (Combiphar).

Dosis yang diberikan untuk usila sama seperti dosis untuk dewasa yaitu 0,5 ml, disuntikkan intramuskular di otot deltoid. Efek samping setelah penyuntikkan dapat berupa reaksi lokal seperti; nyeri di lokasi suntikan dan reaksi sistemik seperti; demam, malaise, dan mialgia yang dapat timbul selama 12 hari.

Vaksinasi Pneumonia Pneumokokus


Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama community acquired pneumonia dewasa. Angka kejadian pneumonia pneumokokkus di Amerika Serikat dan Eropa mencapai 100 per 100.000 orang dewasa untuk setiap tahunnya. Angka mortalitas communityacquired pneumonia adalah 510% dan meningkat sampai 1030% pada usila. Penelitian oleh Kaplan menunjukkan bahwa mortalitas akibat pneumonia meningkat dua kali lipat pada usia di atas 90 tahun dibandingkan dengan yang berusia 6569 tahun. Angka mortalitas ini meningkat lebih tinggi lagi pada usila penghuni panti.

Gambaran klinis dan diagnosis

Masa inkubasi pneumonia pneumokokkus pendek; sekitar 1 sampai 3 hari. Gejala awal pneumonia pada usila tidak khas. Gejala konstitusional yang biasa muncul seperti; lemah, kurang nafsu makan dan malas beraktivitas seringkali tidak disadari oleh pasien maupun keluarga bahwa infeksi telah berlangsung sehingga akan berlanjut menjadi lebih berat. Pasien lebih sering dibawa ke rumah sakit karena jatuh, gangguan kesadaran atau sesak yang bertambah berat. Tampilan klinis yang tidak khas pada pasien usila inilah yang mengakibatkan pasien sering terlambat didiagnosis bahkan salah didiagnosis sehingga sering kali hasil pengobatannya tidak memuaskan.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan acute confusional state atau sindroma delirium, demam yang tidak terlalu tinggi bisa muncul atau bahkan hipotermia ringan dan tidak jarang pasien juga datang tanpa demam. Takipneu dan perubahan kesadaran bisa ditemukan. Dan pada auskultasi bisa ditemukan ronki maupun mengi.

Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi juga sering menunjukkan hal yang tidak khas untuk pneumonia. Pemeriksaan darah dengan kecurigaan infeksi pada usila tidak selalu menunjukan leukositosis. Pemeriksaan foto toraks dapat bersifat diagnostik dan menunjukkan progresi serta keterlibatan multilobular.

Diagnosis definitif infeksi (khususnya Pneumonia) dapat dilakukan dengan mengisolasi organisme dari darah atau cairan tubuh lainnya.

Vaksinasi

Vaksinasi pneumokokkus pada usia lanjut telah terbukti dapat mempersingkat masa demam dan mengurangi angka perawatan di rumah sakit akibat pneumonia. Christenson (2001) telah melaporkan bahwa insiden penumonia pada kelompok yang mendapat vaksinasi turun 29% dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan vaksinasi, sedangkan insiden invasive pneumococcal disease turun sampai dengan 52%.

Di bidang imunisasi pneumonia, tidak semua penelitian menunjukkan manfaat yang meyakinkan. Joint Committee on Vaccination and Immunization (JVCI) pada Januari 2009 mengusulkan bahwa vaksin pneumoccocal konjungate (serotipe 711) mungkin memberikan hasil yang lebih menjanjikan daripada vaksin pneumoccocal polisakarida yang sekarang dipakai untuk program immunisasi usila di seluruh dunia. Sementara menunggu studi akan hal vaksin konjungate ini, JVCI menganjurkan bahwa vaksinasi pneumoccocal polisakarida masih dapat dilakukan namun persiapan untuk perubahan akan penggunaan jenis vaksin konjungate sudah mulai dipikirkan.

Walaupun masih terdapat perdebatan tentang manfaat imunisasi pneumonia dengan vaksin 23valen ini, WHO mengeluarkan ketetapan bahwa vaksinasi pneumonia pada usila dinyatakan cukup efektif, terutama untuk melindungi usila sehat terhadap invasive disease (pneumonia yang berpenyulit meningitis, septikemia dan pneumococcal pneumonia).
Vaksinasi pneumokokkus direkomendasikan pada semua pasien imunokompeten di atas 65 tahun dan pada penderita penyakit kronik. Vaksinasi pneumokokkus dan influenza dapat diberikan bersamaan pada lokasi yang berbeda tanpa peningkatan efek samping.
Jenis vaksin yang tersedia adalah Pneumo23 (Sanofi Pasteur). Dosis untuk lansia sama seperti dewasa yaitu 0,5 ml disuntikan subkutan atau intramuskular.

Vaksin Herpes Zoster


Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella- Zoster pada pasien yang pernah terinfeksi. Penyakit ini ditandai dengan vesikel-vesikel di suatu dermatom ganglia spinalis atau kranialis, tempat virus tersebut dorman; dan nyeri radikuler yang intensif di daerah lesi. Insidens herpes zoster meningkat berbanding lurus dengan pertambahan usia.

Salah satu komplikasi tersering dan serius dari penyakit Herpes zoster adalah neuralgia pascaherpetika, yaitu nyeri yang menetap setelah 3 bulan lesi herpes zoster sembuh, atau lebih dari 120 hari sejak pertama kali munculnya lesi herpes zoster. Neuralgia pascaherpetika dapat menetap selama bertahun-tahun, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, dan menurunkan kualitas hidup. Penggunaan obat antivirus dapat mengurangi beratnya gejala dan durasi, akan tetapi tidak dapat mencegah timbulnya neuralgia pascaherpetika.

Analgetika sering tidak adekuat untuk mengatasi neuralgia pascaherpetika. Sering timbulnya efek samping pada orang tua turut membatasi penggunaan obat-obat tersebut. Vaksinasi herpes zoster menjadi strategi efektif untuk mengurangi insidens herpes zoster serta komplikasinya.

Vaksin herpes zoster yang tersedia di Indonesia mengandung Virus Varicella-Zoster (VZV) strain Oka/Merck hidup yang telah dilemahkan. Dosis pemberian adalah sebanyak satu vial (0,65 mL) mengandung 19,400 plaque forming units [PFU] VZV, secara subkutan di regio deltoid. Vaksin ini tidak boleh diberikan secara intramuskuler ataupun intravena. Vaksin herpes zoster tidak diindikasikan untuk pengobatan herpes zoster ataupun neuralgia pascaherpetika.

Rekomendasi

Beberapa lembaga kesehatan di dunia telah mengeluarkan rekomendasi pemberian vaksin herpes zoster dan target populasi. Advisory Committee for Immunization Practices (ACIP) bekerja sama dengan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2014 merekomendasikan pemberian vaksin herpes zoster secara rutin pada setiap pasien berumur ≥60 tahun, meskipun U.S. Food and Drug Administration (FDA) memberikan lisensi vaksin tersebut untuk setiap pasien berumur ≥ 50 tahun. Rekomendasi ini didasarkan pada hasil studi pada kelompok usia tersebut, epidemiologi herpes zoster, dan analisis biaya.

Hingga kini, ACIP masih merekomendasikan pemberian vaksin herpes zoster hanya satu kali pemberian, rekomendasi ini akan dievaluasi ulang jika ada data tambahan mengenai durasi efektivitas vaksin herpes zoster. Rekomendasi ACIP tersebut sejalan dengan rekomendasi beberapa negara lain, seperti Kanada, Korea, Thailand, dan Australia.20 Di Indonesia, satgas imunisasi dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) pada tahun 2013 merekomendasikan pemberian vaksin herpes zoster untuk semua individu berusia 60 tahun ke atas. Pada tahun 2014, rekomendasi tersebut diperbaharui, vaksin herpes zoster sekarang diindikasikan untuk semua individu berusia 50 tahun ke atas dengan atau tanpa riwayat herpes zoster.

Kontraindikasi Vaksin

Vaksin herpes zoster dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat anafilaksis terhadap komponen vaksin, seperti gelatin dan neomycin; gangguan imun baik primer maupun didapat (leukemia, limfoma, keganasan lain yang mempengaruhi sistem limfatik dan sumsum tulang, AIDS); serta pasien yang mendapatkan terapi imunosupresan. Vaksin herpes zoster juga dikontraindikasikan pada ibu hamil dan sebaiknya kehamilan dihindari minimal selama 3 bulan setelah pemberian vaksin.

Efektivitas dan Keamanan Vaksin

Beberapa studi uji klinis dengan jumlah sampel besar telah dilakukan untuk membuktikan efektivitas vaksin herpes zoster. Salah satu studi terbesar adalah oleh Oxman, dkk. melibatkan 38.546 individu berumur lebih dari 60 tahun. Studi ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin dapat menurunkan angka kejadian herpes zoster sebesar 51,3% dan angka komplikasi neuralgia pascaherpetika sebesar 66,5%.

Efektivitas vaksin herpes zoster dipengaruhi oleh faktor usia resepien, lebih baik pada kelompok usia lebih muda (60-69 tahun) dibandingkan dengan kelompok usia lebih dari 70 tahun, yaitu 63,9% berbanding 37,6%, dalam menurunkan insidens herpes zoster. Selain untuk pencegahan, vaksin juga bermanfaat menurunkan lama nyeri apabila individu tersebut terkena herpes zoster.

Schamader, dkk. melakukan uji klinis tersamar ganda mengenai efektivitas vaksin herpes zoster pada lebih dari 20.000 subjek berumur 50-59 tahun di Amerika Utara dan Eropa pada tahun 2012. Pada kelompok penerima vaksin, terjadi penurunan insidens herpes zoster selama pengamatan, yaitu 30 kasus berbanding dengan 99 kasus pada kelompok plasebo, efektivitas vaksin herpes zoster pada kelompok pasien ini 69%.

Efek samping yang umum terjadi bersifat lokal dan sistemik seperti nyeri kepala. Kejadian efek samping serius sangat rendah dan tidak berbeda dari kelompok plasebo. Studi cohort pada tahun 2013 melibatkan 760.000 individu berusia di atas 65 tahun, memperlihatkan bahwa efektivitas vaksin herpes zoster sebesar 48% dalam menurunkan insidens herpes zoster serta sebesar 59% dalam mencegah terjadinya neuralgia pascaherpetika. Vaksin herpes zoster juga terbukti dapat menurunkan angka kejadian herpes zoster oftalmikus dan angka rawat inap.

Hingga saat ini, vaksin herpes zoster hanya direkomendasikan untuk diberikan satu kali. Beberapa studi menunjukkan bahwa efektivitas vaksin terhadap pencegahan insidens herpes zoster dan neuralgia pascaherpetika akan menurun seiring waktu. Penurunan efektivitas terjadi setelah satu tahun pertama pemberian, namun tetap efektif hingga 5 tahun pertama. Pada studi follow up tahun 2015 yang melibatkan 6.867 resipien vaksin herpes zoster, ditemukan bahwa vaksin herpes zoster efektif mengurangi insidens herpes zoster hanya hingga 8 tahun sejak pemberian.

Referensi :

  • imunisasidewasa
  • Restuti Hidayani Saragih, Julahir H.Siregar, Imunisasi pada orang dewasa, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FK USU
  • Randy Adiwinata, Endy Suseno, Peran Vaksinasi dalam Pencegahan Herpes Zoster, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya