Upaya Hukum Jika Di-PHK Sepihak Lewat SMS

12345609
Minggu kemarin saya menerima sms yang menyatakan kalau saya disuruh istirahat saja, keesokannya saya tetap datang. Lalu atasan memanggil dan menyatakan kalau saya diberhentikan dengan alasan saya tidak memenuhi target dan kerja kurang lama. Pertanyaan saya adalah, pada kontrak tercantum apabila diberhentikan maupun mengundurkan diri, maka saya harus membayar Rp3 juta. Tetapi saya tidak melanggar kontrak, saya sudah bekerja sesuai kontrak, malah lebih dari 40 jam. Saya juga tidak diberi Surat Peringatan. Apakah saya harus membayar denda? Bukankah dalam memberhentikan karyawan harus ada prosedurnya? Bagaimana dengan gaji saya selama bekerja 3 minggu ini, berhakkah saya mendapatkannya?

Merujuk pada Pasal 62 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Sehingga, apabila dalam perjanjian kerja Anda dicantumkan bahwa dalam hal Anda diberhentikan maupun mengundurkan diri, Anda harus membayar Rp3 juta, maka perjanjian kerja tersebut telah tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan batal demi hukum. Untuk itu, Anda tidak perlu membayar denda yang dikenakan atas pemberhentian Anda.

Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja ini adalah termasuk ke dalam perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”). Lebih lanjut, mengutip penjelasan dalam artikel Hubungan Industrial bahwa pada prinsipnya, UU Ketenagakerjaan dan UU PPHI telah mengatur tentang apa saja keadaan dan bagaimana mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pasal 151 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pekerja dan pengusaha harus berusaha semaksimal mungkin menghindari PHK. Kalaupun PHK tak bisa dihindari, pekerja dan pengusaha harus berunding untuk mencari kesepakatan. Kalau perundingan itu masih mentok, maka PHK baru bisa dilakukan setelah ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain itu, diatur juga syarat untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dalam Pasal 161 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, “bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.” Simak juga artikel Sanksi Berurutan.

Terhadap pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa persetujuan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, PHK tersebut menjadi batal demi hukum. Artinya, PHK itu dianggap sama sekali tidak pernah ada sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Baca juga artikel PHK Sepihak.

Melihat ketentuan-ketentuan dari UU Ketenagakerjaan dan UU PPHI tersebut, maka secara hukum sebenarnya status Anda adalah masih sebagai pekerja dari perusahaan tersebut. Karena belum ada putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial yang menyatakan bahwa hubungan kerja Anda telah putus dengan perusahaan tempat Anda bekerja.

Selama lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih memeriksa proses PHK, pekerja dan pengusaha tetap harus melaksanakan kewajibannya seperti biasa. Pekerja tetap bekerja, pengusaha tetap berkewajiban membayarkan hak pekerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Menurut Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan, atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan, seorang pekerja berhak untuk memperoleh upah.

sumber: hukumonline.com