Unsur-unsur apa saja yang harus ada pada karya sastra novel yang baik?

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis novel disebut novelis.

Genre novel digambarkan memiliki “sejarah yang berkelanjutan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun”. Pandangan ini melihat novel berawal dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern, dan tradisi novella.

Novella adalah suatu istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan cerita singkat, yang dijadikan istilah dalam bahasa Inggris saat ini sejak abad ke-18. Ian Watt, sejarawan sastra Inggris, menuliskan dalam bukunya The Rise of The Novel (1957) bahwa novel pertama muncul pada awal abad ke-18.

Miguel de Cervantes, penulis Don Quixote, sering disebut sebagai novelis Eropa terkemuka pertama di era modern. Bagian pertama dari Don Quixote diterbitkan tahun 1605.

Roman adalah narasi prosa panjang yang terkait erat dengan novel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, roman adalah karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Walter Scott mendefinisikannya sebagai “narasi fiktif” dalam bentuk prosa atau sajak. Tujuannya adalah menjadikan peristiwa di dalamnya sebagai peristiwa yang luar biasa dan jarang terjadi, sementara dalam novel “peristiwa-peristiwanya adalah rentetan peristiwa biasa dalam kehidupan manusia dan keadaan masyarakat saat itu”.

Sastra merupakan wujud refleksi realitas sosial meskipun dalam penyajiannya dibumbui oleh unsur imajinatif dari pengarang. Sejalan dengan pendapat Damono (2010:1) yang menyebutkan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, hal ini tentu karena bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Dengan demikian sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.

Wellek dan Warren mengatakan bahwa karya sastra sebuah lembaga masyarakat yang bermedium bahasa, sedangkan bahasa adalah ciptaan masyarakat (1989:48). Menanggapi hal tersebut, bahasa merupakan hal terpenting dalam karya sastra. Bahasa sebagai sarana menuangkan suatu karya imajinatif hasil karya cipta dunia pengarang yang bersifat imajinatif berbentuk cerpen, novel, novela, puisi maupun karya sastra yang lainnya. Pengertian lain mengenai karya sastra dirumuskan secara metodik oleh Jehlen (dalam Anwar, 2010: 143) yang menempatkan karya sastra sebagai objek materi yang berbeda dengan objek-objek materi lain dalam studi fisik dan sosial. Karya sastra adalah dirinya sendiri yang telah ditafsirkan oleh pengarangnya.

Novel merupakan cerita rekaan yang panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor, 2009:27). Novel sendiri merupakan gabungan dari realitas dan kenyataan. Pembaca sebagai penikmat karya sastra tersebut juga harus memahami novel dan menafsirkan peristiwa yang ada dalam kenyataan sehari-hari.

Struktur karya sastra sendiri dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran yang membentuk kebulatan yang indah. Selanjutnya, menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:36) sebuah karya sastra, fiksi atau puisi mempunyai unsur pembangun yang koherensif sehingga merupakan sebuah totalitas. Dengan demikian, unsur pembangun tersebut merupakan hal penting dalam penyusunan sebuah karya fiksi atau puisi untuk membentuk suatu totalitas yang koheren, guna membuat sebuah gambaran yang mempunyai nilai estetis.

Struktur karya sastra juga mengacu pada hubungan antarunsur instrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan dan mempengaruhi, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh jika bersama-sama. Lain halnya jika unsur tersebut hanya berdiri sendiri maka bagian-bagian tersebut tidak penting, namun jika berhubungan dengan unsur-unsur yang lain, maka akan lebih mempunyai makna dan membentuk suatu wacana (Nurgiyantoro, 2010:36).

Unsur-unsur yang ada pada novel adalah sebagai berikut :

Alur/Plot

Sebuah cerita tidak dapat dipisahkan dari unsur yang disebut plot atau alur. Definisi menurut Stanton (2012:26) alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Peristiwa tersebut terhubung secara kasual, dan peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang dapat menyebabkan atau menjadi dampak dari peristiwa yang lain. Hal tersebut tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan cerita.

Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak sederhana, karena peristiwa itu telah disusun berdasarkan kaitan sebab akibat oleh sang pengarang. Menambahkan pengertian di atas, Forster mengemukakan plot sebagai peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada hubungan kasualitas. Berdasarkan tiga pengertian di atas, alur merupakan sebuah bentuk penyampaian kejadian tiap peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat dan tidak dapat berdiri sendiri, namun saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Tema

Tema menurut Stanton dan Kenny (melalui Nurgiyantoro, 2010:67) merupakan makna yang dikandung sebuah cerita, namun makna yang dimaksud adalah makna khusus yang mewakili keseluruhan cerita. Makna tersebut merupakan poin utama yang menjadi garis besar cerita dan menjadi acuan isi cerita.

Tema memberi kekuatan yang menegaskan kesatuan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum. Tema merupakan bentukan dari kesatuan cerita dan memberi makna pada setia peristiwa. Dengan demikian, dengan adanya tema maka dapat diketahui apa makna cerita, karena pengarang memanfaaatkan tema sejauh tema memberikan makna pada pengalaman cerita (Stanton, 2012:8).

Latar/Setting

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216), latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Pendapat lainnya menurut Stanton, latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa- peristiwa yang sedang berlangsung di dalam sebuah karya sastra (Stanton, 2012:35).

Dalam novel terdapat hubungan antara latar dengan unsur cerita yang lain, baik secara langsung maupun tak langsung, khususnya dengan alur dan tokoh. Perbedaan latar, baik yang menyangkut hubungan tempat, waktu, maupun sosial menuntut adanya perbedaan pengaluran dan penokohan (Nurgiyantoro, 2010:223- 225).

Amanat

Amanat atau moral cerita merupakan pandangan hidup pengarang yang disampaikan, tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal tersebut ingin disampaikan kepada pembaca melalui cerita, pengertian tersebut diungkapkan oleh Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010:321). Melalui amanat tersebut maka dengan melihat sikap para tokoh, maksud dari kejadian dan peristiwa, serta melalui sikap, cerita dan tingkah lakunya dapat mengambil hikmah atau pesan dari cerita yang diamanatkan.

Tokoh dan Penokohan

Istilah “tokoh” menunjuk pada pelaku cerita. Abrams menjelaskan bahwa tokoh (character) merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan mempunyai kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam dialog atau melalui tindakan (Nurgiyantoro, 2010:165).

Dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, maka oleh Nurgiyantoro (2010:176) tokoh dibedakan menjadi tokoh utama cerita dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dalam porsi yang relatif lebih pendek.

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, maka dikenal tokoh protagonis, yaitu tokoh yang dikagumi –dikenal sebagai hero– tokoh yang sesuai dengan harapan-harapan pembaca, segala hal yang dirasakan tokoh tersebut seperti yang dirasakan pembaca. Berlawanan dengan tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh yang menciptakan konflik dan ketegangan, khususnya terhadap tokoh protagonis (Nurgiyantoro, 2010:178-179).

Foster (melalui Nurgiyantoro, 2010:181) membagi tokoh berdasarkan perwatakannya, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang mempunyai satu kualitas pribadi sehingga hanya mempunyai sifat atau watak tertentu saja, sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang lebih kompleks, sehingga mempunyai berbagai kemungkinan dalam sisi kehidupan, kepribadian, bahkan jati dirinya.

Kriteria lain dalam menentukan perwatakan tokoh berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh cerita, hal ini dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perkembangan atau perubahan akibat dari peristiwa yang terjadi. Berlawanan dengan tokoh statis, tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan peristiwa atau plot yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2010:188).

Pembedaan tokoh yang lain yaitu berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap manusia dari kehidupan nyata. Menurut Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010:190-191) tokoh itu terbagi atas :

  • Tokoh tipikal yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan individualitasnya, sehingga lebih banyak ditampilkan kualitas pekerjaan dan kebangsaannya, dan

  • Tokoh netral yaitu tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri, hanya dihadirkan semata-mata demi cerita.

Nurgiyantoro (2010:166) mengungkapkan bahwa selain unsur tokoh, juga terdapat penokohan dalam sebuah karya sastra. Penokohan merupakan salah satu unsur pembangun karya fiksi yang mencakup masalah identitas tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita, sehingga sanggup memberi gambaran yang jelas pada pembaca.

Unsur penokohan sebagai unsur yang penting dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur pembangun lainnya. Jika penokohan terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan unsur yang lain, maka suatu karya fiksi telah dianggap sebagai karya yang berhasil. Seperti halnya berkaitan dengan unsur plot, tema, setting, amanat, sudut pandang, gaya, dan lain-lain.
(Nurgiyantoro, 2010:172).

Seperti yang telah diungkapkan Nurgiyantoro (2010:172-173) unsur cerita yang lain tersebut meliputi :

  1. Penokohan dan pemplotan;
  2. Penokohan dan tema;
  3. Penokohan dan setting;
  4. Penokohan dan amanat.

Unsur-unsur tersebut saling berkaitan, sehingga membentuk analisis struktural teks yang menjadi satu kesatuan. Hal ini akan lebih memudahkan dalam mengapresiasi karena keterkaitan antar elemen dalam cerita tidak dapat dipisahkan yaitu relevansi antara tokoh dan penokohan dengan unsur tema, plot, setting, dan amanat.