Tak Memahami Dirinya


Cahaya Putri Lestari, ya, itu nama lengkapku. Teman-teman biasa memanggilku Caca. Aku adalah anak kelas 11 SMA yang memiliki banyak cerita menyenangkan. Aku berkata begitu bukan berarti hidupku tak pernah sulit. Semua kesulitan pernah aku rasakan. Namun, Ibu mengajarkan padaku bahwa aku harus menerima dan mensyukuri segala yang terjadi dalam hidupku. Karena hal itulah aku selalu merasa hidupku bahagia.
Aku ingin menceritakan tentang teman sebangkuku, Reina. Sejak kelas 10 kami duduk bersama. Namun, sampai sekarang aku belum bisa memahami Reina sepenuhnya. Sikap Reina yang dingin dan sifatnya yang emosional, sangat bertolak belakang denganku yang periang dan sulit untuk marah. Bukan membanggakan diri sendiri, aku hanya mengutarakan yang aku rasakan.
Meski sikap dan sifat Reina yang begitu adanya, aku sebagai teman sebangkunya selalu mengajaknya bercerita. Sebenarnya aku yang bercerita dan Reina mendengarkan. Reina jarang berkomentar ataupun memberikan respon yang baik dari segala yang aku ceritakan. Tapi, aku memaklumi hal tersebut dan tetap menceritakan hal-hal menyenangkan yang aku alami padanya.
Dan pada satu waktu, aku sedang menceritakan perasaanku yang sangat bahagia ketika Ibu membelikanku baju kaos bergambar kartun. Menurutku baju kaos itu lucu dan membuatku seperti anak kecil ketika menggunakannya. Reina hanya tersenyum ketika aku selesai bercerita.
Setelah itu, aku juga menceritakan kepada Reina tentang acara makan bersama keluargaku. Aku berkata meski kami hanya berempat, dan makan makanan sederhana, aku merasa sangat bahagia saat itu. Sederhana namun membuatku bisa tersenyum hingga tertawa.
Belum selesai bercerita, Reina berdiri dan hendak meninggalkan aku. Aku bingung mengapa Reina pergi, ini pertama kalinya Reina begitu.
Reina pergi keluar kelas. Aku pun segera menyusulnya. Aku melihat ia berjalan menuju taman sekolah. Aku terus mengikutinya dan ketika Reina duduk di bangku taman, aku pun duduk disampingnya. Merasa ada yang salah, aku pun bertanya pada Reina.
“Rei, lu marah sama gua?”
“Engga.” Jawab Reina dengan singkat.
“Terus kenapa pergi? Kan ceritanya belom beres, Rei.”
Reina tak menjawab pertanyaanku, dia pun beranjak dan kembali ke kelas. Aku merasa ada kata-kata yang salah sampai Reina marah padaku.
Aku pun masuk ke kelas dan melihat Reina sedang membaca buku. Aku rasa belum tepat jika harus bertanya hal yang sama saat itu. Aku memutuskan untuk tak bertanya pada Reina. Namun, aku tetap merasa bersalah dan ingin meminta maaf jika ada kata-kata yang menyinggung perasaannya .
Akhirnya, sepulang sekolah aku menahan Reina dan meminta maaf padanya.
“Rei, maafin gua ya kalau nyakitin perasaan lu.” Aku menggenggam tangan Reina.
“Gua gak butuh kata maaf dari lu, Ca.” Reina melepaskan tanganku.
“Tapi Rei, gua ngerasa ada yang salah. Lu gak biasanya kaya gini.”
“Ca, gua gak suka semua cerita bahagia lu. Asal lu tau, hidup gua gak sebahagia lu. Jadi berhenti buat cerita sama gua.” Reina berkata padaku dan membuatku terkejut.
“Gua minta maaf, Rei. Gak ada maksud ko buat bikin lu gak nyaman sama cerita gua. Gua cuma pengen kita deket aja sebagai temen sebangku.”
“Buat apa? Lu gak sadar ya? Selama ini gua gak pernah respon lu karena gua pengen lu sesekali ngerasain kepedihan. Dan gua juga pengen lu ngerasain jadi gua yang ga pernah di respon sama siapapun disini. Kenapa lu tetep keliatan bahagia sih? Sedangkan gua ngerasa ketika orang gak ada yang respon itu sakit hati, Ca.” Reina menjelaskan dengan penuh amarah.
“Gua gak pernah sedih bukan berarti hidup gua selalu bahagia, Rei. Ibu gua ngajarin kalau gua harus menerima dan bersyukur sama apapun yang gua hadapi dan gua rasain. Karena itu gua gak pernah keliatan sedih, padahal hidup gua juga ada sedihnya. Dan lu perlu ngerti, ketika hidup lu gak bahagia, jangan berusaha ngerusak kebahagiaan orang lain. Apalagi lu gatau gimana cara orang lain ngedapetin kebahagiaan itu. Lu perlu berhenti jadi orang egois, Rei.”
Rasanya aku kesal, pertama kalinya aku marah dan langsung meluapkannya pada orang lain. Aku pergi meninggalkan Reina. Aku merasa Reina sangat egois, dia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Aku pergi bukan karena membencinya, aku hanya ingin meredam emosiku. Semoga besok aku bisa menerimanya lagi seperti biasanya.

Sumber gambar : editan sendiri
#lombaceritamini
#2.0
#dictiocommunity
#egoismedisekitarkita
#ceritadirumahaja
#dirumahaja