Suka Cita Upacara Kematian Khas Batak, apa filosofinya?

image

Kematian identik dengan pesta dan suka cita, ini sangat unik dan sangat khas. Adat budaya kematian suku Batak memang beda dari kebanyakan suku yang ada di Indonesia. Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian.

Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. Upacara adat Saur Matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi masyarakat Batak (terkhusus Batak Toba). ini dikarenakan meninggalnya saat semua anaknya telah berumah tangga.

Klasifikasi dilihat berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Apabila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat.

Ritual kematian masyarakat Batak dilakukan sama halnya seperti acara pernikahan. Menampilkan alat musik berupa organ untuk bernyanyi, makan makan seperti menyembelih hewan, minum minuman tradisional seperti tuak. Alat musik organ digunakan di daerah perantauan umumnya, namun di daerah aslinya, Sumatera Utara, gondang sebagai alat musik khas Bataklah yang digunakan.

Ini semata-mata karena alat musik gondag yang sulit ditemukan di daerah perantauan. Untuk peyembelihan hewan, juga ada kekhasannya, masyarakat Batak secara tersirat seperti punya simbol tentang hewan yang disembelih pada upacara adat orang yang meninggal dalam status saur matua ini.

Biasanya, kerbau atau sapi akan disembelih oleh cellarage Batak (terkhusus Batak Toba) yang anak-anak dari yang meninggal terbilang sukses hidupnya. Namun, jika kerbau yang disembelih, maka anggapan orang terhadap keluarga yang ditinggalkan akan lebih positif, yang berarti anak-anak yang ditinggalkan sudah sangat sukses di perantauan sana.

Di dalam perayaan Saur Matua melambangkan suka cita bukan duka. Hal ini berkaitan dengan usia orang yang telah meninggal, orang yang telah meninggal dalam usia yang sangat tinggi dan anak-anaknya sudah memiliki anak. Itu berarti orang yang telah meninggal sudah berhasil mendidik anak-anaknya sampai menikah dan hanya tinggal menunggu kematiannya dengan sukacita.

Prinsip-prinsip yang diyakini masyarakat batak menginspirasi dari keberagaman yang di miliki Indonesia. kematian tidak dijadikan sebagai kesedihan, namun kematian ditunggu dengan suka cita dengan menjalankan nilai-nilai yang patut dipatuhi.

sebelumnya mohon maaf, nama upacara kematian khas batak ini bernama gondang. Setiap penampilan dalam upacara memiliki makna dan tujuan penyajiannya. Makna tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan upacara atau sebuah acara. Penyajian gondang pada prosesi kematian merupakan kebutuhan khusus bagi masyarakat Batak Toba. Musik gondang tersebut memiliki peranan yang sangat penting untuk kelancaran sebuah acara. Musik gondang menjadi musik pengiring tor-tor, karena tor-tor dan gondang merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Arti tor-tor dalam bahasa batak berarti tarian, tetapi bentuk tarian disini adalah tarian khas batak. Tortor ini termasuk bagian penting dalam upacara adat terutama upacara yang menggunakan persembahan gondang.

Setiap upacara adat menganggap gendang atau gondang yang berfungsi sebagai perantara untuk menyampaikan niat dan suara hati kepada Tuhan. Dari musik pengiring gerak tortor itu akan tergambar bagaimana suasana hati seseorang. Makna gondang tersebut juga tersirat dari penyampaian pihak keluarga di awal penyajian, sehingga ketika mendengar alunan gondang seolah pendengar dapat merasakan makna yang dimaksud dalam nada-nada yang dimainkan pemusik. Jika keadaan jiwanya penuh dengan kesusahan, jelas akan nampak dalam suasana musik dan gerakan tortor itu kurang bergairah begitu pula sebaliknya.

Dalam prosesi kematian masyarakat suku batak toba, gondang dan tortor terus disajikan sesuai dengan tata aturan adat. Setiap jenis gondang yang didendangkan oleh pargonsi memiliki maknanya tersendiri. Berikut adalah tahapan penampilan gondang pada prosesi kematian beserta maknanya:

  1. Gondang Mula-mula
    Gondang mula-mula adalah gondang yang dimainkan pertama sekali setelah jenazah dibawa keluar rumah dan diletakkan di halaman rumah oleh pihak boru dan keluarga. Gondang mula-mula disebut juga dengan istilah gondang pembuka atau permulaan. Gondang mula-mula dimainkan oleh pemusik setelah mendengar aba-aba dari pihak boru. Gondang mula-mula ini dimainkan dengan tempo agak cepat atau istilah musiknya disebut allegretto. Gondang mula-mula ini ditujukan untuk Tuhan. Gondang Mula-mula memiliki makna bahwa semula Dia (Tuhan) sudah ada, dan Dia (Tuhan) memulai ada. Ada dunia, jagad raya beserta isinya, ada bumi dengan manusia bersama mahluk pendampingnya. Dia mula jadi, mula tempah, mula dari segala sesuatunya yang semuanya harus tunduk kepadaNya. Sehingga makna penyajian gondang mula-mula ini adalah untuk menggambarkan bahwa segala yang ada di dunia ini ada mulanya, baik itu manusia, kekayaan dan kehormatan.

  2. Gondang Somba
    Gondang somba adalah gondang urutan kedua yang disajikan pargonsi sesuai permintaan hula-hula dan suhut (keluarga). Penyajian gondang somba dimaksudkan sebagai sembah syukur kepada Tuhan yang telah menciptakan dan memelihara hidup manusia. Manusia yang diciptakan Tuhan ini saling bahu-membahu sesamanya, dan atas berkat Tuhan inilah segala kesedihan dapat dilupakan. Gondang somba memiliki makna sikap menyembah dan berterimakasih kepada Tuhan Sang Penyelenggara hidup manusia itu pantas disembah-sujudi karena dengan kehendakNya diciptakan manusia yang akan mengangkat kesedihan sesama manusia.

  3. Gondang Mangaliat
    Gondang mangaliat adalah gondang yang dimainkan setelah gondang somba. Gondang mangaliat memiliki makna bahwa Tuhan senantiasa memberikan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi keluarga yang ditinggalkan oleh jenazah saur matua tersebut. Hal tersebut dapat dirasakan dari lantunan gondang yang lebih bersemangat dari gondang sebelumnya dan dapat dilihat dari gerak tangan pada manortor yang membuka kedua telapak tangan seperti meminta kesejahteraan di atas jenazah. Selanjutnya dari penyajian gondang mangaliat disaat penyambutan dongan sabutuha ini bermakna bahwa saudara-saudara se-marga dan saudara-saudara yang memenuhi unsur Dalihan Na Tolu senantiasa dapat dijadikan sandaran pertolongan disaat keluarga si almarhum atau almarhumah kesusahan, sehingga roh almarhum atau almarhumah dapat tenang tanpa memikirkan beban keluarganya.

  4. Gondang Hasahatan
    Gondang hasahatan adalah gondang penutup dari semua gondang. Gondang ini memiliki makna bahwa segala pinta yang meliputi hidup sejahtera bahagia dan penuh rejeki didengar Tuhan. Setelah selesai ditarikan rnereka semuanya mengucapkan “HORAS” sebanyak tiga kali. Hal tersebut semakin menunjukkan bahwa makna penyajian gondang hasahatan tersebut hanya sebagai penegas dari segala doa mereka.

Acara kematian yang diadakan oleh pihak keluarga tersebut dilaksanakan oleh pihak boru, karena dalam Dalihan Na Tolu, boru adalah pihak pelayan yang memegang peranan penting untuk kelancaran acara. Upacara kematian tersebut terbagi menjadi dua tahapan upacara di jabu (di dalam rumah) dan upacara maralaman (di halaman rumah).

Ringkasan

Sinaga, Richard. 2013. Meninggal Adat Dalihan Natolu (Adat tu na Monding). Jakarta: Dian Utama dan Kerabat.