Suara dari Generasi Muda

OIP
"Tidak, bukan seperti harusnya. Itu salah, Pak. Yang benar adalah seperti ini.”

“Haahh, tau apa kau anak kecil! Aku ini lebih tua darimu! Aku lebih mengerti mana yang benar!”

Aku diam. Ya, selalu seperti ini. Kamu tidak akan didengar jika usiamu masih belum cukup umur. Tak apa, aku akan sabar menunggu hingga usiaku sudah cukup dewasa. Setidaknya itulah hal yang ada di pikiranku saat itu. Sabar. Hingga datanglah hari itu.

“Bu, mohon maaf sebelumnya, saya ingin menyampaikan aspirasi dari teman-teman bahwa tugas yang Ibu berikan terlalu banyak dan cukup memberatkan kami. Tolong pertimbangannya karena kami juga ada tugas dari pelajaran lain yang harus diselesaikan, Bu. Terimakasih.”

Pesan itu kukirimkan kepada guru yang sering memberi tugas dengan jumlah tak terkira. Beberapa menit kemudian HP milikku berbunyi, menampilkan notifikasi dari orang yang kutunggu-tunggu.

“Baru diberi tugas segitu saja sudah mengeluh. Mau jadi apa kalian nantinya? Memang ya generasi muda zaman millennial itu terbiasa dengan kemudahan yang ada. Zaman sekolah saya dulu lebih susah, tidak serba instan seperti sekarang. Kalian harusnya kerjakan saja, jangan kerjanya cuma bisa mengeluh. Kalian harus dewasa dulu barulah akan mengerti.”

Hembusan nafas berat keluar dari mulutku setelah tak sadar sudah menahannya sejak membaca pesan singkat dari salah satu guruku. Aku ingin membalas lagi, tapi kuurungkan niatku. Jujur, aku sudah muak akan hal ini. Kenapa masih begitu banyak orang-orang yang menjadikan umur sebagai tolak ukur kedewasaan seseorang? Kenapa kami yang masih muda ini dibisukan mulutnya? Kenapa ide-ide dari kami tidak boleh disuarakan?

Jika ada dari kalian yang masih belum sadar akan hal ini, tak apa. Akan kuberikan contoh nyata yang telah diteliti dan dibuktikan. Saat anak masih di usia dini, mereka akan cenderung sangat aktif dan penasaran akan banyak hal hingga saat menginjak bangku TK mereka juga masih sering mengangkat tangan untuk menjawab ataupun bertanya. Kemudian dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Universitas. Seiring bertambah tingginya jenjang pendindikan itu, riset membuktikan minat untuk belajar dan keingintahuan seorang anak cenderung menurun. Mengapa hal ini terjadi?

Tentu saja akibat pemikiran kami dipaksa untuk dibatasi, karena bagi orang dewasa kami generasi muda hanyalah sosok anak kecil yang tak mengerti apa-apa. Jika saja orang dewasa tidak egois untuk benar tentang segalanya. Jika saja kami diberikan kesempatan yang sama untuk mengeluarkan apa yang ada di pikiran kami. Jika saja kami dulu diajarkan agar terus berani dan tidak takut salah. Jika saja lingkup belajar kami tidak dibatasi dengan pelajaran di sekolah saja. Maka saya, sebagai salah satu generasi muda saat ini berani menjamin bahwa perubahan besar akan terjadi.

Marilah Bapak/Ibu di luar sana yang masih saja beranggapan pemikiran kami yang muda ini tidak bermakna, tolong berilah kami kesempatan untuk membuktikan. Kami lelah dianggap salah hanya karena usia kami yang masih muda. Tolong dengarkan kami. Jangan terburu-buru memotong kami bicara. Biarkan kami menjelaskan. Barulah kalian bisa memutuskan kebenaran. Jika kami salah, silahkan kalian membimbing meluruskan. Namun jika kami benar, tolong dipertimbangkan.

Kerjasama sangat diperlukan untuk membuat sebuah perubahan. Tak ada yang tidak mungkin, asalkan kita semua bersungguh-sungguh. Dengan niat yang baik ini harapannya tentu Indonesia menjadi lebih maju.

Dari saya, mewakili semua generasi muda di negeri ini.

Pictsrc: tintapendidikanindonesia.com

#LombaCeritaMini #2.0 #dictiocommunity #EgoismediSekitarKita #CeritaDiRumahAja #DiRumahAja