Social Media Distancing

Pernahkah Anda membayangkan hidup Anda tanpa media sosial? Mungkin akan terasa sepi, hampa karena tidak ada kabar terbaru dari teman-teman Anda atau malah sebaliknya Anda akan lebih bahagia. Media sosial ibarat pisau, jika digunakan dengan bijak akan memberi manfaat layaknya seorangchef yang memasak di dapur, namun dapat juga menimbulkan dampak negatif seperti social comparison dan cyber bullying.

Di era pandemi seperti sekarang ini, diterapkanya kebijakan pemerintah untuk menetapa di rumah masing-masing juga melaksanakan pembelajaran secara online untuk pelajar. Hal tersebut tentu dapat memicu meningkatnya penggunaan sosial media. Didukung dengan survei kantar penggunaan whatsapp meningkat secara global mulai dari 27-40%, begitu juga dengan media sosial milik Facebook lainnya Instagram. Dalam demografi yang sama, penggunaan Instagram juga melonjak lebih dari 40%.

Nah disini Saya akan membahas perbandingan sosial yang ditimbulkan dari penggunaan sosial media. Pernahkah Anda ketika sedang scroll timeline Instagram menggumamkan kalimat sejenis ini “wih keren nih dia umur 19 udah bisa beli mobil” atau mungkin “heh dia kek gini aja bisa terkenal” “halah dia hidupnya gini-gini aja”. Secara tidak langsung saat itu juga Anda sedang membanding-bandingkan diri Anda dengan orang lain.

Lantas apa bahaya-nya sih membandingkan diri dengan orang lain? Hal tersebut sebenarnya wajar, berdasarkan social comparison theory yang dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1954 yang isi gagasannya mengatakan bahwa manusia membandingkan dirinya untuk mengevaluasi dirinya. Dengan kata lain manusia itu membandingkan dirinya untuk belajar mengenali dirinya sendiri, melihat kembali kelebihan serta kelemahan yang ada pada dirinya. Sungguh suatu hal yang wajar, namun apa dampak negatifnya?.

Dampak positifnya kita dapat mengevaluasi kemampuan diri alih-alih mengevaluasi diri, kita malah sibuk dengan membandingkan kemampuan yang tidak kita miliki. Menurut studi dari Mussweisler (2006) social comparison terjadi secara otomatis Semakin sering frekuensi mengakses sosial media dan membandingkan diri Anda dengan orang lain, lama kelamaan dapat menimbulkan perasaan iri, tidak cukup dan tidak nyaman. Hal tersebut didukung dengan adanya studi dari White dan kawan-kawan (2006) menunujukan bahwa seseorang sering membandingkan diri dengan orang lain, seseorang tersebut lebih rentan merasa iri, merasa bersalah, penuh penyesalan. Pada akhirnya kita berusaha menetapkan standar ideal terhadap apa yang membuat kita merasa rendah. Namun apakah standarisasi yang kita buat berdasarkan posting-an di media sosial sepenuhnya dapat meningkatkan kebahagiaan? Bukannya bahagia malah cenderung tidak merasa cukup dengan kehidupan sehingga beresiko untuk berbohong dan menyalahkan orang lain.

Solusinya apa?

Kita memamng tidak bisa menghindari karena social comparison karena terjadi secara otomatis.Namun Kita dapat meminamilisir dampaknya sebagai berikut, pertama adalah dengan menerapkan social media distancing, bukan berarti harus jauh-jauh dari gadget tapi setidaknya memberi jarak waktu atau jeda terhadap frekuensi penggunaan sosial media, kenapa? karena media sosial merupakan jendela yang paling mudah diakses untuk melihat kehidupan orang lain. Gunakan sosial media saat perlu, misalnya ada keperluan pembelajaran online. Selanjutnya digital detox juga dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi melihat media sosial, bukan hanya terbatas pada media sosial namun lebih kepada perangkat digital seperti smartphone dan sejenisnya. Banyak hal yang bisa dilakukan selama melakukan digital detox seperti olahraga, memasak, membereskan ruangan, membaca buku dan lain sebagainya, termasuk melakukan hobi lama sebelum adanya gadget.

Berikutnya selektif dalam mengikuti akun pada media sosial, kurangi mengikuti akun yang membuatmu malah jadi merasa kurang dan jadi konsumtif. Karena pada dasarnya gambar visual pada media sosial memang sarana aktualisasi diri. Jadi Kita harus selektif, jika biasanya mengikuti selebgram atau influencer yang toxic , dan mendorongmu untuk merasa kurang, sebaknya unfollow saja.Follow akun berita, informasi dan hal-hal yang membuat Anda lebih bahagia.

Selanjutnya pelajari dan kenali diri serta kondisi emosi Anda. Kenali hal-hal yang Anda sukai, kenali kelebihan Anda, hal apa yang bisa memotivasi Anda. Cari sisi positif dari diri Anda yang bermanfaat dan kembangkan.Latih diri Anda untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan Anda. Mintalah feedback orang lain tentang diri Anda. Dan jangan sampai lupa untuk memperhatikan kondisi emosi Anda, sebaiknya hindari penggunaan sosial media saat kondisi mood sedang buruk. Kenapa? Karena pada saat kondisi mood Anda sedang buruk ditambah Anda melihat media sosial sehingga memperbesar kemungkinan Anda memikirkan beban dari socail comparison bukannya memperbaiki yang ada malah memperkeruh emosi Anda.

Yang terakhir sadari bahwa Karena media sosial itu semacam panggung, setiap orang berlomba-lomba menunjukan persona terbaiknya di media sosial Hal-hal yang bagus, yang keren semua orang berusaha menampilkan yang achievement serta kebahagiaan di media sosial. Perlu disadari bahwa belum tentu kehidupan nyata sesuai dengan dengan apa yang terlihat di akun sosial medianya. Ingat selalu disetiap kehidupan seseorang selalu ada naik dan turun, dan mereka juga memiliki latar belakang yang berebeda dari diri Anda. So cara terbaik mengenali diri Anda akan lebih masuk akal apabila Anda membandingkan diri Anda dengan diri Anda sendiri. Seperti yang Jordan Peterson bilang, satu-satunya orang yang harus kita bandingkan adalah diri kita di masa lalu.

1 Like