Simplisia apa yang banyak mengandung Glikosida?

image

Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara).

Simplisia apa yang banyak mengandung Glikosida ?

Banyak sistem penggolongan glikosida telah dilakukan. Sebagian diantara penggolongan tersebut didasarkan pada gugus gulanya dan sebagian lain didasarkan pada gugus aglikonnya. Namun, ada pula penggolongan glikosida dilakukan berdasarkan pada aktivitas farmakologinya.Berikut ini merupakan penggolongan glikosida berdasarkan struktur aglikonnya.

Penggolongan senyawa glikosida berdasarkan aglikonnya

No. Kelas Contoh
1. Glikosida Antraquionon Aloin, Barbaloin, Aloesin
2. Glikosida jantung Digitoxin
3. Glikosida Saponin Diosgenin
4. Glikosida Sianogenetik dan Sianofor Amigdalin
5. Glikosida Tiosianat dan isotiosianat Sinigrin
6. Glikosida Flavon Rutin
7. Glikosida Aldehid Glukovanilin
8. Glikosida kumarin Scopolin

1. Glikosida Steroid

Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap otot jantung.

Payah jantung adalah kondisi kegagalan jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi darah ke seluruh tubuh.Keadaan ini diakibatkan oleh curah jantung melemah. Apabila pacu jantung yang ada pada nodus sino-auricularis mengalami gangguan, misalnya disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan ion-ion kalium, natrium dan kalsium di dalam dan di luar sel-sel jantung maka akan mempengaruhi mekanisme pompa natrium pada jantung. Dengan demikian, mengakibatkan frekuensi jantung melemah dan muncul kondisi payah jantung. Seseorang yang mengalami payah jantung akan mengalami udem yang diakibatkan oleh terjadinya bendungan sirkulasi. Bagi penderita ini perlu diberi diuretikum dan obat payah jantung.Selain itu, penderita harus dihindarkan dari obat-obatan yang bersifat sebagai penghambat adreno reseptor-beta dan antikolinergik.

Obat payah jantung yang selama ini dikenal adalah glikosida jantung. Sifat dari obat ini adalah mempertahankan tonus jantung, meningkatkan tonus saraf adrenergik, dan mempertahankan volume darah yang beredar. Dengan demikian, kontraksi dan frekuensi denyut jantung akan meningkat. Itulah sebabnya, obat-obatan payah jantung berupa glikosida jantung disebut juga tonikum jantung (cardiotonic). Aksi glikosida jantung adalah langsung mempengaruhi mekanisme pompa natrium. Dalam hal ini, glikosida jantung berperan sebagai pengendali keseimbangan elektrolit tubuh (ion kalium, natrium dan kalsium) di dalam sel-sel jantung.

Pengobatan payah jantung bisa disalurkan lewat nodus vagus (aksi vagal) atau langsung disalurkan ke otot jantung (aksi ekstravagal). Pengobatan yang dilakukan kewat aksi vagal bisa terhambat bila dilakukan bersama-sama dengan pemberian atropina (suatu alkaloid kelompok tropan yang terkandung dalam Atropa belladona). Sementara pengobatan yang disalurkan lewat aksi ekstravagal tidak dipengaruhi oleh atropina. Penyebaran glikosida jantung dalam tanaman tidak terlalu luas. Diketahui glikosdia ini hanya tersebar pada famili Scrophulariaceae, Apocynaceae, dan Liliaceae.

Digitalis (USP = United State of Pharmacopeia sejak tahun 1820 sampai sekarang) adalah serbuk daun Digitalis purpurea Linne atau D.lannata (famili Scrophulariaceae) yang telah dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 60°C. digitalis berupa serbuk halus atau serbuk sangat halus. Untuk menyesuaikan kadarnya bisa diencerkan dengan bahan pengisi lain seperti laktosa, amilum atau dengan daun digitalis yang telah diketahui kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah. Potensinya diperhitungkan terhadap satuan USP unit. Diketahui bahwa 1 USP unit setara dengan tidak kurang dari 100 mg serbuk daun digitalis kering (didasarkan pada standar referensi digitalis USP).

Digitalis berasal dari istilah latin digitus, yang berarti jempol. Ini menggambarkan bentuk bunga Digitalis pupurea yang seperti jempol. Purpurea dari bahasa latin, artinya ungu. Tanaman ini umumnya tumbuh di daerah Eropa dan Amerika bagian Barat serta di Kanada. Daun digitalis mengandung berbagai glikosida jantung, dianataranya digitoksin (0,2-0,4%), digitalin, gitalin, gitoksin dan digitonin (glikosida saponin).

Daun digitalis juga mengandung minyak atsiri yang tersusun dari stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas digitalis serta menimbulkan rasa tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan pektin. Bagian aglikon bisa dipisahkan dari bagian gulanya dengan cara hidrolisis menggunakan asam, basa, enzim, dan lingkungan yang lembab.

Secara umum daun digitalis adalah tanaman obat yang berpotensi keras dan berbahaya bagi manusia karena aksinya langsung menuju jantung. Dosis yang terlalu besar akan memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan (anoreksia), mual, hipersalivasi, muntah, diare, kepala pening, mengantuk, bingung, gangguan konsentrasi, menghadapi bayangan fatamorgana, bahkan kematian. Kegunaan dari digitalis adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaanya terutama ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis.

Sementara bagian gula hanya berfungsi sebagai penambah kelarutan, meningkatkan absorpsi, dan sedikit menambah potensi (dan juga toksisitas) sebagai glikosida jantung. Mekanisme kardiotonikum adalah meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan jantung lebih sempurna dan curah jantung meningkat.

Digitoksin adalah gabungan senyawa antara digitoksigenin (sebagai aglikon) dengan bagian gulanya digitoksisa. Digitoksigenin sebagai aglikon dari digitoksin adalah prisma, dengan titik lebur 253°C, larut dalam etanol, kloroform, aseton.Sukar larut dalam etil asetat dan sangat sukar larut dalam eter serta air. Di alam terkandung dalam tanaman D.purpurea dan D.lanata apabila berikatan dengan digitoksisa, digitoksin akan menjadi glikosida digitoksin berupa kristal bentuk lempeng yang larut dalam aseton, amil alkohol dan piridina. Satu gram digitoksin larut dalam 40 ml kloroform, dalam 60 ml etanol dan dalam 400 ml etil asetat. Sukar larut dalam eter, petroleum eter, dan air. LD50 (dosis yang mematikan sebanyak 50% binatang percobaan dari seluruh populasi) dalam babi secara oral adalah 60,0 mg/kg BB dan pada kucing=0,18 mg/kg BB. Beberapa tanaman yang mengandung glikosida steroid memiliki efek sebagai obat jantung antara lain adalah Digitalis, Strophanthus, Squill, Convallaria, Apocynum, Adonis, Heleborus, dan Nerium.

2. Glikosida Antrakuinon

Tanaman-tanaman seperti kelembak, aloe, sena dan kaskara telah lama dikenal sebagai obat alami kelompok purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya belum diketahui dengan jelas.

Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi antara obat purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya belum diketahui dengan jelas. Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi antara obat purgativum dengan beberapa bahan pewarna alami. Senyawa yang pertama ditemukan adalah senna dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun sebagai glikosida.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga mengandung turunan antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol dan antron. Termasuk juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua molekul antron, yaitu diantron. Di alam kira- kira telah ditemukan 40 turunan antrakuinon yang berbeda-beda, 30 macam diantaranya mengelompok dalam famili Rubiaceae.Pada tanaman monokotil, antrakuinon hanya ditemukan dalam famili Rubiaceae.

Pada tanaman monokotil, antrakuinon hanya ditemukan dalam famili Liliaceae dan dalam bentuk yang tidak lazim, yaitu C-glikosida barbaloin. Sementara pada tanaman dikotil, antrakuinon ditemukan dalam famili Rubiaceae, leguminoseae, Rhamnaceae, Ericaceae, Euphorbiaceae, Lythraceae, Saxifragraceae, Scrophulariaceae dan Verbenaceae. Antrakuinon tidak ditemukan pada Bryophyta, Pteridophyta, dan Gymnospermae. Namun demikian, antrakuinon ditemukan dalam fungi- fungi tertentu dan beberapa Lichenes.

Pigmen antrakuinon yang terdapat dalam fungi hampir seluruhnya merupakan turunan krisofanol atau emodin. Turunan antrakuinon yang terdapat dalam bahan-bahan purgativum mungkin berbentuk dihidroksi fenol seperti krisofanol, trihidroksi fenol seperti emodin, atau tetrahidroksi fenol seperti asam karminat. Bila zat-zat semacam ini terdapat dalam bentuk glikosida maka bagian gulanya mungkin menempel dalam bebragai posisi.

Turunan antrakuinon seringkali berwarna merah oranye dan sering dapat dilihat langsung, misalnya di dalam jari-jari teras akar kelembak (Rheum officinale). Turunan antrakuinon larut dalam air panas atau etanol encer. Untuk identifikasi, biasanya digunakan reaksi borntrager. Caranya, serbuk yang diuji dimaserasi (direndam) dengan larutan organik yang tidak tercampur (eter), kemudian disaring. Selanjutnya, pada filtrat ditambahkan larutan amonia atau larutan KOH.

Apabila muncul wana merah jambu, merah atau violet maka menunjukkan adanya turunan antrakuinon bebas. Apabila yang ada hanya bentuk glikosida maka reaksi ini harus dimodifikasi dengan cara dihidrolisis terlebih dahulu dengan larutan KOH dalam etanol atau dengan asam encer. Bila warna merah yang muncul pada serbuk atau irisan maka ini menunjukkan lokasi dri turunan antrakuinon yang terkandung di dalam jaringan.

Sementara bila bentuk glikosidanya sangat stabil atau termasuk tipe antranol tereduksi maka reaksi Borntrager ini akan memberi reaksi negatif. Antrakuinon yang mengandung gugus asam karboksilat bebas (misalnya Rhein dalam Rheum palmatum), dapat dipisahkan dari antrakuinon lain dalam larutan organik dengan cara ekstraksi yang menggunakan larutan natrium bikarbonat.

3. Glikosida Saponin

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid atau saponin triterpenoida. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi.

Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila digojog menimbulkan buih yang stabil.

Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi tehadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan.

Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sapotoksin.

Semua saponin dapat mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif berbahaya bagi semua organisme binatang bila saponin diberikan secara parenteral. Setengah sampai beberapa mg/kg BB saponin dapat ebrakibat fatal dan mematikan pada pemberian i.v. Begitu pula pemakaian sterol saponin kompleks dalam jangka panjang akan mematikan bila diberikan secara parenteral. Pengaruh terhadap alat pernapasan dapat dibuktikan dengan kenyataan digunakannya obat yang mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat yang primitif. Kadar saponin yang sangat kecil pun mampu melumpuhkan fungsi pernafasan dari insang.

Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan, terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi. Penggunaan digitoksin dan saponin digitonin secara simultan akan meningkatkan efek digitoksin sampai 50 kali bila diberikan secara oral terhadap katak. Saponin juga bersifat menaikkan permeabilitas kertas saring.

Dengan adanya saponin, filter dengan pori yang cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu akan dapat meloloskan partikel tersebut. Secara teknis, saponin juga menurunkan tegagan permukaan sehingga bisa bersifat surfaktan. Oleh karenanya, saponin dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi dua cairan yang tidak saling campur, misalnya minyak dengan air.Saponin juga bisa mempertahankan suspensi glikosida yang tidak larut dalam air dalam sediaan infus obat dalam air. Saponin bersifat dapat menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap selaput lendir (membran mukosa) pada mulut, perut dan usus, tergantung pada tabiat dari masing-masing saponin yang bersangkutan. Saponin bersifat merangsang keluarnya sekret dari bronkial.

Hal ini dapat diterangkan dengan begitu banyak penggunaan obat semacam senega dan succus sebagai ekspektoransia dan sekretolitik dalam pengobatan alat pernapasan.Saponin meningkatkan aktivitas epitel yang bersilia, yaitu suatu peristiwa yang merangsang timbulnya batuk untuk mengeluarkan dahak.

Pengaruh iritasi lokal saponin mengakibatkan timbulnya bersin. Saponin juga meningkatkan absoprsi senyawa-senyawa diuretikum (terutama yang berbentuk garam) dan tampaknya juga merangsang ginjal untuk lebih aktif.Hal ini mungkin menerangkan kenyataan bahwa saponin sangat sering digunakan untuk rematik dalam pengobatan masyarakat. Di bidang industri, saponin sering digunakan dalam jumlah besar sebagai bahan pengemulsi, terutama di bidang-bidang pemadam kebakaran, pekerjaan cuci-mencuci kain (laundry) dan lain-lain. Jenis saponin yang sering digunakan adalah saponin yang berasal dari buah klerak (Sapindus rarak) dan quillaja (Quillaja saponaria).

Secara garis besar saponin dikelompokkan menjadi dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.

Keberadaan saponin steroid pada tanaman monokotil, terutama terkandung dalam famili Dioscoreaceae (Dioscorea hispida), Amaryllidaceae (Agave americana), dan Liliaceae (Yucca sp dan Trillium sp). Pada tanaman dikotil, terutama terkandung dalam Leguminosae (Foenigraeci) dan Solanaceae. Beberapa spesies Strophanthus dan Digitalis mengandung saponin steroid selain glikosida jantung. Penelitian yang banyak dilakukan terhadap saponin biasanya didasari untuk memperoleh bahan baku pembuatan hormon steroid dan kortison.

Steroid tanaman yang penting untuk produksi kortison antara lain disogenin dan botogenin oleh tanaman Dioscorea, Hecogenin, manogenin dan gitogenin oleh tanaman Agave, Sarsapogenin dan smilagenin oleh tanaman Smilax, Sarmentogenin oleh tanaman Strophanthus, dan Sitosterol oleh minyak nabati gubal. Sintesis total untuk memproduksi hormon kelamin dan kortison langkahnya terlalu panjang dan mahal sehingga dibutuhkan steroid alami yang dapat digunakan sebagai sarana dasar dalam modifikasi struktur dan bahan dasar.

Secara kimiawi, kortison dan turunannya merupakan 11-oksosteroid, sedangkan hormon kelamin (termasuk kontrasepsi oral) tidak memiliki substitusi oksigen pada lingkaran cincin C. Oleh karena itu, hekogenin merupakan bahan pemula yang paling praktis untuk dapat dilakukan modifikasi struktur menuju kortiko- steroid dan diosgenin cocok untuk pembuatan hormon kelamin dan kontrasepsi oral. Selain itu, diosgenin ternyata dapat pula digunakan sebagai bahan sintesis kortikosteroid dengan menggunakan cara fermentasi mikrobiologi.

Kebutuhan akan steroid terus meningkat dan lebih kurang 600-700 ton diosgenin digunakan setiap tahun. Kegiatan besar dilakukan untuk memperoleh varietas baru tanaman penghasil yang lebih tinggi dan untuk menjamin suplai bahan baku yang teratur dengan budi daya tanaman dan pemuliaan. Berbeda dengan saponin steroid, saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil.

S aponin triterpenoid banyak terkandung dalam famili-famili dikotil seperti Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygaceae dan Sapotaceae. Diantara famili dikotil yang lain, saponin triterpenoid terdapat pada Phytolaccaeceae, Chenopodiaceae, Ranunculaceae, Berberidaceae, Papaveraceae, Linaceae, Zygophyllaceae, Rutaceae, Myrtaceae, Curcubitaceae, Araliaceae, Umbelliferae, Primulaceae, Oleaceae, Lobeliaceae, Campanulaceae, Rubiaceae, dan Compositae. Saponin triterpenoid dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yang diwakili oleh alpha-amirin, beta-amirin dan lupeol.

Banyak tanaman sering mengandung saponin triterpenoid dalam jumlah banyak. Akar primula mengandung 10% saponin triterpenoid, akar manis mengandung 12% asam glisiretinat, serta glisirizin dalam kadar yang lebih besar. Kulit kuillaya mengandung 10% saponin triterpenoid.Semen Aesculus hippocastum mengandung aescine sampai 13% dan masih banyak lagi.

Beberapa tanaman yang mengandung lebih dari satu saponin akan mengakibatkan proses pemurniannya menjadi sukar. Demikian pula struktur kimia secara keseluruhan belum terungkap semuanya. Saponin yang terkandung di dalam gula bit antara lain asam oleanolat. Senyawa ini juga terdapat dalam keadaan bebas pada daun zaitun dan kuncup bunga cengkeh.

4. Glikosida Sianosproa

Glikosida sianospora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis akan terurai menjadi bagian-bagiannya dan menghasilkan asam sianida.

Sejak lama orang telah mengenal sifat racun dari akar Manihot sp. Mereka menggunakannya sebagai cadangan makanan setelah terlebih dahulu mengolah dan dihilangkan racunnya. Pada tahun 1830, racun singkong telah berhasil diisolasi dan diketahui bahwa senyawanya berupa glikosida manihotoksin.

Bersamaan dengan itu, juga telah berhasil diisolasi glikosida-glikosida sejenis yang menghasilkan asam sianida antara lain amigladin dari Prunus amygdalus, linamarin dari biji Linum usitatissinum, dan faseolunatin (Phaseolus lunatus). Ketika dihidrolisis akan menghasilkan asam prusat, gula dan asam sianida.

5. Glikosida Isotiosianat

Banyak biji dari beberapa tanaman keluarga Cruciferae mengandung glikosida yang aglikonnya adalah isotiosianat. Aglikon ini merupakan turunan alifatik atau aromatik. Senyawa-senyawa yang penting secara farmasi dari glikosida ini adalah sinigrin (Brassica nigra=black mustard), sinalbin (Sinapsis alba=white mustard) dan glukonapin (rape seed).

6. Glikosida Flavonoid

Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida ini merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya. Di alam dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan pigmen kuning yang tersebar luas di seluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin, kuersetin ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin dan maringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Rutin dan hesperidin dinamakan vitamin P atau faktor permeabilitas.

Rutin dan hesperidin pernah digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi yang ditandai oleh pendarahan kapiler dan peningkatan kerapuhan kapiler. Juga pernah diusulkan penggunaan bioflavonoid sitrus untuk pengobatan gejala-gejala penyakit demam. Bukti kemanjuran terapetik dari rutin, sitrus, bioflavonoid dan senyawa sekerabata terutama diarahkan kepada beberapa sediaan penunjang diet (food supplement).

7. Glikosida Alkohol

Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu memiliki gugus hidroksi. Senyawa yang termasuk glikosida alkohol adalah salisin. Salisin adalah glikosida yang diperoleh dari beberapa spesies Salix dan Populus. Kebanyakan kulit kayu salix dan populus mengandung salisin. Namun, penghasil utama salisin adalah Salix purpurea dan Salix fragilis.

Glikosida populin (benzoilsalisin) juga dikaitkan dengan salisin dalam kulit dari Salicaeae. Salisin oleh emulsin dihidrolisis menjadi glukosa dan saligenin (salisilalkohol). Salisin memiliki khasiat antirematik. Daya kerjanya sangat mirip dengan asam salisilat. Kemungkinan di dalam tubuh manusia, salisin dioksidasi menjadi asam salisilat. Pengenalan sifat salisin yang demikian ini memberi penjelasan terhadap pemakaian korteksi salix dan populus oleh masyarakat awam.

8. Glikosida Aldehida

Sianigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri dari glukosa yang diikat oleh m- hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida yang aglikonnya suatu aldehida. Salinigrin adalah suatu isomer dari helisin (ortho-hidroksibenzaldehida dan glukosa), dan dapat juga diperoleh lewat oksidasi lemah dari salisin.Amigdalin yang menghasilkan benzaldehida pada hidrolisisnya dapat pula digolongkan ke dalam glikosida kelompok aldehid.

9. Glikosida Lakton

Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman, tetapi glikosida yang mengandung kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan.Beberapa glikosida dari turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan tanaman seperti skimin dalam Star anise Jepang, aeskulin dalam korteks horse chestnut, daphnin dalam mezereum, fraksin, skopolamin, dan limettin. Diantara glikosida hidroksi kumarin ini tidak ada yang penting untuk pengobatan.

Kumarin dan tonka bean, adalah biji yang mengandung kumarin dari Dipteryx odorata dan Dipteryx opposotifolia (famili Leguminosae). Dahulu digunakan dalam farmasi sebagai bahan aroma. Beberapa turunan kumarin masih digunakan karena sifat antikoagulansianya. Khasiat antispasmodik dari kulit Viburnum pruni folium dan Viburnum opulus dianggap diakibatkan oleh adanya kandungan skopoletin (6-metoksi-7-hidroksikumarin) dan kumarin lain.

Produk alami lain yang mengandung kumarin adalah kantaridin dan santonin. Kantaridin digunakan dengan tujuan dermatologi.Santonin berasal dari bongkol bunga Artemisia china, Artemisia maritima (famili Compositae) yang belum terbuka.Santonin dahulu digunakan sebagai obat cacing, tetapi karena kemungkinann menimbulkan keracunan di Amerika Serikat maka saat ini tidak digunakan lagi.

10. Glikosida Fenol

Beberapa aglikon dari glikosida alami mempunyai kandungan bercirikan senyawa fenol. Arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae lain menghasilkan hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk juga dapat digolongkan sebagai glikosida fenol.

Selain jenis glikosida yang telah dibicarakan sebelumnya, di alam masih terdapat beberapa jenis glikosida yang tidak temasuk dalam jenis tersebut. Dengan demikian, glikosida yang belum termasuk tersebut digolongkan dalam aneka glikosida.

  • Glikosida Alkaloid Steroid
    Golongan ini terutama terdapat pada famili Solanaceae dan Liliaceae.Seperti saponin, glikosida ini mempunyai sifat hemolitik. Sebagai contoh, alfa solanin pada Solanum tuberosum, soladulsin pada Solanum dulcamara, tomatin pada Solanum lycopersicum, dan rubijervin pada Veratrum sp. Komponen gulanya jumlahnya satu sampai empat yang menempel pada kedudukan tiga dan mungkin glukosa, galaktosa, rhamnosa atau ksilosa.

  • Glikosida Resin
    Resin yang kompleks dari Convolvulaceae seperti jalap dan scammony bersifat sebagai glikosida karena pada hidrolisis akan menghasilkan gula seperti glukosa, rhamnosa dan fukosa bersama dengan asam lemak normal dan turunannya.

  • Glikosida Zat Pahit
    Banyak glikosida yang berasa pahit. Berapa diantaranya telah digambarkan sebagai zat pahit jauh sebelum sifat kimianya diungkapkan. Senyawa ini meliputi gentiopikrin atau gentiopikrosidan dari akar gentian, pikrokrosin atau pikrokrosida dari saffron, serta kukurbitrasin yang terdapat dalam banyak anggota Cucurbitacea misalnya kolosin (colocynth).

  • Glikosida Antibiotik
    Antibiotik terntentu mempunyai sifat glikosida. Misalnya streptomisin, dibentuk dari genin streptidin (suatu turunan sikloheksan yang mengandung nitrogen) yang mengikat disakarida streptobiosamina. Stretobiosamina ini terdiri dari satu molekul metil pentosa (streptosa) yang jarang terdapat dalam satu molekul pada N-metil glukosamina.

  • Nukleosida Atau Asam Nukleat
    Zat ini secara biologi memiliki tiga komponen, yaitu suatu satuan gula (baik ribosa maupun desoksi-ribosa), suatu purina atau basa pirimidina atau basa-basa (seperti adenina, guanina dan sitosina) dan asam fosfat. Senyawa-senyawa ini adalah glikosida N yang bila mengalami konjugasi dengan protein akan membentuk nucleoprotein.

Sumber :
Lully Hanni Endarini, Farmakognisi dan Fitokimia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan