Sikap apa yang harus diambil oleh seorang hakim apabila lie detector dijadikan sebagai alat bukti?

12345609
Sikap apa yang harus diambil oleh seorang hakim apabila lie detector dijadikan sebagai alat bukti di persidangan dikaitkan dengan Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”?

Pada dasarnya kekuatan pembuktian dari suatu alat bukti yang sah adalah bebas, dalam arti semua bergantung kepada keyakinan hakim atas alat bukti tersebut. Namun, yang perlu dicermati adalah a. apakah hal tersebut termasuk dalam alat bukti yang diatur dalam undang-undang? b. apakah alat bukti tersebut telah memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam undang-undang?
Untuk tindak pidana umum, masalah alat bukti diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa yang termasuk dalam alat bukti adalah:
a. keterangan saksi,
b. keterangan ahli,
c. surat,
d. petunjuk, dan
e. keterangan terdakwa.

Hasil atas lie detector tidak termasuk dalam salah satu kategori alat bukti dalam KUHAP. Jika lie detector dimasukkan dalam pertimbangan hakim dalam memutus, maka lie detector tidak bisa menjadi dasar keyakinan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan, karena keyakinan hakim hanya boleh didasarkan kepada dua alat bukti yang sah (lihat Pasal 183 KUHAP). Lain halnya jika hasil lie detector dipakai dalam hal memperkuat keyakinan hakim atas suatu alat bukti lain yang sah, seperti misalnya keterangan ahli atau keterangan saksi.

Mengingat dalam pertanyaan tidak dijelaskan untuk perkara apakah hasil lie detector ini digunakan, maka jika hasil lie detector berupa print out atau hasil cetak di atas kertas (yang biasanya dikuatkan dengan keterangan ahli). Hal ini dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, yang (misalnya) digunakan untuk memperkuat keyakinan hakim atas dugaan adanya tindak pidana keterangan/sumpah palsu. Tentu saja hal ini harus didukung oleh alat bukti lain yang bersesuaian.

sumber: hukumonline.com