Siapakah Tjong Fie?

tjong fie
Tjong A Fie dipilih merupakan tokoh yang sikap dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai multikultural dalam bermasyarakat. Beiau memiliki peran penting dalam pembangunan Sumatera Timur, terutama di kota Medan. Beliau adalah seorang Mayor Tionghoa di wilayah Sumatera Timur.

Siapakah Tjong Fie?

Identitas Diri

Sejarah sepakat untuk menulis bahwa Tjong Fung Nam, atau yang dikenal dengan nama Tjong A Fie, berasal dari negeri China. Tepatnya di kampung Sung-kow, daerah Mei Xian, Provinsi Kwang Tung di pedalaman China. Tjong A Fie lahir ke dunia pada tahun 1860, dan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara sebuah keluarga Hakka, dengan ayah bernama Tjong Lian Xiang dan ibu yang bermarga Li.

Perkembangan Hidup Semasa Kecil dan Orang-orang yang Mempengaruhi

Hidup di sebuah keluarga yang serba kekurangan, tidak menghambatnya untuk tumbuh menjadi sosok yang cerdas. Walaupun hanya mendapat pendidikan seadanya, namun Tjong A Fie tetap mampu menguasai berbagai kiat-kiat dagang yang diturunkan dari ayahnya, yang merupakan seorang pedagang tulen. Tinggal dengan sebuah keluarga besar berjumlah 9 (sembilan) orang, membuat Tjong A Fie harus saling berbagi dan belajar mengasihi sejak dini.

Sejak kecil Tjong A Fie memang memiliki cita-cita yang tinggi. Sadar kehidupannya tidak akan berkembang di Kwang Tung, dia pun ingin agar bisa merantau seperti abangnya, Tjong Yong Hian. Dengan hanya berbekal seadanya, Tjong A Fie yang saat itu berumur 18 tahun, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya dengan menambatkan sampannya di tepi sungai dalam perjalanan ke Swatow, dimana dari daerah itu, dia menumpang sebuah junk, menuju Tanah Deli, Sumatera Utara, Indonesia.

Sejarah Pendidikan dan Masa Pertumbuhannya Menjadi Dewasa

Usia Tjong A Fie masih 18 tahun saat pertama menginjakkan kakinya di Tanah Deli, namun dia telah berkembang menjadi seorang anak muda China yang tangguh dan tidak kenal takut demi mengejar cita-citanya di tanah harapannya. Dia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan layaknya anak-anak kaya di China, kehidupannya lebih banyak dihabiskan bersama keluarganya sampai akhirnya dia menerima kenyataan harus hidup mandiri dan memulai segala hal dari nol. Satu-satunya keahlian yang dimilikinya saat itu hanya berdagang. Maka hanya dengan berdaganglah, Tjong A Fie beradaptasi di tampat tinggal barunya. Seorang pemilik toko kelontong, Tjong Sui Fo akhirnya memperkerjakannya. Karena sejak muda sudah lihai dalam berdagang, tidak butuh waktu yang lama bagi Tjong A Fie untuk sukses dalam bidang ini. Usaha Tjong Sui Fo pun mengalami banyak kemajuan sejak kedatangannya. Nama Tjong A Fie pun semakin dikenal tatkala dia menunjukkan kemampuannya dalam menjalin relasi. Dia mudah bergaul dan berteman dengan orang-orang dari berbagai bangsa yang beraneka ragam. Mulai dari kalangan Melayu yang kebanyakan adalah para tengku dari kerabat kaum bangsawan tanah Deli, orang-orang Arab, orangorang India dan juga orang-orang Belanda. Dia pun belajar Bahasa Melayu yang dianggapnya sangat penting. Hampir setiap hari, dia mulai berbahasa Melayu demi tujuan agar cepat akrab dengan masyarakat sekitar.

Sejarah Pekerjaan dan Reputasi

Berbekal kedekatannya dengan pemegang wilayah Tanah Deli, yakni Kesultanan Deli, dia pun dengan mudah melakukan manuver memperluas wilayah perkebunannya yang sudah dia rintis. Kemampuan dia melakukan lobi sangat mendukung dia dalam hal ini. Tak kurang dari perkebunan teh, tembakau, kelapa, karet dan kopi dimiliki oleh Tjong A Fie. Dia memiliki banyak pegawai yang tidak hanya berasal dari negeri China, namun juga masyarakat pribumi. Masyarakat sekitar pun sangat menghormatinya.

Semasa hidupnya, banyak kegiatan sosial yang dilakukan oleh Tjong A Fie demi membantu kehidupan masyarakat sekitarnya. Dia seringkali memberi santunan kepada fakir miskin dan anak-anak yang kurang mampu. Selain itu, pembangunan tempat-tempat ibadah merupakan hal yang lazim dilakukan oleh Tjong A Fie. Tidak hanya mesjid, tetapi gereja, kuil hindu dan kelenteng juga sudah dibangun Tjong A Fie di berbagai tempat. Dia seakan ingin membuktikan bahwa dirinya sangat menjunjung tinggi multikulturalisme yang ada di Kota Medan saat itu, dengan tidak membedabedakan suku, agama, ras dan bangsa. Ini juga membuktikan Tjong A Fie memiliki sisi religius yang kental. Masyarakat tentu sangat dimudahkan dalam hal ini. Mereka dengan mudah membangun kehidupan taat beragama dengan bantuan bangunan-bangunan suci itu. Hingga sekarang, keberadaan rumah ibadah ini masih berdiri tegak dan bisa dijumpai oleh siapa saja.

Ideologi Agama dan Masyarakat yang Mempengaruhinya

Tjong A Fie lahir dari sebuah keluarga penganut agama Kong Hu Chu. Dan diketahui hingga akhir hayatnya, beliau tidak pernah mengganti agamanya dan tetap setia mengikuti ajaran agama yang diturunkan dari keluarganya ini. Lain halnya jika berbicara mengenai budaya. Meskipun Tjong A Fie berdarah China tulen dengan asal usul budaya China yang kental dari kedua orang tuanya, itu tidak membuatnya serta merta membawa dan menerapkan budaya dirinya ke Tanah Deli. Dia menyadari bahwa budaya China dengan tradisi-tradisinya harus dilebur dengan budaya asli Indonesia agar kehadirannya sebagai seorang perantau bisa diterima dengan baik oleh masyarakat asli. Itulah yang menjadi dasar pemikirannya ketika dia memilih menikahi Lim Koei Yap, gadis asal Binjai, yang kental dengan budaya China Peranakan, sebuah budaya hasil akulturasi antara budaya China dengan budaya asli Indonesia.

Ajaran-ajaran Moral yang Diperjuangkan

Sikap arif, rendah hati, dan kedermawanan yang dimiliki Tjong A Fie membuat dirinya dengan cepat diterima oleh masyarakat sekitar saat itu. Kesultanan Deli dan pemerintah Belanda pun turut merasakan pengaruh besarnya. Royalitas Tjong A Fie yang ditunjukkan kepada pihak kesultanan dengan membangun suatu hubungan baik yang bertahan lama membuktikan bahwa dia memang menjadikan hubungan relasi sebagai fondasi suksesnya. Tanpa hubungan relasi yang kuat dengan pihak kesultanan, mustahil melihat dan mendengar kisah sukses Tjong A Fie saat ini. Salah satu faktor pendukung yang membangun hubungan relasi itu datang dari kemampuan komunikasi Tjong A Fie yang di atas rata-rata.

Harapan-harapannya untuk Masyarakat yang Akan Datang

Setumpuk cerita sukses Tjong A Fie akhirnya menemui ujungnya ketika ajal menjemputnya di tahun 1921. Tepatnya di tanggal 4 Februari 1921, ketika umurnya masih 61 tahun. Penyakit apopleksia atau pecah pembuluh darah di bagian otak menjadi penyebab utama kematiannya.

Namun, sebelum meninggal, dia menulis banyak surat wasiat melalui notaris Dirk Johan Facquin den Grave, warga keturunan Belanda. Salah satu surat wasiatnya membuat dia dipuji masyarakat, karena selain surat-surat wasiat yang lain menjelaskan tentang pembagian harta dan kewajiban keluarganya, surat wasiat ini lebih ke sisi kemanusiaan. Surat wasiat yang diberi nomor 67 ini sekaligus mengungkapkan harapan-harapannya kelak, diantaranya untuk menjaga budaya dan kerukunan beragama yang telah dibangunnya, memajukan pendidikan anak-anak Tjong A Fie, memberikan tunjangan-tunjangan pendidikan kepada generasi muda yang berkelakuan baik tanpa membedakan agama, suku ataupun golongan, memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan tanpa membedakan golongan atau bangsa