Rivai Apin merupakan seorang penulis yang hidup di zaman sastra era angkatan 45.
Bagaimanakah sosok Rivai Apin dilihat dari karya sastra yang telah dilahirkannya?
Rivai Apin merupakan seorang penulis yang hidup di zaman sastra era angkatan 45.
Bagaimanakah sosok Rivai Apin dilihat dari karya sastra yang telah dilahirkannya?
Rivai Apin dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padang Panjang. Ia berpendidikan SMA.
Pekerjaannya: tukang catut, pembantu pada Badan Kepolisian, redaktur majalah: “Noesantara”, redaktur “Gema Suasana”. Selanjutnya, ia jadi redaktur “Gelanggang” dari warta sepekan “Siasat” dan pembantu “Zenith” sejak Juni 1951.
Rivai Apin bersama-sama dengan Chairil Anwar dan Asrul Sani menyusun Tiga Menguak Takdir (PB 1950).
Di bawah ini dicantumkan sajaknya yang berjudul Putri Bening, Tali Jangkar Putus, dan Putusan Cita.
PUTRI BENING
Kenangan bagi gadis
desa-gunung
pagi dingin
pancuran dengan air putih bening
air sembahyang, telekung putih jernih
suci bening membungkus segala, selain muka
hidup bercahaya mata, merah membasah
bibirmu merkah
jelita menghimbau
senyuman, suci bening
sederhana sorga!
pemuda kota ini terpekur terpena memandang
(Padangpanjang, 7 April 1946)
Sajak di atas menggambarkan kecantikan seorang gadis desa gunung dengan pakaiannya yang suci bening. Hal ini mengakibatkan pemuda kota terpekur dan terpesona memandangnya.
TALI JANGKAR PUTUS
memang terasa
satu-satu tali dalam bulatan itu putus
dan setiap satu putus bertambah ngeri
hati penumpang kapal.
akhirnya putus jua semua
satu-satu tali dalam bulatan putus
ini napas satu-satu pula pergi
tiap menit, tiap detik
entah pabila habis semua.
Sajak Rivai Apin di atas menggunakan kata-kata yang biasa, sehingga kandungannya mudah dipahami. Sajak tersebut menggambarkan betapa ngerinya perasaan orang yang mengalami peristiwa itu.
PUTUSAN CINTA
Untuk teman dari Bandung
Gedung-gedung tiada lagi
hutan rimba sudah tumpas terbakar
Ya, ini semua sudah tiada …
Biarlah, biarlah
Di mana-mana tempat meruang
Di sana gedung kita dirikan.
Kandungan sajak di atas mudah dipahami karena Rivai Apin menggunakan kata-kata yang sudah biasa digunakan sehari-hari.
Bagian awal sajak tersebut melukiskan malapetaka. Namun, pada bagian akhirnya menggambarkan adanya pengharapan untuk bangkit kembali.