Siapakah kalamakara itu?

Dalam cerita Hindu dan Budha, KALAMAKARA itu awalnya berupa dewa yang tampan. Karena suatu kesalahan, ia mendapat hukuman dan kutukan dari Sang Hyang Widi, kemudian ia berubah menjadi raksasa yang buas dan setiap binatang yang dijumpainya dimakan dan diterkamnya. Dan terakhir memakan tubuhnya sendiri dan tinggal kepalanya.

Kala merupakan hiasan candi yang melambangkan waktu, maut dan hitam. Terletak di atas pintu masuk tangga candi. Kala berbentuk mulut raksasa terbuka tanpa rahang bawah, berada di bagian atas, sedang makara menyerupai kepala naga, Makara terletak di kanan dan kiri tangga pada pintu masuk candi. Makara ini melambangkan sebuah keselamatan.

Kalamakara merupakan dua kekuatan yang ada di alam:

Kala sebagai kekuatan di atas (kekuatan matahari)
Makara sebagai kekuatan di bawah (kekuatan bumi).

Kala bisa juga berarti waktu: setiap bentuk kehidupan manusia akan “dimakan” waktu. Hanya waktu yang “abadi”, sedangkan yang lain akan musnah.

Kalamakara adalah hiasan pintu masuk candi yang memiliki fungsi sebagai pengusir roh-roh jahat. Pada bangunan candi Borobudur kalamakara juga digunakan sebagai Jaladwara (Saluran air) yang terletak di sudut-sudut bangunan candi Borobudur.

Perbedaan Kalamakara antara Candi Jawa Tengah dengan Candi Jawa Timur

Kala di candi-candi dengan Langgam Jawa Timur digambarkan mempunyai rahang bawah (berdagu), jelas mempunyai sepasang cakar di kanan-kiri kepalanya dalam artian mengancam kejahatan yang akan mengganggu kesucian candi, pada beberapa candi zaman Singhasari dan Majapahit kepala Kala dilengkapi sepasang tanduk dan sepasang taring yang mencuat dari pipi kanan-kirinya.

Di Jawa Timur, Kala tidak lagi dipasangkan dengan bingkai Makara, melainkan dengan ular atau Naga yang diletakkan di samping kanan-kiri Kala.

Kala pada candi-candi Jawa tengah digambarkan tanpa rahang bawah (tidak berdagu), seringkali juga tidak mempunyai sepasang cakar, dan mengesankan wajah seekor singa simbol wajah kemenangan (kirttimukha).