BEBASARI
Singkatan ceritanya.
Maharaja Takular telah ditaklukkan oleh Rawana. Kerajaannya dirampas, karena Rawana mendengar kabar dari ahli nujum, bahwa Budjangga anak dari Maharaja Takular, nanti akan jadi jodohnya putri Bebasari, anak dari Bangsawan Sabari.
Rawana, tiada hendak percaya pada peruntungan yang telah ditentukan lebih dahulu, terus memisahkan kedua kecintaan itu, serta mengurung Bebasari dalam terungku, dijaga dengan kokoh oleh jihin dan peri.
Ketika Budjangga telah berumur, ia bermimpi melihat wajah Bebasari, terus jadi asyik berahi. Budjangga menanyakan arti mimpinya pada ayahnya. Si ayah menerangkan bahwa Bebasari tunangan Budjangga. Budjangga akan pergi mencari tunangannya tetapi ditahan oleh ayahnya dan mamanda Sabari.
Dakati dan Sabarinaratju menyuruh tuntut Bebasari.
Budjangga karena keras cintanya tiada memindahkan perkataan Sabari, melainkan pergi meninggalkan negerinya, menempuh tempat Rawana menerungku Bebasari, yang ditunjukkan oleh Sabainaratju.
Budjangga mengalahkan lasykar dan rakyat Rawana, mengusir Rawana dari kerajaan yang dirampasnya serta melepaskan Bebasari dari kurungan.
Budjangga kawin dengan Bebasari, seperti ysng telah dijanjikan oleh peruntungan alam dari mulanya. (Effendi, 1953 : 6)
Setelah Budjangga mengalahkan Rawana dan membebaskan Bebasari dari terungku Rawana, maka Bebasari bersajak seperti yang berikut.
Kakanda, dari zaman berganti zaman.
Tetap hatiku menanti tuan.
Kakanda bakal membawa merdeka.
Sebab cintamu kepada loka.
Susah payah tuan kemari.
Menyeberangi darah menempur duri.
O, kakanda, junjungan beta.
Tida’ kemenangan dipinta.
Tiap pekerjaan meminta korban.
Tiap asmara melupakan badan.
Adapun kita hidup di sini.
Selintas lalu sebagai mimpi.
Selama hidup ta’ putus perang.
Itulah kehendak zaman sekarang.
Asmara sayap usaha yang tinggi.
Asmara kepada bangsa sendiri.
(Effendi, 1953 : 59)
PERCIKAN PERMENUNGAN
(Kumpulan Sanjak)
Percikan Permenungan terbit di Padang pada bulan Maret 1925 tidak beberapa lama sesudah Bebasari (tonil) terbit. Kedua buku itu dikarang dan disusun dalam waktu dan suasana yang bersamaan.
Di bawah ini dicantumkan dua bait dari sanjaknya yang bernama Bukan Beta Bijak Berperi
Bukan beta bijak berperi,
pandai mengubah madahan syair;
Bukan beta budak negeri,
musti menurut undangan mair.
Sarat saraf saya mungkiri;
Untai rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
(Percikan Permenungan, 1925 : 28)
Menurut Prof. Dr. Teeuw, sanjak di atas bentuknya bertentangan dengan isinya. Bentuk seperti pantun, bersajak akhir a b a b. Untaian itu pada bagiannya yang pertama tidak mengandung persediaan menuju bentuk dan/atau isi dalam bagiannya yang kedua, tetapi untaian-untaian itu merupakan kesatuan lanjut, menurut isinya (Teeuw, 1959 : 81).
Pada bentuk sanjak di atas dapat kita lihat keadaannya yang berikut:
-
tiap bait terdiri atas empat baris
-
tiap baris berganti-ganti 9 dan 10 suku kata.
-
Bersajak a b a b.
-
tidak mengandung sampiran seperti pada pantun (2 baris pada setiap bait)
-
tiap bait merupakan satu kesatuan isi (tidak ada sampiran)
Dengan demikian, sanjak yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi, bukanlah pantun.
Referensi
http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1-sejarah-a.pdf