Dalam bidang sastra, dari tangan Yaminlah mula-mula lahir bentuk soneta, yang kemudian diikuti oleh penyair-penyair Pujangga Baru. Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa sebenarnya Yaminlah yang sebenarnya lebih dahulu memelopori Pujangga Baru.
Sajak-sajak Muhammad Yamin yang mula-mula dalam tahun 1920 masih menyanyikan Andalas: Tanah Airku. Baru dalam tahun 1928, di antaranya atas usaha dan kegiatan Muhammad Yamin, pergerakan pemuda daerah-daerah meleburkan diri dalam Indonesia Muda, yang berkongres dalam tahun itu juga di bawah pemimpin Muhammad Yamin sendiri. Dalam kongres itulah (28 Oktober 1928) diresmikan: Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, dalam tahun 1929 nyanyian Muhammad Yamin bukan lagi melagukan Andalas: Tanah Airku, tetapi menjadi Indonesia: Tanah Airku.
Perlu dicatat bahwa pada mulanya, terdapat pemuda-pemudi yang sudah pandai berbahasa Belanda berkeinginan hendak menjadikan bahasa Belanda menjadi bahasa penghubung di kalangan mereka. Syukurlah keinginan ini tidak berkembang. Hal ini disebabkan pemuda-pemuda lain hendak meletakkan dasar bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Di antaranya Muhammad Yamin! Tidak saja dipertahankan dengan suaranya, tetapi juga dengan perbuatan dan kegiatannya memakai bahasa Indonesia. Usahanya tiada sia-sia karena segera diikuti oleh yang lain, Sanusi Pane di lapangan sastra mengikuti langkah Muhammad Yamin, dan demikian juga dalam tahun 1921, Muhammad Hatta sesungguhnya telah lebih dahulu bersajak dalam bentuk (soneta) dalam Jong Sumatra bernama Beranta Indera.
Di bawah ini dicantumkan soneta Muhammad Yamin.
PERMINTAAN
Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku.
Sebelah Timur pada pinggirku
Didapati langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku.
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di pasir
Di sanalah jiwaku mulai tertabur.
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barisan sebelah pesisir
Di sanalah hendak aku berkubur
(Di lautan Hindia, Juni 1921)
Di bawah ini dicantumkan soneta tunggal Muhammad Hatta
BERANTA INDERA
Lihatlah timur indah berwarna,
Fajar menyingsing haripun siang;
Syamsu memancarkan sinar yang terang,
Khayal tersenyum berpanca indera.
Angin spoi bertiup dari angkasa
Merembus ke tanah, ranting digoncang;
Margasatwa melompat keluar sarang,
Melihat beranta indera indah semata.
Langit lazuardi teranglah sudah,
Bintang pun hilang berganti-ganti;
Cahaya Zuhari mulai muram.
Haiwan menerima selawat 'alam,
Hari pun girang tiada terperi;
Melihat kekayaan Subhan Allah.
(Dari: Jong Sumatra, November 1921)
Sajak soneta terdiri atas empat bait. Bait pertama dan kedua masing-masing terdiri atas empat baris, sedangkan bait ketiga dan keempat masing-masing terdiri atas tiga baris.
Muhammad Hatta mewarnai sajaknya dengan sejumlah kata-kata yang bukan termasuk kata-kata sehari-hari, yang dapat dikategorikan sebagai bahasa sastra. Kata-kata yang dimaksud adalah yang berikut:
-
beranta (dari kata pranta (Skt)= maksudnya alam luas
-
Antah Beranta = negeri besar indera = nama dewa yang menguasai angkasa
-
Beranta indera = dimaksudkan alam semesta (pada waktu subuh)
-
marga (Skt) = jalan
-
satwa = binatang, hewan yang merayap
-
Lazuardi (Parzi) = permata atau langit yang berwarna biru
-
Zuhari (Zuhar Arab) = bintang Venus atau bintang Barat dan pada waktu subuh dinamakan bintang Timur
-
cahaya Zuhari = cahaya yang terpancar dari bintang Timur (Usman, 1959 : 155)
Karangan Muhammad Yamin
-
Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan sajak,1951)
Karangan-karangan Muhammad Yamin yang diambil dari sejarah
Yang berupa terjemahan
Referensi
http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1-sejarah-a.pdf