Siapakah Itu Hamka?

image

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Bapaknya bernama Doktor Haji Abdul Karim Amrullah, seorang ulama Islam yang terkenal di Sumatra; pembawa paham-paham pembaruan di Minangkabau. Hamka dilahirkan di Sungai Batang, Meninjau, Sumatera Barat pada tanggal 16 Februari 1908. Pendidikannya hanya sampai kelas II sekolah desa. Karena nakalnya dia dikeluarkan dari sekolah.

Bagaimanakah perjalanan hidup seorang Hamka?

Dari pihak ibu, Hamka mewarisi darah seni; orang tua ibunya ahli pencak sejenis tari-tarian yang digemari di Minangkabau. Dari kakeknya itulah dia sering mendengar pantun-pantun lama.

Waktu kecilnya, Hamka sering di bawa kakeknya ke danau Maninjau, sebuah danau yang indah di Minangkabau. Pemandangan alam sekeliling danau itu sangat berkesan pada sanubarinya.

Ketika usia enam tahun, dia di bawa ayahnya ke Padang Panjang. Setelah tujuh tahun dia dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji Qurán pada ayahnya sendiri sampai tamat.

Dari tahun 1916 sampai tahun 1923, dia belajar agama pada sekolah Diniyah School dan Sumatra Thawabib di Padang Panjang. Gurunya pada waktu itu ialah Sjch Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdulhamid dan Zainuddin Lebay.

Hamka mengalami penderitaan masa kecil yang sangat berpengaruh pada dirinya akibat perceraian antara ayah dan ibunya. Perceraian itu disebabkan oleh desakan kaum famili yang sangat besar campur tangannya terhadap rumah tangganya.

Setelah menguasai bahasa Arab, segera dia mengenal nama-nama Manfaluthi, Abduh, Mustafa Sidik Rafií, Zaki Mubarak, Husain Pasja, dan lain-lain.

Melalui terjemahan bahasa Arab, dia mengenal Plato, Sokrates, Pierre Loti, Bernardin de St. Pierre, dan lain-lain pujangga dunia. Kesemua itu memberi kesan, corak, dan arah pada jiwa Hamka. Campuran pengaruh-pengaruh itulah yang membentuk Hamka sebagai seorang sastrawan yang lincah dan sangat produktif dengan hasil-hasil karya sastranya.

Hamka tidak selalu berada pada suatu tempat, tetapi ia selalu melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman hidup.

Dalam tahun 1924, ia berangkat ke Jogja untuk mempelajari pergerakan-pergerakan Islam. Di tempat itu, ia dapat kursus pergerakan dari H.O.S. Tjokroaminoto, H. Fachruddin, dan Kijai Sutan Mansjur, suami saudaranya.

Dalam tahun 1925, ia kembali ke Padang Panjang. Ketika itu ia sudah mulai mengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya berjudul Chatibul Ummah.

Selanjutnya dalam tahun 1927, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Pengalaman naik haji memberi ilham bagi Hamka untuk lahirnya romannya yang pertama, yang bernama Di Bawah Lindungan Ka’bah. Sekembalinya, ia membantu Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah di Jakarta.

Pengalaman Hamka terhadap masyarakat Bugis Makassar ketika pindah ke Makassar menimbulkan ilham untuk lahirnya romannya yang kedua yang bernama Tenggelamnya Kapal van der Wijck.

Karena keahliannya dalam berbagai bidang, baik sebagai pengarang, pujangga, dan filosof Islam, menyebabkan ia diangkat oleh pemerintah menjadi anggota Badan Pertimbangan Kebudayaan dari kementerian P.P. dan K, di samping sebagai dosen luar biasa pada Perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di Makassar. Selain itu, ia juga menjadi penasihat pada Kementerian Agama.

Dalam tahun 1958, Hamka diundang oleh Pemerintah Mesir; dan dengan pidatonya yang berjudul: Pengaruh Muhammad Abdu di Indonesia, beliau dihadiahkan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar Mesir.

Selanjutnya, dalam tahun 1959, beliau memimpin majalah Panji Masyarakat, majalah pengetahuan dan kebudayaan Islam. Majalah ini pernah dihentikan penerbitannya oleh penguasa perang Jakarta Raya, tahun 1960, karena memuat tulisan Dr. Moh. Hatta “Demokrasi Kita”.

Hamka memiliki kemampuan baik menulis maupun berbicara atau baik lisan maupun tulisan. Selain menulis sajak-sajak, novel dan roman juga Tafsir Qur’an. Selama 25 tahun, ia telah menulis tidak kurang dari 60 buah buku.

Karena keahlian berpidato, dan juga penggunaan bahasa yang baik dan ucapan yang fasih pada peringatan hari-hari besar Islam sering diundang berceramah ke seluruh pelosok tanah air.