Siapa yang termasuk orang-orang yang berhijrah di jalan Allah SWT?

ORANG YANG BERHIJRAH DI JALAN ALLAH

QS. An-Nisa’ [4] : 66

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ ٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ أَوِ ٱخْرُجُوا۟ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا۟ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا
وَإِذًا لَّءَاتَيْنَٰهُم مِّن لَّدُنَّآ أَجْرًا عَظِيمًا

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),
dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,

Dalam al-Qur’an lafaz-lafaz, hijrah memiliki kata dasar h — j — r yang terbentuk dalam berbagai macam derivasi atau kata turunannya yang secara keseluruhan terdapat 31 ayat dan tersebar dalam 17 surat.

Sepuluh ayat termasuk dalam kategori surat Maklyyah dan selebihnya yang terdiri dari 21 ayat termasuk surat Madaniyyah.

Miftah Faridl memberi keterangan bahwa pemahaman ayat¬ayat tersebut dikaitkan dengan berbagai kandungan nilai dan ajaran agama. Di antaranya kata hijrah mengandung arti perintah meninggalkan perbuatan dosa. Arti lain dari kata hijrah adalah meninggalkan kemungkinan-kemungkinan penghinaan dari pihak lain yang menyangkut masalah kelangsungan ajaran agama, dan hijrah yang dilakukan oleh seorang suami terhadap keluarganya yaitu ketika seorang istri melakukan kesalahan dan pelanggaran dan tidak mau lagi dinasihati disebut pula dengan nusyuz.

Menurut al- Ragib al-Asfahani; hijrah berasal dari kata hajara yang memiliki makna pemisahan diri manusia dengan manusia lain baik itu hijrah secara badaniyah, hijrah secara lisan atau hijrah secara qalbiyah.

Lebih lanjut menurut al-Asfahani kata hijrah ada yang berarti hanya digunakan sebagai kiasan untuk tidak boleh mendekati. Ada lagi kata hijrah yang bermakna sebagai sesuatu yang tidak diacuhkan. Sebagai kebalikan dari sambung hijrah dapat berarti pula putus.

Adapun yang dimaksud dengan muhajirin adalah orang-orang yang pergi bersama Nabi Muhammad sawi. Menurut orang-orang Badui, bahwa asal kata muhajirin adalah karena mereka telah meninggalkan tempat tinggal mereka hanya semata-mata karena Allah SWT.

Kalau dalam literatur sufi modem, hijrah Nabi Muhammad saw. dipandang sebagai tahapan penting dalam perj alanan spiritual untuk kembali kepada. Allah SWT. Hijrah dipandang sebagai proses pembersihan diri, karena ia telah berusaha menanggung kesulitan-kesulitan fisik demi cintanya kepada Allah SWT.

Secara tidak langsung mengkaji konsep hijrah berkaitan pula dengan jihad karena dalam berhijrah di sana manusia membutuhkan sebuah perjuangan dan tekad yang kuat sebagai bentuk dari pada jihad itu sendiri.

Menurut Ali Syari”ati, hijrah artinya tidak terbatas pada meninggalkan tempat tinggal. tetapi juga mempunyai makna meninggalkan sesuatu yang melekat pada diri sendiri.“

Dalam-konteks perjuangan ideologi tauhid, hijrah adalah bersikap tetap konsisten terhadap Islam dan yang harus terukir dalam diri manusia nilai jihad sepanjang masa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Tidak ada kewajiban hijrah setelah pembukaan Fathu al-Makkah, akan tetapi yang ada adalah kewajiban jihad dan niat. Dan apabila kamu sekalian diseru untuk keluar ke medan jihad maka berangkatlah”. (HRBukhari).

Hadis tersebut menyerukan kepada ummat Islam agar mempersiapkan diri untuk berjihad, sebagaimana dapat kita lihat dalam perintah-Nya untuk berperang yaitu dalam firman-Nya, dan jika diperintahkan untuk berperang maka berangkatlah. Hal ini seiring dengan firman Allah SWT

“Dan sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Nahl/ 16: 110)

Ayat di atas menunjukkan bahwa sabar dan hijrah merupakan jalan terakhir untuk menghindari ancaman musuh yang tidak dapat dipertahankan lagi.

Maksud hijrah dalam ayat di atas adalah meninggalkan negeri dan keluarga setelah adanya penganiayaan dari pihak lain menuju negeri Islam. Setelah menelaah berbagai macam penafsiran, ternyata hijrah memiliki beragam makna. Di sana ada hijrah secara fisik dan hijrah secara psikis.

  • Hijrah secara psikis yang dimaksud adalah sesuatu yang mengarah pada perubahan-
    perubahan, menuju suatu kebaikan.

  • Hijrah secara fisik yang dimaksudadalah sebagaimana disinyalir dalam al-Qur” an secara umum, yaitu perpindahan nabi beserta sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Madinah dalam rangka untuk memperteguh atau menyelamatkan keyakinan agama dari ancaman musuh yang menyerang.

Hijrah tidaklah monopoli milik sejarah Islam. Dengan demikian, pemaknaan hijrah seperti tersebut di atas jika dikondisikan dengan keadaan Islam sekarang terlihat kurang sesuai dan terlalu sempit. Untuk mendapatkan makna yang tepat, tentu harus dikembalikan kepada al-Qur”an sebagai sumber ajaran pertama dan didukung dengan penafsiran para mufassir sebagai penjelasnya.

Hijrah menurut al Tabari

Untuk lebih dapat memberikan gambaran terkait dengan makna hijrah, dapat dilihat misalnya ketika al Tabari menafsirkan hijrah yang terdapat dalam ayat Al Quran berikut ini

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik””(QS al-Muzzammil /73:10).

Hijrah pada ayat di atas dimaknai sebagai sikap menjauhi orang-orang musyrik karena sikap mereka yang menyakitkan dan memperolok-olok Nabi, dengan syarat menjauhinya karena Allah SWT.

Selanjutnya dapat kita lihat pula ketika ia menafsirkan yang berbunyi

Hai orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah peringatan!
dan Tuhanmu agungkanlah!
dan pakaianmu bersihkanlah,
dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
(QS al-Muddassir /74: 1-5)

Dalam ayat diatas, hijrah yang dimaksud adalah sikap menjauhi atau meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa yang dapat berbentuk penyembahan berhala atau perbuatan maksiat, karena maksiat mendatangkan dosa dan siksa. Jadi yang dimaksud dalam ayat di atas adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Dengan begitu al-Tabari dalam memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat tentang hijrah melihat konteks ungkapan dalam al-Qur*an.

Selanjutnya dapat dilihat pula dalam ayat berikut ini

Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. QS. Al-Furqan Ayat 30

Menurut al-Tabari bahwa yang dimaksud dengan hijrah pada ayat di atas adalah tidak adanya kemauan untuk mendengarkan al-Qur”an sebagai sesuatu yang haq dan bahkan mereka memperolok-oloknya. Dengan demikian mereka telah meninggalkan al-Qur’an yang hal tersebut biasanya dilakukan oleh orang-orang musyrik.

Hijrah di sini artinya adalah sesuatu yang tidak diacuhkan kemudian ditafsirkan dengan
(mereka tidak mau mendengarkan al-Quran). Menurutnya hijrah tidak hanya terbatas pada pengertian hijrah secara badaniyah saja, melainkan dapat berartipula hijrah secara qalbiyah yang disebut dengan perubahan sikap mental.

Muhammad Quraish Shihab dalam karyanya Lentera Hati menjelaskan bahwa bekal yang paling utama di dunia adalah akidah. Sebagaimana tumbuhnya akidah pada manusia dapat kita perhatikan dalam peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw.

Di sana hijrah menggambarkan sebuah perjuangan untuk menyelamatkan akidah. Menurutnya hijrah merupakan sebuah perjuangan besar yang diiringi dengan sikap optimisme.

Ismail R. al-Faruqi dalam bukunya yang berjudul “Hakekat Hijrah” mengupas betapa pentingnya peristiwa hijrah, karena hijrah menjadikan Islam sebagai sumber hukum sosial, ekonomi, politik dan militer suatu negara. Hijrah telah melahirkan suatu masyarakat majemuk dengan sistem yang majemuk pula. Hal ini menunjukkan tingginya nilai-nilai peristiwa hijrah. Pada saat itu Nabi beserta kaumnya. benar-benar dalam keadaan yang sangat terhimpit oleh orang-orang kafir.

Ali Syari”ati memaparkan makna hijrah sebagai pemutusan keterikatan masyarakat terhadap tanahnya sehingga dapat mengubah pandangan manusia terhadap alam yang pada akhirnya dapat menghilangkan suatu kejumudan, kemerosotan sosial, pemikiraan dan mengubah masyarakat yang jumud menjadi masyarakat yang dinamis.

Majid Ali Khan secara rinci menjabarkan tentang kondisi atau keadaan yang terjadi pada masa hijrah sejak tahun pertama sampai tahun kesebelas hijrah. Mulai dari masuknya Rasulullah saw. ke Quba, pembangunan Masjid Nabawi, persaudaraan kaum muslimin, dan sebagainya.

Nurcholish Madjid menyebut hijrah sebagai peristiwa supranatural seperti mukjizat, jika hal ini dilihat dari segi ketika Nabi melakukan hijrah atas dasar izin Allah SWT. di mana pada saat-saat terakhir sebelum meninggalkan kota Makkah nabi sedang bercakap-cakap dengan Abu Bakar tentang perihal kepergiannya ke Madinah.

Hijrah disebut juga sebagai peristiwa historis sosiologis karena peristiwa itu terj adi dengan mengikuti sunnatullah yang tidak berubah-ubah sifatnya.

Menurut Nurcholish Madjid, salah satu makna hijrah adalah peningkatan kualitatif perjuangan dalam rangka untuk menciptakan masyarakat yang sebaik-baiknya.

Momentum hijrah ada dua, yaitu kecil dan besar. Momentum hijrah kecil adalah dimana seorang muslim merubah dirinya yang awalnya belum taat menjadi taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Momentum hijrah besar adalah perpindahan seorang muslim dari tempat yang dianggap tidak memadai untuk ditinggali ke tempat yang lebih layak untuk ditinggali seperti hijrah nya Rasul dari Mekah ke Madinah