Siapa Saja Golongan-golongan Yang Berhak Menerima Zakat?

Zakat

Zakat dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya).

Sebutkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat!

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Berikut ini adalah delapan golongan yang berhak menerima zakat.

1. Al-fuqara’
Orang fakir (orang melarat) yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki harta dan tidak mempunyai tenaga untuk menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seumpama orang fakir adalah orang yang membutuhkan 10.000 rupiah, tapi ia hanya berpenghasilan 3.000 rupiah. Maka wajib diberikan zakat kepadanya untuk menutupi kebutuhannya.

2. Al Masakin
Orang miskin berlainan dengan orang fakir. Ia tidak melarat, ia mempunyai penghasilan dan pekerjaan tetap, tapi dalam keadaan kekurangan, tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seumpama orang miskin adalah seumpama orang yang membutuhkan 10.000 rupiah, tapi ia hanya berpenghasilan 7.000 rupiah. Orang ini wajib diberi zakat sekadar untuk menutupi kekurangan dari kebutuhannya.

3. Al’amilin
Al’amilin merupakan amil zakat (panitia zakat), orang yang dipilih oleh imam untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat harus memiliki syarat tertentu, yaitu muslim, akil dan baligh, merdeka, adil (bijaksana), mendengar, melihat, laki-laki dan mengerti tentang hukum agama. Pekerjaan ini merupakan tugas baginya dan harus diberi imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya, yaitu diberikan kepadanya zakat.

4. Mualaf
Mualaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum mantap imannya. Mualaf terbagi atas tiga bagian.
Orang yang masuk Islam dan hatinya masih bimbang, maka ia harus didekati dengan cara diberikan kepadanya bantuan berupa zakat orang yang masuk Islam dan ia mempunyai kedudukan terhormat. Maka diberikan kepadanya zakat untuk menarik yang lainnya agar masuk Islam. Orang yang masuk Islam jika diberikan zakat ia akan memerangi orang kafir atau mengambil zakat dari orang yang menolak mengeluarkan zakat.

5. Dzur Riqab
Yaitu hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekakan dirinya dari majikannya dengan tebusan uang. Dalam hal ini mencakup juga membebaskan seorang muslim yang ditawan oleh orang orang kafir, atau membebaskan dan menebus seorang muslim dari penjara karena tidak mampu membayar diat.

6. Algharim
Yaitu orang yang berutang karena untuk kepentingan pribadi yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Orang ini sepantasnya dibantu dengan diberikan zakat kepadanya. Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat Islam atau berutang untuk kemaslahatan umum seperti membangun masjid atau yayasan Islam, maka dibayar utangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.

Sesuai dengan sabda Nabi dalam Hadis Riwayat Abu Daud, “Sedekah itu tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya kecuali lima sebab: orang yang berperang di jalan Allah, atau pengurus sedekah atau orang yang berutang atau orang yang membeli sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah dari orang miskin dari hasil sedekah.”

7. Fi sabilillah (Almujahidin)
Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah) tanpa gaji dan imbalan demi membela dan mempertahankan Islam dan kaum muslimin.

8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil merupakan musafir yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan bertujuan maksiat di negeri rantauan, lalu mengalami kesulitan dan kesengsaraan dalam perjalanannya.

Al-Qur’an telah menetapkan dan menjelaskan kelompok orang yang berhak menerima zakat. Firman Allah SWT:

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat yang dilunakan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban bagi Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)

Delapan golongan yang berhak menerima zakat dalam Al-Qur’an itu merupakan kesepakatan para ulama. Adapun perincian dari delapan golongan tersebut yaitu:

Orang faqir ( al-fuqarâ )

Al-fuqarâ adalah bentuk jama’ dari al - faqir. Al-faqir menurut mazhab Syafi’i dan Hambali adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Menurut mazhab Hanafi adalah orang yang tidak memiliki barang apa-apa di bawah nisab menurut hukum zakat yang sah. Menurut mazhab Maliki faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun.

Sedangkan menurut pemuka tafsir Tabari yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya yang dinamakan faqir ialah orang yang dalam kebutuhan tapi dapat menjaga dirinya dengan tidak meminta-minta.

Miskin ( al-masakin )

Orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau mampu bekerja, tetapi penghasilannya tidak mampu memenuhi hajat hidupnya. Menurut pendapat Imamiah, Imam Hanafi dan Maliki, orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang fakir. Sedangkan menurut Imam Hambali dan Syafi’i orang miskin adalah orang yang memiliki separuh dari kebutuhan.

Amil zakat

Amil adalah orang yang ditunjuk oleh pemimpin umat Islam atau pemimpin negara untuk mengumpulkan zakat.35 Adapun seseorang yang menjadi amil disyaratkan memiliki sifat kejujuaran serta menguasai tentang hukum zakat. Konsep amil zakat dilihat dari kajian fikih memiliki pengertian sebagai orang atau lembaga yang mendapat tugas untuk mengambil, memungut, dan menerima zakat dari para muzaki, menjaga dan memeliharanya kemudian menyalurkannya kepada para mustahik.36 Adapun zakat yang diberikan kepada seorang amil adalah sebagai upah atas kerja yang dilakukannya.

Mualaf orang yang lunak hatinya

Yang termasuk mualaf ialah orang-orang yang lemah hatinya serta niatnya untuk masuk Islam. Dalam hal seperti ini, zakat dibagikan untuk mendapatkan dan memperoleh bantuan dalam mempertahankan umat Islam. Para ulama membagi mualaf dalam dua golongan, muslim dan non- muslim (kafir). Dari dua golongan tadi dibagi lagi ke dalam beberapa bagian yaitu:

Golongan muslim

  • Pemimpin maksudnya kelompok yang diperhitungkan di antara kaum muslim dan berpengaruh di atara kaum kafir. Mereka berhak mendapatkan zakat, hal ini diharapkan agar mereka masuk agama Islam.

  • Pemuka kaum muslim yang beriman lemah. Dengan diberi zakat diharapkan zakatnya itu dapat meningkatkan imannya dan meneguhkan keislamannya.

  • Kelompok kaum muslim yang berada di perbatasan kaum kafir dengan adanya zakat sebagai bantuan diharapkan dapat mempertahankan daerah Islam.

  • Petugas zakat. Segolongan kaum muslim yang bertugas mengumpulkan zakat, baik melalui ajakan maupun paksaan, dari orang yang tidak mau mengeluarkan zakat dapat dikelompokkan sebagai orang yang berhak menerima zakat bertujuan untuk mempertahankan kesatuan kaum muslim.

Mualaf dari golongan non-muslim (kafir)

  • Orang-orang yang masuk Islam melalui kedamaian dalam hatinya.

  • Orang-orang yang dikhawatirkan berbuat jahat. Diharapkan dengan diberi zakat akan terhindar dari permusuhannya.

Budak ( riqâb )

Para budak yang dimaksudkan di sini oleh para ulama adalah para budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar atau menebus diri mereka.

Seperti halnya pendapat yang dikemukakan oleh mazhab Maliki yang mengatakan bahwa seharusnya para budak itu dibeli dengan bagian zakat yang mereka terima sehingga mereka bisa merdeka. Adapun syarat pembayaran zakat budak yang dijanjikan untuk dimerdekakan ialah budak tersebut harus muslim dan memerlukan bantuan.

Orang yang terbebani hutang (Ghârim)

Orang yang terbebani hutang yang digunakan tidak untuk perbuatan maksiat berhak menerima zakat untuk melunasi hutang-hutangnya. Menurut mazhab Hanafi orang yang terbebani hutang ialah orang yang benar-benar memiliki hutang dan tidak memiliki apa-apa selain utang- utangnya. Adapun orang yang berhutang itu dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

  • Orang yang menanggung hutang orang lain

  • Orang yang salah mengatur keuangan

  • Orang yang bertanggung jawab untuk melunasi hutang

  • Orang yang terlibat perbuatan dosa dan kemudian bertobat.

Semua golangan yang tercantum di atas boleh menerima zakat agar hutang-hutang yang dimilikinya terlunasi.

Orang yang berada di jalan Allah ( Sabilillah )

Yang termasuk dalam golongan orang-orang yang berjuang di jalan Allah adalah orang-orang yang berjuang dan berjihat agar Islam berjaya dengan tidak mengharapkan imbalan. Seperti Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berpegang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. As-Saff: 4)

Beberapa kriteria yang dapat digolongkan sebagai sabilillah yang berhak menerima zakat di antaranya yaitu:

  • Orang-orang yang melakukan persiapan berperang di jalan Allah yang membutuhkan peralatan seperti senjata, makanan, dan trasportasi.

  • Orang-orang yang menyebarkan Islam

  • Orang-orang yang menuntut ilmu keagamaan baik siswa, sarjana maupun para peneliti.

  • Diberikan terhadap orang-orang yang membangun serta mengorganisasikan aktifitas yang bergerak dalam keislaman serta penyebaran ilmu pengetahuan, seperti, TPA, TPQ, Pesantren dan lembaga-lembaga organisasi lainnya.

Ibnu sabil

Ibnu sabil ialah orang yang berpergian (musafir) yang tidak memiliki uang untuk pulang ke tempat asalnya. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa ibnu sabil hendaknya diberi zakat dalam jumlah yang cukup untuk menjamin mereka pulang, dengan syarat orang yang melaksanakan perjalanan tidak dengan tujuan maksiat.

Dari kedelapan golongan di atas dikelompokkan lagi ke dalam dua kategori, yaitu kategori kelompok yang menjadi prioritas utama dalam distribusi zakat dan kelompok yang mendapatkan zakat setelah kelompok yang pertama.

Adapun kelompok yang termasuk ke dalam kelompok prioritas yaitu fakir, miskin, amil, dan muallaf. Sedangkan yang masuk pada kelompok kedua mendapatkan zakat setelah kelompok yang diprioritaskan adalah budak ( riqâb ), orang yang memiliki hutang ( ghârim ), sabilillah, dan ibnu sabil .

Referensi :

  • Fahrur Mu’iz, ZAKAT A-Z: Panduan Mudah, Lengkap, dan Praktis tentang Zakat (Solo: Tinta Medina, 2011)
  • Yasin Ibrahim al-Syaikh, Zakat: Menyempurnakan Puasa Membersihkan Harta (Bandung: Marja, 2004).

Zakat sebagai rukun Islam ketiga sebenarnya berkaitan erat dengan perintah beribadah (shalat) yang merupakan rukun Islam kedua. Itu artinya bahwa perintah beribadah (shalat) dan zakat adalah satu kesatuan yang utuh yang mempunyai tujuan untuk memurnikan kembali nilai tauhid dalam diri sekaligus mensucikan harta benda yang dimilki selama masih hidup.

Satu kesatuan antara kedua perintah ini tersebutkan dalam beberapa firman Allah SWT dalam Al Qur’an, yaitu:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.” (QS. Al Mukminun: 1-5)

Dari arti kedua ayat tersebut dapat kita lihat bahwa perintah shalat dan zakat selalu dikaitkan menjadi satu sebagai perintah peribadatan kepada Allah SWT yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Terutama melaksanakan shalat wajib.

Dalam ajaran Islam terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat atau disebut dengan mustahiq. Tentunya dengan beberapa syarat dan kadar yang harus sesuai dengan syariat yang telah berlaku.

Berikut golongan (penerima zakat) menurut ajaran Islam, diantaranya:

1. Kaum Fakir

Kebanyakan orang beranggapan bahwa orang fakir dan orang miskin adalah golongan yang sama, padahal tidaklah demikian. Fakir tidaklah sama dengan miskin. Fakir ialah orang yang tidak memiliki penghasilan sedikit pun. Kalau pun dia memiliki penghasilan, penghasilan tersebut tidak mencapai atau tidak menutupi separuh kebutuhan hidupnya.

Dalam ukuran orang Indonesia, golongan fakir bisa disematkan kepada para tunawisma, yaitu orang yang bahkan tidak memiliki tempat tinggal atau bisa juga disematkan kepada orang-orang yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan makan seharu-hari pun mengalami kesulitan, seperti halnya hanya mampu makan sekali dalam sehari. Kalau pun mampu makan sehari sebanyak dua atau tiga kali sehari, itupun tidak setiap hari bisa dilakukannya, kemungkinan hanya 2 – 3 hari dalam seminggu.

Itulah kriteria orang fakir yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal (harta) yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam yang mampu dan memenuhi syarat (artinya terbebas dari 8 golongan yang wajib menerima zakat).

2. Kaum Miskin

Begitu pula dengan miskin, miskin tidaklah sama dengan fakir. Menurut sebagian ulama, kondisi orang miskin masih lebih baik dibandingkan orang fakir meskipun sebenarnya penghasilan yang mereka dapat juga tidak mampu mencukupi atau menutupi kebutuhannya.

Namun setidaknya mereka mampu untuk mencukupi kebutuhan makanannya sehari-hari. Dan setidaknya mereka memiliki kemampuan untuk mencukupi separuh dari kebutuhan hidupnya. Begitulah kriteria orang yang dikatakan miskin yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal (harta).
Meskipun sebenarnya para ulama sedikit mengalami perbedaan pendapat mengenai status fakir dan miskin ini. Di mana ada sebagian ulama yang menyebutkan bahwa kondisi fakir lebih parah dari miskin dengan alasan karena kata fakir disebutkan terlebih dahulu daripada kata miskin dalam sebuah ayat. Sedangkan sebagian yang lain menyebutkan bahwa kondisi miskin lebih parah dari fakir.

Adapun ayat yang dimaksud ialah QS. At-Taubah: 60, yang artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit hutang, [7] untuk jalan Allah, dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan”. (QS. At-Taubah: 60)

3. Amil Zakat

Amil zakat ialah orang yang bertugas menangani dan mengurusi zakat. Berkat jasanya dalam bekerja mengurusi zakat tersebutlah dia berhak pula menerima zakat tersebut. Namun yang benar-benar disebut sebagai amil zakat di sini ialah orang yang memang berprofesi utamanya sebagai pengurus zakat.

Jikalau ada pekerjaan lainnya, namun pekerjaan tersebut hanya berupa sampingan yang tidak mengesampingkan profesi utamanya sebagai pengurus zakat.

Syarat lain dari seorang amil zakat yang berhak menerima zakat ialah amil yang benar-benar secara resmi diangkat oleh Negara, organisasi, lembaga maupun yayasan resmi yang mengurusi tentang perzakatan. Artinya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan resmi bukan serabutan atau sampingan dan mendapat pengawasan yang resmi dari badan terkait.

4. Mu’allaf

Mu’allaf ialah sebutan bagi orang yang baru masuk Islam. Sebagaimana disebut dalam salah satu firman Allah dalam Al Qur’an surat At Taubah: 60, yang artinya adalah “orang-orang yang hati mereka dilunakkan agar masuk Islam atau agar keimanan mereka meningkat, atau untuk menghindari kejahatan mereka.”

Adapun dari penjelasan di atas, mu’allaf dapat terbagi menjadi tiga golongan yang berhak menerima zakat, diantaranya:

  • Pertama: orang-orang kafir yang hati mereka sudah cenderung kepada Islam. Dalam artian mereka diharapkan agar bisa masuk Islam karena dengan masuknya mereka diyakini akan membuat Islam menjadi lebih kuat.

  • Kedua: orang-orang kafir yang diharapkan supaya menghentikan kejahatan yang dilakukannya kepada kaum muslim (Islam) dengan cara memeluk Islam sebagai agamanya.

  • Ketiga: orang-orang Islam yang lemah imannya karena baru saja masuk dan mengenal Islam agar supaya mereka tidak keluar lagi memeluk agama selain Islam, dalam artian kembali memeluk agama yang sebelumnya.
    Itulah ketiga golongan kaum mu’allaf yang berhak untuk menerima zakat. (baca juga: manfaat menjadi muallaf)

5. Ibnu Sabil

Ibnu sabil ialah seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanannya sebelum mencapai tujuan yang ditujunya. Sedemikian sehingga dia tidak mampu untuk melanjutkan perjalanan tersebut atau bahkan untuk kembali ke kampung halamannya sekalipun. Apabila demikian, dia berhak untuk menerima zakat meskipun sebenarnya dia adalah orang yang kaya di kampung halamannya. Zakat yang diberikan tentunya ialah secukupnya saja hingga dia mampu sampai ke tujuannya atau kembali ke kampung halamannya.

6. Fi ar-Riqab

Fi ar-Riqab adalah budak belian. Artinya kita memerdekakannya dari tuannya, yaitu dengan cara membelinya, lalu kemudian membebaskannya untuk menjadi orang yang merdeka. Bukan berarti kita memberikan uang ataupun beras kepada mereka.

Adapun untuk lebih jelasnya, Fi ar-Riqab terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:

  • Pertama: Al-Mukatib, yaitu budak yang ingin bebas dari tuannya dengan cara membayar sejumlah uang kepada tuannya secara berangsur-angsur. Jadi zakat yang dimaksudkan untuknya adalah dengan cara membantu membayarkan sejumlah uang yang akan membebaskannya dari tuannya dan menariknya keluar dari dunia perbudakan. Caranya bisa memberikan langsung uang tersebut kepada tuannya atau memberikannya kepada budak tersebut untuk kemudian diserahkan kepada tuannya.

  • Kedua: membebaskan budak secara langsung dengan uang zakat tersebut, walaupun dia bukanlah al-mukatib. Artinya tidak membayarkan sejumlah uang demi memperjuangkan kebebasannya.

  • Ketiga: seorang muslim yang menjadi tawanan perang orang kafir, maka boleh membayar uang tebusan memakai uang zakat agar dia bisa terbebas.

Pada kasus pertama, misalkan uang yang diberikan kepada budak tidak dipergunakan untuk membayar kebebasannya melainkan digunakan untuk keperluan lain, maka uang zakat tersebut berhak untuk diambil kembali. Namun rasanya untuk zaman seperti sekarang ini perbudakan sudah dihapuskan dalam peradaban dunia manusia.

7. Al-Gharimun

Al-Gharimun adalah orang yang terlilit hutang sehingga dia tidak mampu untuk membayarnya. Adapun golongan al-gharimun yang berhak menerima zakat terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Pertama: orang yang dililit hutang karena bermaksud mendamaikan dua pihak yang sedang berselisih. Maka orang seperti ini memiliki hak untuk menerima zakat walaupun sebenarnya dia orang kaya sekalipun. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Qabishah bin Muhariq al-Hilali, yang berbunyi:

    “Wahai Qabishah meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi tiga orang, (diantaranya) adalah seseorang yang menanggung beban orang lain, maka dibolehkan dia meminta-minta sehingga menutupi hutangnya. Kemudian dia berhenti dari meminta-minta”. (HR. Muslim)

  • Kedua: orang yang dililit hutang untuk keperluan diri sendiri, seperti memenuhi nafkah keluarga, berobat, membeli sesuatu, dan lain-lain.
    Sedangkan orang kaya yang terlilit hutang karena usaha bisnisnya, maka dia bukanlah jenis orang terlilit hutang yang berhak menerima zakat. Adapun syarat dan ketentuan lain dari seorang al-gharimun yang berhak menerima zakat, diantaranya:

    • Yang berhutang merupakan orang muslim.

    • Bukan termasuk ahlul bait, yaitu keluarga Nabi Muhammad SAW.

    • Bukan orang yang sengaja berhutang hanya karena ingin mendapatkan zakat.

    • Bukan orang yang masih mempunyai harta simpanan (tabungan atau barang-barang berharga lainnya) yang sebenarnya bisa digunakan untuk melunasi hutangnya.

    • Hutang tersebut membuat dia dihukum atau dipenjara.

    • Hutang tersebut harus dilunasi saat itu juga. Dalam artian bukanlah hutang yang masih bisa ditunda masa pelunasannya dalam tempo beberapa tahun lagi, kecuali jika memang hutang tersebut harus dilunasi pada tahun itu juga, maka dia berhak menerima zakat.

8. Fi Sabilillah

Adapun yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah orang yang berperang di jalan Allah untuk menegakkan agama dan kalimat Allah di dunia. Sehingga orang yang dimaksud fi sabilillah di sini, meliputi para mujahidin yang berperang melawan orang-orang kafir, pembelian alat-alat perang, dan keperluan lainnya yang digunakan untuk berjihad di jalan Allah. Mereka pun berhak menerima zakat sekalipun sebenarnya mereka adalah orang kaya.

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah hingga pulang”. (HR. Tirmidzi. Adapun hadits ini diakui sebagai hadits hasan, yaitu hadits yang baik)

Sebagian para ulama juga berpendapat bahwa orang-orang yang waktunya tersita untuk belajar ilmu agama sehingga tidak sempat untuk bekerja, maka mereka termasuk dalam golongan fi sabilillah karena ilmunya akan bermanfaat bagi agama dan umat muslim lainnya. Contohnya adalah para santri yang menutut ilmu di berbagai pesantren islam yang ada di Indonesia ini.

Sebagai tambahan, berikut cara dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembagian zakat kepada 8 golongan tersebut apabila yang membagikan adalah suatu lembaga khusus, diantaranya:

Pemberian zakat kepada 8 golongan tersebut sesuai dengan yang ada di wilayahnya. Jikalau memang sebagian dari 8 golongan tersebut belum ada, maka sebaiknya simpanlah bagian mereka hingga mereka ada.

  1. Memberikan kepada semua personil dari setiap golongan tersebut yang ada di kota itu secara merata. Perataan zakat kepada personil dari setiap golongan tersebut dilakukan jika memang memungkinkan untuk dilakukan pemerataan karena banyaknya zakat yang tersedia. Jika tidak, maka harus bisa didahulukan kepada pihak-pihak atau golongan-golongan yang lebih membutuhkan, seperti mendahulukan fakir dan miskin daripada amil zakat.

  2. Jika lebih memungkinkan lagi dilakukan pemerataan hingga benar-benar merata, seperti contohnya uang zakat dengan jumlah Rp. 8.000.000,00- dibagikan kepada 8 golongan yang artinya setiap golongan mendapatkan jatah Rp. 1.000.000,00-. Namun dalam hal ini dilakukan pengecualian terhadap amil zakat karena mereka hanya berhak menerima zakat sesuai dengan upah dari hasil pekerjaan yang dilakukannya sebagai amil zakat. Jadi, jika uang zakat melebihi upah yang seharusnya, maka sudah seharusnya dikembalikan untuk diberikan kepada golongan lainnya yang lebih membutuhkan.

Sumber : https://adinawas.com/delapan-golongan-penerima-zakat-menurut-al-quran.html

ZAKAT DAN ASNAB YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

  1. Zakat

    Macam zakat dalam ketentuan hukum islam itu ada dua, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Pertama, zakat fitrah yang dinamakan juga (Zakat Jiwa)20 dalam makanan pokoknya untuk dirinya dan untuk keluarganya pada hari dan malam hari raya, dengan pengecualian kebutuhan tempat tinggal, dan alat-alat primer.

    Zakat Fitrah (Zakat Jiwa), yaitu zakat yang dieluarkan berdasarkan jumlah jiwa atau anggota keluarga. Zakat Fitrah ini dikeluarkan pada saat selesainyamelaksanakan ibadah puasa Ramadhan.

    Kedua Zakat Mal (Zakat Harta) yaitu zakat tumbuh-tumbuhan, (biji-bijian dan buah-buahan), Zakat binatang ternak, Zakat emas dan perak (perhiasan) dan Zakat perniagaan.Para ulama fikih mazhab syafi’I, sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab mazhab ini,dengan bersandar pada al-Quran dan hadis telah menerangkan secara mendetail jenis harta yang wajib di zakati. Secara global terdiri atas lima jenis, yaitu binatang ternak, emas dan perak, bahan makanan pokok, buah anggur, serta barang perdagangan.Dan beberapa macam redaksi yang diungkapkan oleh para ulama dalam menentukan jumlah harta wajib zakat ada yang mengatakan lima jenis sebagaimana tersebut tadi, bahkan yang tadi adalah yang di sepakati oleh imam-iman mazhab.

  2. Asnab Yang Berhak Menerima Zakat

    Sedangkan ketentuan alokasi pendaya gunaan atau pendistribusian zakat telah tertuang secara rinci dalam al-Quran surat at-Taubat : 60, yang terkenal dengan asnaf delapan. Kita dapat menetapkan dasar pemikiran dalam melakukan kebijaksanaan pendistribusian zakat sebagai berikut :

  • Allah SWT telah menetapkan 8 asnaf (golongan) harus diberi semuanya, Allah hanya menetapkan zakat dibagi kepada 8 asnaf tidak boleh keluar dari itu.
  • Allah SWT tidak menetapkan perbandingan yang tetap antara bagian masing-masing 8 pokok alokasi (asnaf)
  • Allah SWT tidak menetapkan zakat arus dibagikan dengan segera setelah masa pengumpulan zakat, tidak ada ketentuan bahwa semua hasil pemungutan zakat (baik sedikit maupun banyak) harus dibagikan semuanya. Pernyataan surat al-An’am (6) ayat 144 : …”dan tunaikanlah hak (kewajibanya) di hari memetik hasilnya ….”. Pernyataan ini hanya menegaskan kesegeraan mengeluarkan Zakat) kepada amil, bukan kesegeraan distribusi dari amil kepada mustahiq al- zakah.
  • Allah SWT tidak menetapkan bahwa yang diserahterimakan itu harus berupa inchash (uang tunai) atau in kind (natura)

Dari yang tersurat dalam ayat (59) al Hayr ayat 7, “ …… supaya jangan hanya beredar di lingkungan orang-orang yang mampu diantara kamu ….” Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, dan bahkan menjadi wajib.

Itulah pokok-pokok pikiran yang dapat dijadikan pijakan untuk memformulasikan kembali kebijakan pendistribusian zakat yang terdiri delapan ashnaf yaitu :

  • Fakir yaitu orang yang sangat kekurangan, kondisinya sangat miskin. Mereka tidak mempunyai harta dan usaha sama sekali, Mereka mempunyai harta atau usaha tapi tidak cukup. Pengertian mustahiq al-zakah (orang-orang yang berhak menerima zakat), sebagai mana yang ditegaskan dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 60 mencakup delapan kategori. Pengertian tersebut dapat diperluas jangkauanya sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, perkembangan ekonomi, social budaya, secara empiris, asalkan tidak menyimpang dari arti bahasa al-Quran dan jiwa serta cita-cita syari’ah. Kedelapan ansaf tersebut adalah fakir,41 miskin,42 amil ,43al-muallafah qulubuhum,44 al-riqob,66 al-garim.45 sabilillah, 46 dan ibnu sabil 47

    Fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari nishab, sekalipun dia sehat dan mempunyai pekerjaan ( Hanafi ), Sedangkan menurut Imamiyah dan Maliki menyebutkan bahwa orang fakir adalah orang yang tidak mempunyai bekal untuk berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupin keluarganya, Orang yang mempunyai rumah dan peralatannya atau binatang ternak, tetapi tidak mencukupin kebutuhan keluarganya selama satu tahun, ia boleh menerima zakat. Lihat Muhammad Jawab Mughniyah, Fiqih.

    Miskin* adalah orang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang fakir ( Imamiyah,Hanafi dan maliki), Ibid. Amil adalah orang-orang yang bertugas untuk meminta sedekah,menurut kesepakatan semua mazhab, MuallahfahQulubuhum, mencakup dua golongan umat islam dan golongan non- muslim. Mereka itu ada empat kategori:

    • Mereka yang di jinakkan hatinya agar cenderung menolong kaum muslimin.

    • Merka yang di jinakkan hatinya agar cenderung untuk membela umat Islam.

    • Mereka yang di jinakkan hatinya agar ingin masuk Islam.

    • Merka yang di jinakkan hatinya dengan di beri zakat agar kaum dan sukunya (pengikut ) tertarik masuk Islam lihat dalam AL-Qadi abu ya la, al- ahkam al- sultaninya, (Ttp: Mustafa al-Babi al-Halabi,1356 H )

    Riqab adalah orang yang membeli budak dari harta zakatnya untuk memerdekakkannya.DAlam hal ini banyak dalil yang cukup dan sangat jelas bahwa Islam telah menepuh berbagai jalan dalam rangka menghapus perbudakkan.Hukum ini sudah tidak berlaku, Karena perbudakan telah tiada. Lihat Muhammad Jawad Munghniyah, Fiqih, Al-Gharim adalah orang-orang yang mempunyai hutang yang di pergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Dan zakat di berikan agar mereka dapat membayar hutang mereka menurut kesepakatan para ulama mazhab. Ada tiga pandangan tentang pengertian pisabilillah:

    1. Mempunyai arti perang , pertahanan dan keamanan Islam,
    2. Mempunyai arti kepentingan ke agamanan Islam pada umumnya da,
    3. Mempunyai arti kemaslahatn atau kepentingan umum, meliputi: pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat pada umumnya.

    Lihat sjechul hadi mencukupi untuk diri sendiri dan tanggungannya, yaitu penghasilan tidak memenuhi dan mereka mempunyai harta atau usaha yang hanya mencukupi separuh atau usaha yang hanya mencukupi separuh atau lebih kebutuhan dirinya dan tanggungannya, namun tidak untuk seluruh kebutuhan.

    Ada juga yang menentukan kriteria orang miskin di desa dengan ciri-ciri sebagai berikut: Dalam sehari makan kurang dari 3 kali, penghasilan tidak tetap, tidak mempunyai sawah atau tegalan, hidup di rumah sederhana dari bilik bambu ukuran 6 x 4 meter persegi dan berlantai tanah. Termasuk para jompo, manula, dan para janda yang ditinggal mati suaminya

  • Miskin yaitu orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, meskipun ia mempunyai pekerjaan atau usaha tetap tetapi hasilnya tidak mencukupi kebutuhannya dan orang yang menanggung (menjamin) tidak ada.

  • Amil ialah mereka yang melaksanakan segala kegiatan atau urusan pengumpulan dan pendayagunaan zakat termasuk administrasi pengelolaan termasuk merencanakan, mencatat, meneliti , menghitung , mendistribusi atau menyalurkan kepada mustahiknya . Amil zakat ini harus diangkat secara resmi oleh negara, organisasi, lembaga, yayasan, tidak boleh sembarang bekerja secara serabutan dan tanpa pengawasan. Dasar pengangkatan amil zakat ini adalah hadits Abu Humaid as-Sa’idi:

    Dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu a’laihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: “Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku”. Beliau bersabda: “Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik”. Kemudian beliau mengangkat tangan-nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): “Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan”, sebanyak tiga kali.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Muallaf adalah singkatan dari istilah “al-Muallaf Qulubuhum“ sebagaimana yang disebutkan al-Qur’an dalam surat at-Taubah, ayat : 60. Yang artinya adalah orang-orang yang hati mereka dilunakkan agar masuk Islam, atau agar keimanan mereka meningkat, atau untuk menghindari kejahatan mereka. Pembagian Muallaf. Dari pengertian di atas, Muallaf yang berhak mendapatkan zakat terbagi menjadi tiga:

    • Orang-orang kafir yang hati mereka sudah cenderung kepada Islam, atau diharapkan agar mereka masuk Islam, karena dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam, diprediksi Islam akan menjadi lebih kuat.

    • Orang-orang kafir yang diharapkan agar menghentikan kejahatan mereka kepada kaum muslimin.

    • Orang-orang Islam yang lemah imannya karena baru mengenal Islam, atau supaya mereka tidak keluar lagi memeluk agama lain.

  • Riqob (hamba sahaya) ialah pembebasan budak belia dan usaha menghilangkan segala bentuk pembudakan. Yang termasuk dalam golongan Fi ar-Riqab adalah:

    • Al-Mukatib, yaitu seorang budak yang ingin membebaskan dirinya dari tuannya, dengan cara membayar sejumlah uang kepada tuannya secara berangsur. Maka, zakat untuknya adalah dengan cara membantunya membayarkan kepada tuannya sejumlah uang agar dia bebas dari perbudakan, baik diberikan langsung kepada tuannya atau diberikan kepada budak tersebut, untuk kemudian diserahkan kepada tuannya. Jika budak tersebut tidak mempergunakan uang tersebut sebagaimana mestinya, maka uang itu berhak untuk diambil lagi.
    • Membebaskan budak secara langsung dengan uang zakat tersebut, walaupun dia bukan mukatib.
    • Seorang muslim yang menjadi tawanan perang orang kafir, boleh membayar tebusan dengan uang zakat agar dia terbebas dari tawanan
  • Al-Gharim adalah orang-orang yang dililit utang, sehingga dia tidak bisa membayarnya. Al-Gharim ada dua macam:

    • Orang yang dililit utang karena mendamaikan dua pihak yang sedang berselisih. Orang seperti ini berhak mendapatkan zakat, walaupun dia sebenarnya orang kaya. Dalilnya adalah hadist Qabishah bin Muhariq al-Hilali bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

      *“Wahai Qabishah meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi tiga orang, (diantaranya) adalah seseorang yang menanggung beban orang lain, maka dibolehkan dia meminta-minta sehingga menutupi utangnya, kemudian dia berhenti dari meminta-minta “ (HR. Muslim)

    • Orang yang dililit hutang untuk keperluan dirinya sendiri, seperti untuk nafkah keluarga, berobat, membeli sesuatu, atau yang lainnya.*

      Adapun orang kaya yang berutang untuk keperluan bisnis, maka ini tidak termasuk dalam katagori al-Gharim, sehingga tidak berhak mendapatkan zakat.

  • Fi Sabilillah Yang dimaksud fi sabilillah adalah perang di jalan Allah untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Fi sabilillah ini meliputi para mujahidin yang berperang melawan orang-orang kafir, pembelian alat – alat perang, dan sarana-sarana lain untuk keperluan jihad di jalan Allah. Para mujahid berhak mendapatkan zakat, walaupun mereka sebenarnya kaya. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang yang waktunya tersita untuk belajar ilmu agama, termasuk para santri di pesantren-pesantren sehingga tidak sempat untuk bekerja, mereka termasuk fi sabilillah, karena ilmunya akan bermanfaat bagi kaum muslimin.

    Rasulullah shallallahu ‘laihi wassalam bersabda:

    “Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah hingga pulang.” (Hadits Hasan Riwayat Tirmidzi)

  • Ibnu Sabil adalah seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan, sehingga dia tidak bisa melanjutkan perjalanan atau kembali ke kampung halamannya. Orang seperti ini, walaupun dia kaya di kampung halamannya, berhak untuk mendapatkan zakat sekedarnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga dia sampai tujuan.

Referensi :
  • M.Quraish Shihab, Membumikan al- Quran, ( Bandung Mizan, 1994 )
  • Muhammad jawad Mughniyah, fiqih lima Mazhab ( Ja’fari, Hanafi,Maliki,Syafi’I dan Hanbali), ( Jakarta Lentera, 2001 ),
  • Abd.Rahman al-juzairy, Kitab al-fih ala Mazahib al-Arbaah I,( Beirut Dar al- Ulama lain mengatakan delapan macam dengan menguraikan dari lima jenis tersebut,
  • Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang –orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah.
  • Sjehul Hadi Permono, Pendaya gunaan zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Jakarta Firdaus, 1992