Siapa Saja Agen-Agen Sosialisasi Politik?

bagan sospol
Gambar sosialisasi politik

Siapa Saja Agent-Agent Sosialisasi Politik?

Proses sosialisasi berhasil karena didukung oleh agent sosialisasi politik. Agent sosialisasi politik dapat didefinisikan sebagai orang atau lembaga yang membantu proses terbentuknya budaya politik seseorang. Yang termasuk ke dalam agent sosialisasi politik di antaranya:

1. Keluarga.

Keluarga di dalam hal ini adalah tempat pertama kalinya seseorang berinteraksi setelah lahir ke dunia. Keluarga termasuk di dalamnya kedua orang tua dan anggota keluarga inti.

Keluarga diyakini memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk sikap dan budaya politik seseorang karena merupakan pihak paling awal yang berhadapan langsung dengan setiap individu.

Di Amerika Serikat, keluarga dipercaya memberikan pengaruh yang besar terhadap budaya politik seorang yang lain. Hal ini terlihat setidaknya dalam kecenderungan bahwa preferensi politik orang tua terhadap preferensi anaknya iPhone sampai dengan anaknya itu tumbuh dewasa. Artinya kalau orang tuanya berafiliasi dengan dan memilih salah satu partai politik, besar kecenderungannya anaknya akan berafiliasi dengan serta memilih partai politik yang sama

2. Teman bermain (peer group).

Teman bermain merupakan agent sosialisasi politik yang penting berikutnya setelah keluarga karena setiap individu berinteraksi dengan teman bermain ini. Bahkan ketika memasuki fase usia tertentu, seperti masa remaja menuju dewasa, umumnya teman bermain berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan karakter seorang individu. Dalam konteks sosialisasi politik pun demikian halnya.

Teman bermain dapat memengaruhi pilihan politik seorang remaja ketika menjelang hari H atau bahkan pada saat hari-H pemilihan umum digelar.

3. sekolah.

Sekolah yang dimaksud dalam hal ini adalah tempat seorang individu menempuh pendidikan formal dan informal. Sekolah berperan penting menjadi agent sosialisasi politik karena dapat melakukan beberapa hal.

  • Pertama, sekolah dapat menyampaikan pengetahuan tentang ideologi atau dasar negara lewat proses belajar mengajar di kelas Di Indonesia, ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila da Kewarganegaraan (PPKn) yang menyampaikan pengetahuan tentang Pancasila yang merupakan dasar negara di Indonesia.

  • Kedua, sekolah, khususnya tingkat perguruan tinggi, merupakan tempat pendidikan formal yang membuka ruang seorang individu menambah pengetahuannya tentang politik, negara, ideologi, dan sejenisnya.

Contohnya, di dalam kampus, seorang mahasiswa dapat dengan leluasa membaca berbagai macam buku di perpustakaan tentang banyak hal, khususnya buku-buku bertema politik yang mungkin saja mengubah preferensi politik atau sikap politik mahasiswa tersebut. Atau, mahasiswa juga bisa mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru dari sumber pengetahuan lain, seperti dosen, di dalam proses belajar mengajar di kelas. Ketiga, sekolah, khususnya tingkat universitas, juga dapat menjadi tempat berdiskusi soal politik dan negara serta turunannya.

Berdiskusi dapat menjadi aktivitas yang juga dapat memengaruhi budaya politik seseorang.

Contohnya, pemahaman yang kuat soal komunisme yang identik dengan Partai Komunisme Indonesia (PKI) dan peristiwa G/30S/PKI dapat saja berubah ketika seorang dosen menjelaskan apa yang dimaksud dengan ideologi komunisme dan bagaimana versi lain dari sejarah G130S/PKI di luar pemahaman yang terbentuk selama masa rezim Soeharto. Hal itu termasuk juga kemudian dapat membuat mahasiswa yang tidak percaya dengan penjelasan dosennya menjadi membaca sendiri referensi yang tersedia tentang ideologi komunisme.

4. Tempat bekerja.

Tempat bekerja juga tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan agent sosialisasi politik lainnya.

Tempat bekerja berfungsi memberikan ruang diskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan politik.

Di samping itu, tempat bekerja, terutama di birokrasi sebuah pemerintahan, dapat menjadi institusi yang mengarahkan pilihan politik pekerja yang ada di dalamnya.
Misalnya pemerintah dan birokrasi di sebuah daerah memiliki kecenderungan untuk mendukung calon yang merup kepala daerah incumbent.

5. Media massa.

Media massa merupakan agent sosialisasi politik ang berpengaruh besar saat ini, terutama di negara demokratis yang memberi ruang gerak yang besar terhadap aktivitas dan independensi media massa dan sekaligus masyarakatnya juga untuk mengakses media massa. Pengetahuan, nilai, dan sikap mendukung terhadap sebuah kebijakan pemerintah bisa jadi dipengaruhi oleh bagaimana media massa membentuk image tertentu di mata masyarakat.

Misalnya, ada rencana kebijakan pemerintah membolehkan aborsi dengan dua syarat, yaitu bahwa wanita yang mau melakukan aborsi merupakan korban pemerkosaan atau secara medis memang pilihan aborsi adalah pilihan yang baik untuk kesehatan seorang wanita. Di sejumlah media massa ditampilkan berita baik dari kalangan yang pro maupun pihak yang kontra terhadap rencana kebijakan tersebut. Hal yang tak kalah penting adalah, meskipun media massa idealnya harus independen dan tidak memihak, namun secara implisit terdapat kecenderungan keberpihakan dari media massa yang memberitakan soal rencana kebijakan itu.

Apa yang berkembang di masyarakat, baik berupa pemahaman, nilai yang dominan sampai kepada sikap terhadap rencana kebijakan tersebut tentu tak bisa dilepaskan dari pengaruh media massa sebagai agent sosialisasi politik.

6. Kontak politik langsung.

Kontak politik langsung di sini mencakup semua bentuk interaksi antara dengan individu dengan elite politik atau pemerintah secara langsung tanpa melalui perantara).
Misalnya saja dalam sebuah kampanye pemilihan umum terjadi diskusi dan Tanya jawab antara calon pemilih dengn para kandidat dalam sebuh pemilihan umum.


Darmawan, Ikhsan. 2015. Mengenal Ilmu Politik. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara