Setujukah Kalian Terhadap Stereotip Negatif Yang Melekat Pada Perempuan Perokok?

Tentu kita sudah tidaklah asing lagi dengan apa yang disebut dengan merokok. Merokok merupakan salah satu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat terutama di Indonesia yang dimana hampir setiap lapisan masyarakat mengkonsumsi rokok termasuk kaum perempuan. Di era modern seperti sekarang ini, Kita bisa melihat banyak sekali perempuan yang merokok yang dulunya, merokok itu sendiri selalu diasosiasikan sebagai kegiatan yang dominan dilakukan oleh kaum laki - laki dan sebaliknya tabu dilakukan untuk kaum perempuan. Kita bisa dengan mudah menemukan perempuan perokok di tempat - tempat umum seperti kafe, mall, restoran, jalanan, atau bahkkan di lingkungan kampus dan tempat kerja yang membuat kita boleh berasumsi jika merokok bagi perempuan di era sekarang merupakan sebuah bentuk gaya hidup dan trend yang sering kali " menjadi alasan " untuk mengabaikan efek samping dari merokok itu sendiri (terutama efeknya pada perempuan).

Kendati fenomena perempuan perokok merupakan hal yang biasa dan bukanlah hal yang tabu di zaman sekarang, tetapi tetap saja ada stereotip - stereotip negatif yang di alamatkan kepada mereka. Dalam ranah Indonesia sendiri, menurut Akbar (2020), Ada perdebatan mengenai keetisan dalam perilaku merokok dalam perempuan masa kini yang akhirnya juga menimbulkan berbagai anggapan. Stereotip - stereotip negatif yang diarahkan kepada perempuan perokok misalnya : perempuan perokok itu adalah perempuan " nakal " , " liar ", atau " berandal ". Apalagi menurut Akbar, media juga memainkan peran penting dalam penggambaran negatif perempuan yang merokok.

Nah menurut youdics sekalian, Apakah kalian setuju dengan stereotip negatif yang dialamatkan kepada perempuan yang merokok ? Bagaimana opini dan pendapat kalian dalam menyikapi fenomena di atas berdasarkan pengalaman kalian ?

Referensi :

  1. Akbar, F., M., R. (2020). Mahasiswi Perokok : Studi Fenomenologi Tentang Perempuan Perokok di Kampus. Dialektika. 15(1), 33 - 40.

Saya pribadi setuju dengan stereotip negatif yang melekat pada perempuan perokok. Mengapa? karena jika memang perempuan tersebut adalah perempuan yang baik, yang berilmu, dan peduli terhadap dirinya serta orang sekitarnya, maka dia tidak akan merokok. Dia pasti tau dampak buruk yang ditimbulkan dari merokok, apalagi suatu saat dia akan mengandung dan menjadi ibu. Tentu saja itu akan memberikan efek buruk pada dirinya, orang-orang disekitarnya, bahkan keluarganya. Orang-orang yang merokok menurut saya adalah orang yang egois, karena mereka hanya memikirkan kesenangan mereka sendiri dan mengabaikan orang di sekitarnya yang tanpa sadar ikut terkena dampak dari rokok yang mereka hisap. Apalagi orang yang menghirup asap rokok (biasa disebut dengan perokok pasif), padahal dia bukan perokok memiliki resiko yang sama besarnya dengan perokok aktif dalam hal kerusakan organ dalam akibat asap rokok. Terlepas dari apapun alasan dia memilih untuk merokok, menurut saya itu bukanlah pilihan yang tepat. Tidak hanya untuk perempuan, bagi laki-laki pun yang merokok saya juga kurang menyukai.

Kebetulan saya pernah penelitian terkait hal ini, dan kemudian menemukan sebuah kesimpulan. Beberapa orang beranggapan merokok bagi seorang wanita adalah hal yang tabu. Bahkan beberapa orang beranggapan itu adalah hal yang buruk dan mencerminkan kepribadian si perokok tersebut, namun beberapa orang juga berpendapat bahwa hal itu adalah wajar dan bukan suatu pembeda, karena jika laki-laki bisa merokok mengapa Perempuan tidak. Selebihnya, di pihak perokok sendiri merokok merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melepas stress. Jadi, kesimpulannya saya kurang setuju dengan opini bahwa stereotip wanita perokok adalah nakal dan liar karena hal itu terlalu general untuk dinilai secara sepihak.

Saya kurang setuju dengan pandangan dari mbak @nanazz, tidak dipungkiri karena para perempuan yang merokok ini juga banyak orang yang berpendidikan tinggi dan rata-rata juga sudah dewasa. Sudah tahu keputusan yang baik atau buruk kepada dirinya dan dampak yang dibawanya. Bahkan Bu Susi Pudjiastuti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Kita adalah salah satu dari perempuan yang merokok ini.

Rata-rata perempuan perokok juga tahu tempat yang baik dan boleh untuk merokok. Merokok adalah salah satu bentuk cara mereka mengekspresikan diri sendiri seperti dengan cara orang yang suka banyak makan. Meskipun bahaya rokok terhadap kesehatan tidak dipungkiri, adanya stereotip negatif ini tidak benar. Setiap orang berhak untuk kebebasan berekspresinya asalkan tahu tempat dan waktu yang tepat.

Saya tidak setuju dengan stereotip negatif terhadap perempuan yang merokok. Walau saya sendiri bukan seorang perokok, saya memiliki beberapa teman dekat perempuan yang merokok. Bagi mereka, merokok adalah salah satur cara untuk menghilangkan stress dan mereka tidak akan merokok jika ada orang yang bukan perokok disekitar mereka. Tidak semua perempuan yang merokok adalah perempuan yang ‘nakal’ atau ‘liar’. Saya pikir, semua orang punya ukurannya sendiri terhadap liar dan nakal. Saya pribadi, melihat orang dari bagaimana mereka memperlakukan orang lain. Dan menurut saya, menjadi seorang perokok tidak menentukan baik-buruknya seseorang.

Saya setuju dengan pandangan @sanysabrin. Kebetulan banyak teman wanita saya juga seorang perokok. Terdapat dari mereka yang berpendidikan tinggi, walaupun tidak semua. Kebanyakan dari mereka merokok karena stres dan lelah dalam bekerja. Akan tetapi banyak dari mereka bahkan memiliki sifat yang sangat baik dari berbagai aspek.

Tentu saya tidak setuju dengan stereotip negatif pada wanita yang merokok, akan tetapi jujur, stereotip tersebut hampir selalu terjadi. Bahkan saya sendiri sering beranggapan demikian khususnya pada orang yang tak dikenal atau baru pertama kali bertemu, terlepas dari benar tidaknya wanita tersebut merupakan seseorang yang negatif.

1 Like

Saya tidak setuju dengan stereotip negatif tersebut, karena berdasarkan pengamatan saya, perempuan yang merokok ini bukan tipe yang nakal atau liar, justru mereka ini berpendidikan dan hidup berkecukupan. Mereka merokok mungkin sebagai salah satu penghilang penat dan kejenuhan, serta mengikuti life style yang ada di lingkungan pergaulan mereka.

Namun tidak dapat dipungkiri, kita hidup dengan budaya ketimuran yang sangat kental. Hal seperti ini memang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat dan butuh waktu lebih agar adanya penerimaan dari masyarakat secara luas. Ya selagi hal tersebut tidak berdampak negatif ke orang lain maka menurut saya itu bukanlah masalah besar yang harus diperdebatkan.

saya setuju dengan pendapat kak @TirzaNirmala10

selain itu mengapa harus membedakan secara gender? apakah dengan menilai seorang perempuan merokok dinilai buruk tetapi apabila dilakukan oleh pria jadi tidak buruk? padahal efek merusak kesehatan yang menghantui perokok perempuan kan sama saja dengan perokok pria?

jadi menurut saya merokok bukan hal yang buruk mau itu dilakukan oleh perempuan ataupun pria asalkan seorang perokok tersebut bisa memposisikan dirinya dengan baik dan benar. Seperti, jika ditempat umum perhatikan terlebih dahulu apakah kawasan tersebut termasuk kawasan bebas asap rokok atau tidak. selain itu, harus memperhatikan reaksi orang disekitarnya juga apakah terganggu dengan asap rokoknya atau tidak?

biasanya teman-teman saya yang merokok akan berusaha untuk menjauhkan asapnya dari orang yang tidak merokok, entah dengan cara duduknya berjauhan atau bahkan melihat arah anginnya kemana. tetapi dengan mereka melakukan hal tersebut saja menurut saya sudah baik, karena mereka menghargai dan menjaga teman-teman lain agar tidak menjadi perokok pasif.

1 Like

Saya pribadi tidak setuju dengan stereotip negatif terhadap perempuan merokok. Pada dasarnya, merokok merupakan suatu cara seseorang untuk mengekspresikan dirinya dan tidak ada kaitannya dengan kepribadian maupun cara berpikir seorang perempuan. Adanya stigma masyarakat yang menilai bahwa perempuan perokok dianggap nakal, murahan, kupu-kupu malam, dan lain sebagainya seakan-akan rokok menjadi penyebabnya. Padahal, kita sendiri tidak tau seperti apa mereka sebenarnya. Tidak semua perempuan perokok seperti anggapan masyarakat. Sebenarnya tidak ada undang-undang yang mengatur rokok untuk gender apa, untuk siapa, dan larangan perempuan untuk tidak merokok. Perempuan juga mahluk yang berhak mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya . Seperti halnya ibu Mentri Kelautan Susi Pudjiastuti yang berhasil mematahkan stigma negatif masyarakat bahwa perempuan perokok tidak selalu nakal.

steriotip terhadap perempuan yang merokok, memang susah untuk hilang, karena banyak dari mereka akna menganggap perempuan yang merokok mencerminkan perempuan tersebut “nakal”. Namun saya sendiri tidak setuju dengan steriotip ini, tidak semua perempuan merokok itu hanya untuk ikut ikutan atau hanya sekedar gaya dan tidak juga berarti dia “nakal”, saya setuju dengan @ClaudiaA

Untuk menentukan baik buruk nya seseorang bukan hanya diliat dia merokok atau tidak ya kan?

Aku kurang setuju sih, karna apa yaa itu hak mereka, urusan mereka lagi ngerusak kesehatan dia, ya itu urusan mereka, aku rasa mereka sudah cukup dewasa untuk mengerti dan memahami dampak negatif rokok, jadi yaudah kalo mereka tetap merokok ya jangan diintimidasi dengan stigma negatif kaya gitu. Semakin diskriminatif, semakin membuktikan bahwa rakyat Indonesia ini darurat toleransi. Toh, pada kemasan rokok dan berbagai bentuk iklannya hanya tertera larangan untuk menjual atau memberikan pada anak usia dibawah 18 tahun dan perempuan hamil. Maka jelas bahwa perempuan di atas 18 tahun dan tidak sedang hamil sah-sah saja untuk membeli dan mengonsumsinya, bukan? Tentunya dengan tidak melanggar regulasi tentang area yang halal untuk aktivitas tersebut.

Masalahnya adalah kita masih terkungkung dalam budaya patriarki. Sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki mendominasi dan sebagai pemegang kekuasaan utama. Secara awam, dapat dilihat betapa laki-laki memiliki peran yang amat besar dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk mengeklaim bahwa perempuan kretek atau perokok masuk ke dalam kategori perempuan berperilaku buruk. Selain klaim dari para laki-laki, perempuan anti rokok, mantan perokok yang kini melawan rokok, dan perempuan yang membentuk dirinya agar tetap terlihat ‘baik-baik’ dalam pandangan masyarakat pun menjadi pendorong stigma ‘buruk’ perempuan kretek belum juga memudar hingga kini.

Maaf, Saya kurang setuju dengan pernyataan @nanazz dengan stereotip negatif yang melekat pada perempuan perokok.

Jika dilihat dari sisi hukum yang berlaku dalam undang-undang, yang tertera pada setiap bungkus rokok dan segala bentuk iklannya, tertulis dilarang menjual/memberi pada anak usia dibawah 18 tahun dan perempuan hamil.

Sudah jelas bahwa perempuan yang telah berusia 18 tahun dan tidak sedang hamil diperbolehkan membeli dan mengonsumsi rokok. Sebagai contoh ibu Susi Pudjiastuti yang juga perempuan merokok tapi tidak memiliki karakter yang buruk seperti labeling yang sering dikatakan oleh masyarakat, dan malah baik begitu menjalankan tugasnya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal ini mengingatkan bahwa merokok bukan halangan bagi perempuan untuk berlaku baik bahkan menunjukkan kehebatannya.Fenomena ini menuai polemik yang memicu adanya pro dan kontra ditengah masyarakat. Citra perempuan merokok sudah terlanjur buruk. Hal ini terjadi karena adanya stereotip yang negatif terhadap rokok, ditambah perihal tabunya aktivitas perempuan yang merokok.

Masyarakat menilai negatif seorang perempuan hanya karena ia memilih menjadi perokok aktif. Rokok tidaklah seburuk itu. Hal tersebut tidak dapat menjadikan tolak ukur baik buruknya seseorang, terutama perempuan merokok.

Merokok adalah hak semua orang dewasa yang tidak sedang hamil.

Perilaku merokok di dalam masyarakat dipicu oleh berbagai macam motif. Salah satunya adalah pengaruh citra maskulinitas yang dibangun oleh kampanye maupun iklan produsen rokok. Citra tersebut kemudian diserap oleh masyarakat yang berdampak pada perilaku merokok. Maka dari itu, merokok selalu dikaitkan dengan maskulinitas, sehingga merokok dapat membuat seseorang menjadi lebih jantan.

Pencitraan yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan adanya dominasi perokok oleh laki-laki. Dominasi kemudian melahirkan legitimasi yang menganggap bahwa merokok hanya boleh dilakukan oleh laki-laki.

Hal ini juga diperkuat dengan kontruksi sosial masyarakat yang dipengaruhi secara kultural maupun keagamaan, yang juga mendapatkan pengaruh dari media massa. Rokok yang awalnya merupakan benda netral, kini sering diasumsikan hanya boleh dikomsumsi oleh laki-laki. Maka, terciptalah asumsi bahwa merokok bagi perempuan adalah hal yang tabu.