Setujukah Kalian Mengenai Sensor Acara TV Indonesia Dinilai Terlalu Berlebihan?

Kita tentunya sering melihat pemandangan seperti gambar di atas ketika sedang menonton sebuah acara televisi. Mulai itu dari sinetron, variety show, hingga acara kartun anak seperti Doraemon pun tidak lepas dari sensor. Tetapi pernahkah kita berpikir sejenak jika sensor yang dilakukan oleh lembaga - lembaga penyiaran di Indonesia sudah terlewat berlebihan ? Tentu hal ini sangatlah berbeda ketimbang sensor di acara TV Indonesia di masa lalu ( terutama di dekade 1970an - 2000an awal) yang dimana sensor tidaklah seketat sekarang. Artinya, kita tidak lagi bisa melihat adegan perempuan secara jelas seperti yang ada di film - film warkop DKI tempo dulu dan banyak adengan - adegan aksi di film - film kolosal dan kartun yang dipotong karena dianggap menampilkan kekerasan. Bahkan sensor mulai tidak masuk akal ketika tokoh Shizuka (Doraemon) dan Sandy (Spongebob) disensor secara ketat karena adengan bikini.

Menurut Putri (2018), KPI sebagai lembaga pengawas penyiaran di Indonesia yang dibentuk sejak tahun 2002, membuat banyak lembaga penyiaran di Indonesia (stasiun TV) melakukan sensor yang manasuka karena menerapkan pakem yang mereview penayangan konten apapun yang berbau pornografi dan kekerasan.
KPI, sebagai regulator, telah menerbitkan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Ia memuat sejumlah poin yang dilarang dalam siaran. Namun, terkadang koridor ini dipraktikkan secara berbeda antara satu stasiun dan stasiun televisi lain.

Padahal di sana disebut pelarangan secara rinci sampai ke bentuk-bentuk adegan. Misalnya, larangan sebuah konten acara TV yang mengumbar ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun non-verbal, yang menjurus penghinaan atau merendahkan martabat manusia. Atau, ungkapan yang punya makna jorok, mesum, cabul, vulgar, atau menghina agama dan Tuhan. Artinya, segala adegan maupun guyonan yang menghina secara fisik, seperti yang sering kita lihat pada acara komedi slapstik yang menghina fisik komedian lain, tak boleh dilakukan. Toh, batasan macam ini pernah dilanggar, misalnya salah satu acara Pesbukers (ANTV) ketika pelawak Ely Sugigi mengumpat kata “tai.” Ada juga larangan memuat adegan kekerasan,seperti tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengerusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/ atau bunuh diri.

Ini artinya menurut Putri (2018), KPI memang sejatinya memberikan pedoman tetapi sering kali dimaknai berbebda oleh stasiun televisi.

Melihat dari fenomena di atas, menurut youdics sekalian, setujukah kalian mengenai anggapan dan pendapat jika sensort acara TV di Indonesia terlalu berlebihan ? Apa yang harus kita lakukan sebagai penonton ?

Referensi :
Putri, A., W. (2018). Sensor di Layar TV Kita Menggambarkan Penonton adalah Subjek Pasif. Tirto Retrived from Sensor di Layar TV Kita Menggambarkan Penonton adalah Subjek Pasif

Saya setuju dengan pernyataan Anda mengenai setiap stasiun TV menafsirkan hal berbeda mengenai penyensoran. Para editor stasiun TV semestinya punya agenda rutin dengan KPI mengenai sosialisasi bagaimana prosedur penyensoran yang benar. Bahkan, perlu adanya standar tayangan yang berkualitas. Rasanya agak miris kita melihat menyensor hal yang tidak perlu disensor, tapi ada beberapa stasiun TV punya acara yang agak mesum. Seperti talkshow yang host-nya atau bintang tamunya yang disuruh beradegan fanservice yang dianggap akan menaikkan rating. Memang lucu pertelevisian Indonesia ini.

Yang kita harus lakukan adalah mengingatkan sembari tidak usah menonton TV lagi sampai stasiun TV mengoreksi apa kesalahannya. Saya pribadi sudah jarang menonton TV.

Aku udah sekitar 1- 2 tahun tidak menonton televisi karena ada yang lebih menarik dari tv. hal yang ada di tv juga bisa didapatkan di smartphone. untuk gambar diatas menurutku sudah berlebihan. karena ya rasanya percuma nonton kalau tampilan layarnya seperti itu. bagaimana kita bisa menilai dan memberikan suara (vote) peserta? menurutku adegan disensor karena terdapat unsur 18+, dan jika menurut mereka acara diatas terdapat unsur 18+ bisa dipindah jam tayang ke jam 10 malam keatas agar bisa di tonton oleh orang dewasa dan tidak memilki pengaruh kepada anak. tapi kan itu acara kompetisi, sayang aja rasanya jika disensor atau dipindahkan jam tayang.

Saya pribadi setuju jika sensor acara TV di Indonesia terlalu berlebihan sebagaimana yang sudah dituliskan oleh @williamaditama

Jika memang acara TV akan menampilkan adegan berdarah ataupun lainnya, bukankah lebih baik jika memindahkan jam tayangnya ke waktu malam menjelang dini hari? Di sisi lain, bukankah sensor yang dilakukan terhadap Sandy dan Shizuka justru akan membuat anak-anak bertanya dan mencari tahu apa bagian yang disensor itu dan mengapa itu perlu disensor?

Saya pribadi setuju jika penyensoran acara TV di Indonesia disebut terlalu berlebihan. Bahkan saya pernah melihat Sandy (Spongebob) disensor lantaran memakai bikini, menurut saya hal tersebut sangat berlebihan mengingat bahwa Sandy hanyalah karakter kartun seekor tupai.

Penyensoran yang berlebihan menurut saya hanya akan menimbulkan rasa penasaran pada anak yang akibatnya anak akan mencari tahu sendiri tanpa pendampingan orang tua.

Seringkali setiap menyaksikan acara tayangan kartun di televisi kita melihat beberapa adegan yang tertutup blur atau sensor.

Beberapa contoh seperti salah satu karakter dalam kartun Doraemon yaitu Shizuka, diblur pada bagian badan karena memakai pakaian renang.

Masyarakat menilai KPI dan lembaga sensor dirasa terlalu berlebihan karena menilai tokoh kartun tersebut patut disensor.

Sangat setuju, bagi saya sendiri sensor di acara televisi Indonesia tidak masuk akal dan terkesan berlebihan. Kita ambil contoh tayangan kartun seperti Spongebob yang terdapat tokoh Sandy mengenakan bikini harus terkena sensor. Padahal sedari dulu juga hal tersebut adalah hal yang lumrah, dan saya sendiri pun sewaktu kecil tidak terpengaruh apa-apa. Namun tampaknya komisi penyiaran di Indonesia semakin kesini pola pikirnya semakin konservatif. Hal ini sudah sebaiknya diperbaiki dan diambil langkah yang lebih bijak, akan lebih baik diadakan program edukasi ke masyarakat mengenai tayangan televisi apa yang harus dicontoh maupun tidak, agar program di televisi semakin berkualitas tanpa harus melakukan banyak sensor sana sini.

Ya, setuju! sering kali acara tv Indonesia salah sasaran, mulai dari sensor, golongan usia, hingga pemboikotan kartun-kartun dengan alasan yang kurang make sense. Entah apa yang menjadi standar kriteria sistem lemabga sensor yang ada di Indonesia namun sering kali mereka membuat para penonton menjadi tidak habis pikir kepadanya karena dianggap sudah kelewatan, hal ini ditunjukkan ketika acara kartun spongebob yang mana tokoh sandy mengenekan pakaian bikini dan ketika acara ulang tahun sebuah start-up yang mengundang girlband asal korea dan mereka tampil menggunakan kostum di atas lutut. Pakaian-pakaian seperti tadi sebenarnya sangat wajar tetapi malah kena sensor. Berbanding terbalik dengan sinetron-sinetron atau variety show yang menyajikan konten senonoh dan malah kurang etis untuk dipertontonkan akibat lulus sensor. Perkara seperti itu lah yang sering kali membuat penonton menjadi malas untuk menonton tv

sangat setuju jika dibilang KPI terlalu lebay dalam melakukan sensor. Hal ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa mulai banyak yang beralih dan tidak lagi menonton tayangan di televisi, selain karena acara-acara yang memang tidak lagi menarik. Sensor yang terlalu berlebihan tentu saja sangat mengganggu pandangan penonton.

Menurut saya, sensor yang dilakukan sangat berlebihan dan mengganggu kenyaman orang untuk menonton. Memang, televisi ditonton oleh berjuta juta orang dengan berbagai kelompok usia, tapi sensor yang dilakukan sangat mengganggu. Harusya, apabila ada tontonan yang memuat konten 18+ dipindah jam tayang diluar jam prime-time, jadi tidak perlu lagi disensor sensor seperti itu. Masak serial kartun memakai baju renang juga di sensor? Ada ada saja

Saya pribadi setuju jika penyensoran acara TV di Indonesia disebut terlalu berlebihan, karena biasanya masyarakat tidak akan terlalu memperdulikannya apa yang akan disensor, namun saat sudah ada sensor mereka menjadi lebih fokus tyerhadap hal tersebut danmenjadi penasaran apa yang ada dibalik sensor tersebut. namun ada juga hal yang seharusnya tidak disensor malah disensor seperti adegan sedang memerah susu sapi, bagian puting sapi mendapat sensor