Setujukah Kalian dengan Pernikahan Sesama Jenis di Indonesia?

Dewasa ini, isu dan perdebatan mengenai legalisasi pernikahan pasangan sesama jenis semakin hari semakin memanas. Hal ini menggiring masyarakat yang berasal dari berbagai agama, lingkungan, dan budaya ke dalam perdebatan yang membelah sikap dan pemikiran mereka. Ada yang pro dan kontra dalam menanggapi isu tersebut. Pihak yang mendukung pernikahan sesama jenis berdalih bahwa hak untuk menikah dan menjalin hubungan sesama jenis merupakan hak asasi manusia yang dapat mereka tuntut pemenuhannya baik secara pengakuan hukum oleh negara dan pengakuan sosial oleh masyarakat.

Sedangkan pihak kontra menganggap bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak lazim dan menentang syariat-syariat agama. Sehingga pernikahan sesama jenis tidak dapat diterima di lingkungan masyarakat, apalagi di negara Indonesia yang notabene mayoritas beragama islam.

Masing-masing dari dua kelompok yaitu pro dan kontra sama-sama berjuang untuk memenangkan pemikirannya atas kelompok lainnya dengan tujuan agar pemikiran dan sikapnya itulah yang diadopsi menjadi suatu kebijakan resmi.

Nah, bagaimana pendapat Youdics terkait isu di atas? Apakah pernikahan sesama jenis harus dilegalkan atau justru dilarang di Indonesia?

Referensi

Chalid, H., & Yaqin, A. A. (2021). Perdebatan dan Fenomena Global Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis : Studi Kasus Amerika Serikat, Singapura, dan Indonesia. Jurnal Konstitusi , 2-30.

1 Like

Berdasarkan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. selain itu juga di dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan dikatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Serta hukum lainnya yang mengatakan bahwa perkawinan hanyalah antara pria dan wanita. Maka jelas secara hukum perkawinan dengan sesama jenis itu tidak di sahkan di Indonesia.

Beberapa tokoh seperti Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ma’ruf Amin dengan tegas menyatakan bawha pernikahan sejenis itu adalah haram. Penolakan serupa juga di katakan oleh Farida Prihatini Dosen Hukum Islam di Universitas Indonesia. Dia mengatakan bahwa pernikahan sesama jenis itu tidak di perbolehkan karena jelas di Al-quran mengatakan pernikana itu dilakukan oleh pria dan wanita.

maka saya tidak setuju dengan adanya pernikahan sesama jenis terutama di Indonesia yang sudah jelas memiliki peraturan ketat mengenai hukum pernikahan.

1 Like

Ini adalah pertanyaan yang cukup menarik. Pertama - tama perlu kita ketahui bersama jika Indonesia adalah negara yang sangat kental dengan budaya dan tradisi ketimuran yang diimplementasikan dalam norma - norma seperti norma sosial, norma agama, dan norma asusila. Dalam hal ini, padangan society dan hukum Indonesia mengenai pernikahan sesama jenis adalah ke arah pandang yang negatif, karena memang hukum Indonesia sendiri tidak mendukung adanya pernikahan sesama jenis dan masyarakat pun juga cenderung menolak pernikahan sesama jenis karena dianggap sebagai kelainan yang harus dibasmi karena tidak sesuai dengan norma - norma yang berlaku dan sudah mengakar kuat. Seperti yang sudah dikatakan oleh @Elga_Adestria mengenai Pasal 1, UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang mengharuskan perkawinan di Indonesia dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita.

Berbeda misalnya dengan negara- negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan sebagainya yang masyarakatnya sangat toleran dengan adannya pernikahan sesama jenis yang juga sudah diakui oleh negara. mereka memandang jika LGBT bukanlah sebuah penyakit ataupun kelainan jiwa melainkan sebagai sebuah identitas yang ada di diri masing - masing orang di negara - negara yang berhaluan liberal yang sangat mengutamakan kebebasan, termasuk dalam hal orientasi seksual. Bahkan kita juga sudah kenal dengan beberapa pesohor publik dari luar negeri yang melaksanakan pernikahan sesama jenis seperti Ellen De Generes (host The Ellen Show) dan juga yang lainnya.

Lalu pertanyaanya apakah pernikahan sesama jenis harus dilegalkan atas nama hak asasi manusia atau dilarang dengan alasan benturan terhadap norma, budaya, dan tradisi Indonesia tentunya akan sangat sulit dijawab. Jika argumen mengenai kondisi biologis misalnya bagaimana pasangan gay atau lesbian memiliki anak ? tentu akan di counter dengan mudah dengan jawaban kaum LGBT tentang program bayi tabung dan bank sperma. Intinya adalah, untuk konteks Indonesia, pelegalan pernikahan sesama jenis adalah sesuatu yang sangat sulit atau bahkan mustahil untuk di realisasikan mengingat baik hukum maupun norma tidak mendukung adanya pernikahan sesama jenis.

Lagipula pada akhirnya banyak pasangan gay atau lesbian yang memutuskan untuk menikah di luar negeri ( di negara yang toleran LGBT) dengan mengikuti aturan yang ada dan memang sebaiknya cara itu yang dapat ditempuh bagi pasangan gay atau lesbian yang ada di Indonesia.

3 Likes

Jika dilihat dari aspek moral, agama, dan hukum, pernikahan sesama jenis jelas merupakan hal yang sangat bertentangan.

Menurut pendapat saya pribadi Indonesia tidak perlu mengambil kebijakan melegalkan pernikahan sesama jenis yang memang tidak ada urgensinya, terlebih lagi dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Hal ini hanya akan membuat gaduh bagi sebagian besar kalangan dan berpotensi menimbulkan konflik antara pihak pro dengan yang kontra.

1 Like

Menurut saya tidak setuju dan tidak bisa di penerapannya dilakukan di Indonesia. Karena, perilaku seksual adalah hal yang diatur secara ketat dalam suatu ikatan perkawinan. Itu jelas tertuang didalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 merumuskannya sebagai :

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“

Perilaku seksual hanya diwadahi dalam perkawinan yang merupakan “ikatan lahir batin” yang bertujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia bukan sekedar catatan sipil, tapi lebih dari itu adalah pengurusan sebuah tatanan kemasyarakatan. Karena, satu-satunya nilai kemanusiaan dari perilaku seksual adalah pemeliharaan generasi.

Jadi, secara terang, pelanggaran perilaku nikah sesamaa jenis sebagaimana halnya pemerkosaan, perzinahan/ perselingkuhan, dan seks bebas sama sekali tidak mendapat tempat dalam payung hukum Indonesia.
Semuanya itu bukan hanya jahat kepada satu atau dua orang, tetapi juga kejahatan bagi pemuliaan generasi. Perilaku tersebut secara jelas menghilangkan satu-satunya nilai kemanusiaan dari perilaku seksual yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa.

Jadi, pernikahan sesama jenis belum bisa diterima secara pernikahan sesama jenis tersebut bertentangan dengan substansi konstitusi dan falsafah kebangsaan Indonesia.

1 Like

Tidak setuju, karena mencederai hakikat nilai Pancasila, meliputi nilai kemasyarakatan dan nilai kebudayaan yang berkembang di negara Indonesia.

Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 2006 menyebutkan bahwa isu LGBT direspons dengan perjuangan masuknya hasil-hasil kesepakatan sidang-sidang PBB tentang kesetaraan gender, kependudukan dan HAM. Sayangnya, LGBTQ masih sangat tabu di Indonesia karena mereka dianggap menyalahi tuntutan sosial, dianggap melanggar hakikat normal yang ditetapkan sehingga sering dijumpai segala bentuk diskriminasi yang dilemparkan ke arah mereka, baik verbal maupun nonverbal. Hal ini bisa dibuktikan berdasarkan survei daring yang dilakukan oleh Tirto bersama Jakpat secara random sampling pada 25-26 Juni 2019 pada 1.005 responden di Indonesia.
image

MUI bahkan sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktek hubungan badan dan perkawinan sesama jenis pada tanggal 31 Desember 2014. UUD RI Tahun 1945 sangatlah jelas menganut aliran hukum kodrat irrasional. Hal ini terlihat dari pengakuan akan Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Dalam arti lain, tidak dapat diterimanya pernikahan sesama jenis di Indonesia, selain karena homophobia, tetapi juga karena dasar rasionalitasnya yaitu karena pernikahan sesama jenis bertentangan dengan moral Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain itu, andai pernikahan sesama jenis dilegalkan di Indonesia, maka akan melunturkan karakter kekeluargaan dan gotong royong di masyarakat kita. Mengapa bisa demikian? Karena untuk mencapai tahap legal tersebut artinya dasar fundamental dari masyarakat akan cenderung bebas, ditandai dengan kebebasan berpendapat dan perilaku. Yang mana jika dikaitkan dengan topik ini adalah bahwa pola pikir masyarakat akan mengarah pada ideologi liberal yang dilandasi dengan sikap individualis, tidak peduli apa pendapat atau kata orang karena keputusan kelompok LGBT adalah urusan masing-masing.

Indonesia dikenal kaya dengan adat istiadat budayanya dan hingga kini masih banyak masyarakat yang menjunjung tinggi warisan leluhurnya. Secara prinsip tujuan pernikahan menurut hukum adat adalah untuk meneruskan keturunan sebagai penerus marga, gelar, klan, haarta warisan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu. Mayoritas dalam budaya-budaya tertentu menganggap bahwa pernikahan tanpa menghasilkan keturunan merupakan suatu aib yang memalukan. Atas dasar pemikiran tersebut, pernikahan sesama jenis menjadi sulit diterima dalam tradisi masyarakat yang berakar dari budaya tradisional.

Referensi

Sirait, T. M. (2017). Menilik Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis di dalam Konstitusi Indonesia. Jurnal Konstitusi. 14 (3): 621-643.
Garnesia, I. (2019). Pandangan Terhadap LGBT: Masih Soal Penyakit Sosial dan Agama. Diakses pada 7 September 2021 melalui Pandangan Terhadap LGBT: Masih Soal Penyakit Sosial dan Agama

1 Like

Pernikahan sesama jenis di Indonesia masih banyak terjadi. Sebagian masyarakat Indonesia menolak adanya LGBT ini. Karena masyarakat berpandangan LGBT ini hal yang negatif, abnormal, dan kesalahan. Penolakan dan pandangan masyarakat ini didasarkan atas pandangan dari agama yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak orang yang tidak menerima LGBT ini. Sesuai yang disebutkan oleh kak @Elga_Adestria mengenai pasal 1 UU No. 01 tahun 1974 mengenai perkawinan, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara pria dengan wanita menjadi suami istri. Dan untuk Pasal 2 Ayat 01 UU Perkawinan yang sah apabila dilaksanakan sesuai hukum masing masing kepercayaan dan agama. Sehingga, saya tidak menyetujui apabila terdapat pernikahan sesama jenis di Indonesia, karena dapat menimbulkan hal negatif dan bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan mengenai pernikahan

Menurut jurnal yang ditulis oleh Timbo Mangaranap Sirait, dimana dijelaskan bahwa hukum kodrat irrasional perkawinan sesama jenis tidak mungkin dapat diterima dalam hukum karena bertentangan dengan moralitas Ketuhanan YME, selanjutkan Konstitusi Indonesia juga memposisikan Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) dengan sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, yang intinya perkawinan harus bersifat heterosexual atau dengan kata lain antara pria dan wanita. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu unsur utama perkawinan yaitu untuk terjaminnya keberlangsungan kemanusiaan secara berkelanjutan (sustainable), sehingga dengan ini pernikahan sesama jenis tidak mampu memenuhi unsur tersebut (Sirait, 2017).

Menurut pandangan Islam, pernikahan sesama jenis biasanya bertujuan pada kepuasan syahwat atau dalam bahasa Arab diistilahkan dengan liwath. Perbuatan tersebut dikutuk oleh Allah dan Rasulullah SAW. Dalam buku yang ditulis Firmal Arifandi berjud Serial Hadis Cinta Terlarang, dijelaskan bahwa pernikahan sesama jenis dikategorikan sebagai perbuatan zina dan dianggap sebagai pernikahan yang bathil karena sudah tidak memenuhi rukun dan keabsahan pernikahan dalam Islam. Seluruh ulama pun sepakat tentang keharaman pernikahan sesama jenis ini.

Referensi:

Sirait, Timbo Mangaranap. (2017). Divine the Acceptability of Same Sex Marriage in the Constitution of Indonesia. Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 3, September 2017

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanit sebagai suami isteri.

Pasal 1

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.”

Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak perkawinan

Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011:

Setiap perkawinan di Daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Dinas di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal sahnya perkawinan.

Kemudian, dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang. Hal ini dapat dilihat dalam Surah Al-A’raaf (7): 80-84, yang memiliki arti "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”

Tidak hanya hukum negara indonesia yang melarang adanya pernikahan sejenis akan tetapi didalam agama juga dilarang sehingga saya tidak setuju dengan adanya pernikahan sejenis.

Sebagian besar tanggapan disini adalah mereka yang tidak setuju dengan pernikahan sejenis. Ada yang membawa argumen undang-undang, norma sosial dan hukum agama. Saya sendiri secara pribadi sebenarnya juga tidak setuju, namun ada beberapa hal yang mengganjal saya untuk “tidak 100% menentang”.

Pertama, jika pernikahan sesama jenis seseorang tidak merugikan kita secara langsung dan pribadi, maka harusnya tidak masalah. Wong hidup hidup mereka kok, kenapa kita yang masalah? Masyarakat Barat yang sekuler banyak yang sudah menyadari hal ini, bahwa setiap orang punya haknya sendiri-sendiri untuk menentukan hidup dan kita tidak patut untuk ngurusin itu.

Kedua, argumen hukum agama tidak bisa digunakan sebagai argumen yang universal, yang berlaku untuk semua orang. Bagaimana jika ada seseorang yang menggunakan ajaran agamanya sendiri untuk menentang pernikahan sesama jenis pasangan yang agamanya berbeda dari agama si penentang? Kan tidak bisa berlaku, tidak nyambung karena beda keyakinan. Atau bagaimana jika si pasangan ini ireligius? Sebuah kelompok agama, entah mayoritas ataupun minoritas, tidak boleh memaksakan kebenarannya sendiri terhadap kelompok lain yang tidak satu keyakinan. Itu namanya tindakan intoleran. Tapi kalau agamanya sama sih tidak masalah karena satu keyakinan.

Saya punya ide sebagai jalan tengah untuk permasalahan ini. Si penanya memberikan pilihan apakah pernikahan homoseksual harus dilegalkan atau dilarang. Pendapat saya, tidak dua-duanya. Kita tidak bisa melarang sepenuhnya pernikahan tersebut atas dasar hak asasi, dan rasanya tidak etis saja mengurusi hidup orang lain. Tapi, kita juga tidak perlu melegalkan pernikahan itu. Biarkan saja jika ada yang mau menikahi sesama jenis, tapi tidak perlu diakui negara secara hukum. Tidak perlu diakui juga secara agama. Biarkan status hukum pernikahan yang seutuhnya menjadi milik pasangan heteroseksual.

Anggap saja pernikahan sesama jenis itu tidak serius dan hanya bercanda. Anggap saja itu tidak ada. Dengan menentang pelegalan pernikahan sesama jenis, secara tidak langsung kita mengakui keberadaan dan keseriusan pernikahan semacam itu.

Same-sex marriage isn’t a marriage, it’s just a joke.

1 Like

Tntu saja sangat tidak setuju. Sebenarnya, pernikahan sesama jenis itu adalah hal yang melanggar dan tidak sesuai dengan ajaran agama manapun. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanit sebagai suami isteri. Bunyi pasal 1 adalah :

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.”

Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing.

Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) beserta penjelasannya dan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perda DKI Jakarta No. 2/2011”) beserta penjelasannya:

Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk:

Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk:

Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011:

Setiap perkawinan di Daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Dinas di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal sahnya perkawinan.

Penjelasan Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011:

Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kemudian, dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang. Hal ini dapat dilihat dalam Surah Al-A’raaf (7): 80-84, yang artinya sebagai berikut:

"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”

Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) juga secara tidak langsung hanya mengakui perkawinan antara pria dan wanita, yang dapat kita lihat dari beberapa pasal-pasalnya di bawah ini:

Pasal 1 huruf a KHI:

Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.

Pasal 1 huruf d KHI:

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Pasal 29 ayat (3) KHI:

Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.

Pasal 30 KHI:

Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita dengan jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga memberikan pendapatnya. Di dalam artikel hukumonline yang berjudul Menilik Kontroversi Perkawinan Sejenis, sebagaimana kami sarikan, Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ma’ruf Amin dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan sejenis adalah haram. Lebih lanjut Ma’ruf Amin mengatakan, “Masak laki-laki sama laki-laki atau perempuan sama perempuan. Itu kan kaumnya Nabi Luth. Perbuatan ini jelas lebih buruk daripada zina.” Penolakan serupa juga dikatakan oleh pengajar hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Farida Prihatini. Dia mengatakan bahwa perkawinan sejenis itu tidak boleh karena dalam Al Quran jelas perkawinan itu antara laki-laki dan perempuan.

Jadi, dapat kiranya disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.

Summary

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Pernikahan sesama jenis kembali menjadi tren di Indonesia. Semakin moderennya suatu negara membuat akses akan pernikahan sesama jenis di suatu negara semakin meningkat. Di dalam undang-undang sendiri hanya terdapat dua gender yang masuk dalam kategori hukum, yaitu pria dan
wanita. Hal ini dapat ditafsirkan dari pencantuman tegas tentang pria dan wanita dalam
Undang-undang Perkawinan (UU No. 1/1974) dan ketentuan serupa mengenai isi kartu
penduduk yang ditetapkan dalam Undang-undang Administrasi Kependudukan (UU No.
23/2006). Hal ini membuat pernikahan sesama jenis menjadi membingungkan. Yang dapat saya disimpulkan dari hukum mengenai pernikahan di Indonesia adalah bahwa perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan hanya dapat adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis. Jadi menurut saya sendiri saya tidak mendukung pernikahan sesama jenis karena tidak didukung oleh pemerintah Indonesia serta dilarang oleh agama.