Setujukah apabila wanita lebih baik mengurus rumah tangga ketimbang bekerja?

wanita karir

Masyarakat kita masih banyak yang beranggapan bahwa wanita sebaiknya mengurus rumah tangga saja ketimbang berkarir selayaknya pria. Apakah memang seharusnya seperti itu ? Bagaimana pendapat Anda apabila ada wanita yang bersikukuh untuk tetap ingin berkarir ?

2 Likes

Yup, di jaman modern ini banyak wanita yang lebih memilih karir di luar rumah dibandingkan dengan karir di dalam rumah. Salah satu yang paling sering menjadi alasan adalah “ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya hanya ngurus rumah tangga”.

Mana yang lebih baik, mengurus rumah tangga atau bekerja di luar ? Ya lebih baik mengurus rumah tangga dibandingkan bekerja di luar. Alasannya adalah anak. Investasi terbesar keluarga adalah anak, dimana pendidikan anak menjadi modal utama bagi kesuksesan mereka. Pendidikan tidak sama dengan pembelajaran, karena pembelajaran bisa saja didapat di sekolah atau dengan memanggil guru privat, sedangkan pendidikan lebih dari itu. Pendidikan lebih mengarah pada soft skill.

Selain itu, apabila wanita bekerja di luar, lalu siapa yang menjadi kepala rumah tangga ? Kepala rumah tangga bukanlah pekerjaan yang ringan dan mudah, tetapi pekerjaan yang kompleks dan membutuhkan pengelolaan yang handal. Selain itu, budaya kita tidak mewajibkan wanita untuk mencari nafkah. Tugas mencari nafkah ada di pihak laki-laki.

Tetapi kalaupun tetap harus bekerja di luar, pastikan bahwa tugas utama sebagai kepala rumah tangga tetap diurus dengan baik. Prioritas utama tetap urusan rumah tangga.

Yang paling baik (ideal) adalah bekerja dari rumah. Kalau definisi bekerja adalah menghasilkan income, di jaman yang serba modern ini, bekerja dari rumah bukanlah sesuatu yang mustahil. Salah satu caranya adalah membuka usaha, baik usaha yang berada di rumah (misalnya membuka toko atau cafe) ataupun usaha online. Dengan bekerja di rumah, sosok ibu selalu berada di jangkauan anak dan ibu masih bisa memantau anaknya walaupun sedang bekerja.

Atau menjadi profesional, yang waktu kerjanya fleksibel, misalnya menjadi dokter, dimana waktu prakteknya bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Mirip dengan nenek-nenek kita dulu, dimana kebanyakan profesi mereka adalah petani, sehingga waktu kerja mereka bisa mereka tentukan sendiri. Ketika anak sekolah, mereka pergi ke sawah, sedangkan ketika anak pulang sekolah, merekapun sudah ada di rumah.

Tapi ya itu tadi, berat banget melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu bersamaan. Butuh tenaga, pikiran dan emosi ekstra kuat. Istilah saya adalah “super mom”.

2 Likes

Kondisi di jaman sekarang tidak “sesederhana” itu. Kebutuhan finansial yang semakin meningkat seperti jaman sekarang, rasa-rasanya sangat berat kalau hanya mengandalkan satu sumber pendapatan, yaitu dari laki-laki. Itulah alasan utama mengapa banyak wanita yang memilih, atau mungkin bisa dikatakan “terpaksa”, harus bekerja di luar. Dan itu semua juga demi anak. Pendidikan, kesehatan dan fasilitas-fasilitas untuk anak saat ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Satu hal lagi, wanita juga berhak untuk memilih atas apa yang menjadi pilihannya. Dan memilih untuk menjadi wanita karir adalah salah satunya. Tidak bisa dibandingkan mana yang lebih baik, karena keinginan setiap wanita berbeda-beda. Laki-laki maupun society tidak bisa menentukan mana yang terbaik buat kita, karena kitapun berhak untuk memilih yang terbaik buat diri kita sendiri.

Tugas mencari nafkah memang ada di pihak laki-laki, tetapi sekali lagi, tuntutan jaman sekarang “memaksa” wanita untuk bekerja, sebagai tambahan income bagi keluarga. So, kalau tugas yang seharusnya dilakukan laki-laki juga ditanggung oleh wanita, maka tugas wanita sebagai kepala rumah tangga juga seharunya ditanggung bersama juga. Fair enough kan ?

1 Like

Diskusi terkait wanita lebih baik mengurus rumah tangga atau mempunyai karir di luar rumah tidak hanya menarik diskusi dikalangan ibu-ibu sendiri, tetapi juga menarik perhatian para akademisi. Hays (1998) misalnya mengungkapkan bahwa pengasuhan anak merupakan bentuk loyalitas yang ada dalam diri seorang ibu. Konsekuensinya, ibu dituntut untuk mendahulukan kepentingan anak di atas kepentingan pribadinya (Hays, 1998). Alasan paling utama adalah seorang anak masih belum bisa dianggap sebagai individu yang mandiri, oleh karena itu masih butuh pengawasan orang tuanya. Hays menganggap bahwa profesi yang ideal bagi seorang ibu adalah sebagai ibu rumah tangga.

Tetapi akademisi lainnya tidak sependapat dengan pendapat Hays. Walaupun mereka berpendapat bahwa ibu ideal adalah mengurus rumah tangga, tetapi tidak semua wanita mendapatkan kondisi ideal. Bagaimana dengan single mom ? Bagaimana dengan keluarga yang membutuhkan bantuan ibu untuk bekerja karena suaminya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar keluarganya ?

Salah satu yang berperan besar terkait dengan diskusi tersebut adalah media. Salah satu contohnya adalah studi kasus Anne-Marie Slaughter dan Marissa Mayer. Anne-Marie Slaughter, yang menjadi pejabat di Departemen Keamanan US memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan menjadi full-time mother. Sedangkan Marissa Mayer memutuskan untuk kembali menjadi CEO Yahoo sesaat setelah melahirkan anaknya. Pemberitaan media pada saat itu lebih menonjolkan sosok Slaughter dibandingkan Mayer. Slaughter digambarkan sebagai sosok ibu ideal, sehingga banyak wanita Amerika yang bersimpati, yang akhirnya menyetujui pendapat bahwa seorang ibu sebaiknya mengurus rumah tangga dibandingkan dengan bekerja di luar rumah.



Gambar Promosi Ibu Rumah Tangga adalah sosok Ibu Ideal pada tahun 1925 oleh Majalan Good Housekeep

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Michigan dan Universitas Texas menyebutkan bahwa terjadi perubahan mindset dikalangan remaja terkait kasus ibu ideal. Pada tahun 1994, 58% remaja wanita lebih memilih menjadi wanita karir dibandingkan menjadi ibu rumah tangga. tetapi pada tahun 2014, 42% remaja Amerika lebih memilih menjadi ibu rumah tangga.

Survey yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 1994, 48% siswa SMA berpendapat bahwa ibu yang bekerja tidak dapat memberikan “kehangatan” dan kasih sayang, sedangkan pada tahun 2014, terjadi peningkatan yang signifikan, dimana 60% siswa SMA berpendapat hal yang sama.

Dari situ, selalu ada yang konsekuensi dari setiap pilihan, dimana dampak terbesar dari pilihan meniti karir di luar bagi seorang ibu adalah anak tidak merasakan kehangatan dan kasih sayang yang mereka butuhkan.

Beda lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Douglas & Michaels (2004), dimana ibu yang ideal adalah seorang ibu yang dapat melakukan beberapa tanggungjawab sekaligus, yaitu memiliki anak, karir, dan memiliki waktu luang untuk membuatkan makanan sehat bagi keluarga.

Betapa beratnya menjadi ibu yang ideal bagi ibu-ibu milenial ya :sob:

Referensi :

1 Like

Sering sekali mendengar kalimat ini, tapi saya rasa seorang perempuan harus imbang dikeduanya. Karena ibarat kata perempuan adalah pengendali rumah tangga dalam hal merawat semua anak, membersihkan rumah, memasak dll. Kalau ada yang ngomong “Yah ngapain capek-capek kan bisa cari ART!”. Nah tapi menurut saya keluarga akan lebih terasa feelnya ketika seorang ibu atau istri yang memasakannya. Yaa pasti akan capek karena dobble job mengurus rumah atau bahkan juga berkarir diluar rumah. Namun hal tersebut harus tetap imbang, karena dengan seperti itu keluarga akan merasa diperhatikan.

Karena menurut saya berkarir diluar rumah bukan menjadi sebuah alasan untuk kurang memperhatikan keluarga. Ibu saya adalah seorang yang luar biasa menurut saya, ia bisa membagi waktu secara bijak antara berkarir diluar rumah dan merawat keluarga minimal memasak. Saya lebih suka masakan ibu meskipun itu hanya dengan lauk yang sederhana, karena saya merasakan ada cinta disetiap masakannya.

Jadi wanita harus bisa masak, malah menurut saya itu wajib minimal bisa memasak nasi dan lauk-lauk sederhana. Jadi kesibukan diluar bukan menjadi alasan untuk tidak belajar memasak. Sekarang zaman juga sudah canggih segala resep menu masakan sudah ada di google ataupun Youtube, tinggal mempraktikkan saja dan harus ada niat. Mulailah belajar memasak dengan masakan-masakan yang kamu sukai contohnya.

Statement yang sering saya temukan di masyarakat, bahwasannya perempuan harus memilih salah satu dari menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir. Sedangkan kedua pilihan tersebut sebenarnya bisa dilakukan secara bersamaan. Bekerja atau mengurus rumah bukanlah pilihan yang harus dipilih salah satu. Selama seorang perempuan bisa melakukan kedua hal tsb dengan optimal ya apa salahnya ?

Sayangnya, pertanyaan seperti ini selalu diarahkan kepada perempuan. Saya tidak pernah menemukan pertanyaan spt ini diarahkan pada laki-laki. Tidak ada pertanyaan seperti “Lebih baik menjadi seorang ayah atau menjadi pekerja?”. Seakan-akan perempuan tidak lumrah dengan menjadi seseorang pekerja.

Memang benar, seorang suami yang bertanggung jawab atas kebutuhan keluarganya, maka seorang dia wajib untuk mencari nafkah. Tetapi menurut saya perempuan bekerja itu bukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sebagaimana suami. Tetapi bisa saja dalam rangka mempelajari bidang yang ingin ditekuni, dan berkontribusi untuk kehidupan berbangsa. Jadi, tidak semua berempuan itu bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dapur saja.

Mungkin yang perlu diingat kembali bahwa peran utama seorang ibu adalah mengurus rumah tangganya yaitu dengan mendampingi keluarganya dan mendidikan anak-anaknya. Adapun urusan rumah tangga seperti mencuci, membersihkan rumah, memasak, memang lumrahnya yang melakukan adalah istri atau ibu. Tetapi menurut saya itu basic skill yang harus dimiliki oleh siapapun entah itu laki-laki atau perempuan. Dan seharusnya urusan seperti itu tidak hanya dipikul oeh seorang ibu, tetapi juga ayah, dan aak-anak harus ikut serta di dalamnya.

Adapun bekerja atau melakukan pekerjaan di luar rumah atau berbisnis, sah-sah saja dilakukan oleh seorang istri atau ibu. Tetapi jangan sampai pekerjaan di luar rumah menganggu kewajiban dalam mengurus rumah tangga. Selama para perempuan bisa mengatur dan mengelola waktu dan kegiatannya dengan optimal, ya tidak apa-apa. Jangan sampai akhirnya anak menjadi terlantar karena kedua orang tua sibuk bekerja, karena mendidik anak juga kewajiban dari orang tua.

Saya kira setiap pasangan berhak melakukan pengaturan terhadap sistem yang bekerja dalam rumah tangganya. Termasuk juga di dalamnya pembagian peran suami dan istri. Tidak ada masalah juga kalau ternyata masing-masing mereka menyepakati peran yang non-konvensional di mata masyarakat seperti misalnya si suami mengurus rumah tangga sementara istrinya bekerja di luar rumah. Selagi hal tersebut berjalan dengan baik di rumah tangganya, tidak ada masalah. Setiap rumah tangga punya otonominya sendiri. Orang luar yang tidak memiliki keterkaitan tidak berhak mengintervensi dan menghakimi.