Setujukah anda melihat seorang ibu yang selalu mengekspos anaknya di media sosial?

mengekspos anak di media sosial

Tidak hanya kalangan artis, ibu-ibu lain juga mengekspos atau membagi foto-foto atau video anak-anak yang khususnya bayi atau balita di sosial media. Bagaimana pendapat anda mengenai hal ini?

Sebenernya gaada salahnya dan ga melanggar hukum juga kalo seorang ibu membagikan foto atau video anaknya yang masih bayi ke media sosial karena memang sekarang media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Malahan, kegiatan itu punya beberapa manfaat juga buat keluarga maupun buat orang lain. Manfaat buat keluarga sang bayi adalah foto dan video tersebut tentunya dapat menjadi dokumentasi atau kenangan pertumbuhan dan perkembangan sang bayi mulai dari hari lahirnya. Dokumentasi digital tersebut nantinya juga bermanfaat buat sang bayi yang dapat melihat dirinya saat masih kecil beberapa tahun ke depan

Kalo manfaat buat orang lain, pembagian foto atau video bayi oleh sang ibu di media sosial adalah untuk berbagi pengalaman dan pelajaran dalam membesarkan anak. Baik sang ibu maupun para pengikutnya di media sosial dapat berbagi pengalaman dan memberikan masukan tentang serba serbi membesarkan anak, seperti tips memberi makan, pengaturan gizi bayi, memandikan, menidurkan, bermain, dan sebagainya. Dan tentunya dengan membagikan foto atau video kegiatan sang bayi ke media sosial bisa saja sama dengan berbagai keceriaan dengan orang lain.

Tapi, ada hal yang pasti perlu diperhatikan sang ibu jika ingin membagikan foto atau video si bayi ke media sosial. Sang ibu harus tetap memprioritaskan waktu bersama (quality time) dengan sang bayi. Jangan sampai media sosial tersebut mengalihkan dan mengurangi perhatian sang ibu kepada anak. Selain itu, jangan sampai si bayi jadi tertarik dengan smartphone sang ibu sehingga dia tidak lagi ingin bermain dengan mainannya.

Jadi kesimpulannya, sah-sah saja jika seorang ibu ingin membagikan kegiatan anak bayinya ke media sosial selama masih dalam intensitas yang wajar karena memang kemajuan zaman telah membuat teknologi menjadi bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan. Namun, si ibu harus tetap memprioritaskan waktu bermain bersama sang anak sehingga perhatiannya tidak teralihkan oleh media sosial.

1 Like

Menurut aku mengekspos anak ke media sosial ya sah-sah aja. Tetapi kalau statementnya “selalu mengekspos” aku kurang setuju. Karena menurut aku tidak semua hal dapat kita bagikan ke orang banyak, apalagi kalau anaknya sudah memasuki usia remaja, yang kadang malu akan kamera. Nah sebagai orang tua seharusnya menghargai keinginan dan keputusan anaknya yang tidak mau terekspos. Di sisi lain juga sekarang banyak kejahatan yang dapat dilakukan melalui media sosial, jadi sebagai orang tua harus panda-pandai memilih apasaja yang dapat dibagikan ke orang, dan apa saja yang tidak.

1 Like

Sayaa termasuk orang yang suka pake banget ngelihatin foto atau video anak-anak kecil di sosial media. Bahkan nggak pernah absen nonton aktivitas mereka karena gemesin dan bikin orang lain bahagia juga meskipun hanya dengan melihat foto/videonya. Dan menurut ku fine-fine aja ketika ada orang tua yang mengekspos anaknya ke sosial media karena mungkin tujuannya hanya sharing dan mungkin ada pembelajaran yang bisa diambil dari share foto dan video anak-anaknya. Kalo sayu jujur bisa belajar parenting dengan melihat aktivitas orang tua dan anak di sosial media yang mungkin pembelajaran ini tidak saya dapatkan di lingkunga sekitar saya. Kecuali kalau ada orang tua yang memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan uang seperti memaksakan anak untuk endorsement dan semacamnya. Itu yang seharusnya ditindaklanjuti karena sudah termasuk eksploitasi anak…

Macam-macam alasan bisa mendasari pilihan orangtua untuk memublikasikan foto atau video anak. Beberapa oang mengunggah fotoanak di media sosial karena ingin membagikan cerita perkembangan anak-anaknya kepada teman dan keluarga yang tinggal berjauhan dengannya. Atau ada orang tua yang merasa senang bila di kemudian hari bisa mengulas balik pengalaman tumbuh kembang anak dengan melihat foto dan tulisan tentang anaknya yang ia unggah di media sosial. Mengunggah foto anak di media sosial itu menyenangkan, bisa berbagi cerita dan kelucuan dengan teman-teman.

Tidak hanya pengalaman tumbuh kembang anak saja yang dibagikan di media sosial. Pengalaman mendidik anak pun menjadi hal lain yang ingin disampaikan orangtua lewat perilaku berbagi cerita dan foto anak di media sosial. Bukan rahasia bila saat ini, khususnya bagi generasi milenial dan penerusnya, internet dan media sosial menjadi sumber referensi pertama dalam mengasuh anak. Tak melulu mereka mesti datang ke orangtua, bertanya langsung kepada teman atau pakar kesehatan bila terjadi sesuatu yang tak beres dengan anak. Cukup ambil gawai dan buka Google atau situs parenting, cari permasalahan yang ingin dipecahkan, dan puluhan opsi solusi pun tersaji untuk mereka.

Namun dampak buruk yang bisa timbul dari pembagian informasi anak di media sosial adalah kompetisi antar orangtua. Bisa saja sosok anak yang satu ditampilkan nyaris tak bercacat cela, penuh prestasi, berkecukupan, cakap fisik, pandai, dan segala hal positif lainnya dari anak yang diidamkan mayoritas orangtua. Potret ini sangat mungkin menimbulkan kecemburuan orangtua lain yang melihat anaknya tak sepadan atau memiliki kelebihan berbeda yang tak menjadi kekaguman teman-temannya. Akhirnya, sebagian orangtua pun berambisi untuk memoles atau menyetir anaknya sedemikian rupa supaya secitra dengan gambaran anak hebat versi teman-temannya di media sosial.

Kalau menurut saya, sebenarnya tidak ada masalah bila si ibu ingin mengekspos anaknya di media sosial. Bisa jadi, itu salah satu cara si ibu untuk menunjukkan betapa bahagianya dan bersyukurnya ia atas keberadaan anaknya. Dan memang ada beberapa orang (termasuk saya) yang suka melihat aktivitas anak-anak di media sosial sebagai hiburan.
Yang menjadi masalah adalah ketika si ibu memonetisasi anaknya, menjadikan anaknya “sumber uang” melalui media sosial. Si ibu terus-terusan memaksa anaknya agar mau dijadikan konten. Bila anaknya menolak, ia tak segan-segan memberikan sanksi bagi anaknya. Monetisasi anak seperti inilah yang menurut saya salah.