Setiap Sesuatu Tersimpan Dalam Cinta

Taman Surga

Akmaluddin Tabib (Salah satu murid Maulana Rumi) berkata:

“Aku merindukan Tuan Rumi dan berharap bisa melihatnya, meski akhirat terhapus dari pikiranku. Aku menemukan kebahagian saat menggambarkan Tuan Rumi tanpa pikiran-pikiran dan sugesti; aku menemukan kesenangan dalam keindahannya; dan kudapatkan kebahagiaan dalam gambaran dirinya atau dalam mengkhayalkannya.”

Maulana Rumi menjawab:

“Meskipun akhirat dan Allah tidak melintas dalam benakmu, namun semua itu tersimpan di dalam cinta dan termaktub di sana.”

Seorang perempuan cantik sedang memainkan alat musik di hadapan Khalifah. Sang Khalifah berkata: “Keindahan senimu berada di kedua tanganmu,” perempuan itu menanggapi: “Tidak, tetapi berada di kakiku, wahai Khalifah. Keindahannya berada di tanganku karena mereka telah menawan keindahan yang ada di kakiku.”

Meskipun sang murid tidak mengingat rincian-rincian akhirat, namun hasratmu yang kuat saat melihat sang guru dan kekhawatiranmu akan terpisah darinya, menyimpan segala rincian itu. Semuanya tersimpan di sana. Keadaan ini seperti keadaan seseorang yang mencintai dan menyayangi anak atau saudaranya. Meskipun semua pikiran—angan-angan kesetiaan dan kasih sayangnya, perhatian dan cinta pada dirinya, serta akibat dari keadaan itu dan sisa-sisa manfaat yang dinanti oleh sang anak dan saudara— tak ada satu pun yang terlintas dalam benaknya, namun semua rincian itu tersimpan dalam takdir pertemuan dan perenungan.

Seperti udara yang tersimpan dalam sebatang kayu—entah itu berada di antara tumpukan debu atau di dalam air sekali pun— seandainya tidak ada udara di dalamnya, maka api tidak akan mampu membakarnya. Hal itu karena udara adalah makanan dan kehidupan bagi api. Tidakkah kamu tahu jika api akan hidup dengan sebuah tiupan? Meskipun sepotong kayu berada di dalam air dan debu, udara akan tetap tersimpan di dalamnya. Jika tidak ada udara di dalam kayu, maka kayu itu tidak mungkin akan mengambang di atas permukaan air.

Seperti itulah karakter kata-kata yang kamu ucapkan. Meskipun ada banyak hal yang terkandung dalam kata-kata itu, seperti akal, otak, bibir, mulut, tenggorokan, lisan, dan semua anggota tubuh yang terkontrol dalam tubuh. Meskipun semua perangkat yang menjadi tegaknya alam semesta dari berbagai tabiat, seperti suhu-suhu, bintang-bintang, dan beratus ribu penyebab alam lainnya, terus menerus sampai kamu tiba ke dunia sifat, dan kemudian dunia esensi—Meskipun semua makna itu tidak tampak dan tidak tersingkap dalam kata-katamu, tapi kumpulan semua perangkat itu tersirat dalam kata-katamu, sebagaimana penjelasanku sebelumnya.

Setiap hari, ketika seseorang bertemu dengan manusia lainnya, ia akan membincangkan sesuatu sebanyak lima atau enam kali tanpa ia kehendaki, tanpa berkecil hati, dan juga tanpa pilihannya. Tak diragukan lagi bahwa segala sesuatu ini tidak bersumber darinya, melainkan dari selainnya. Orang ini tunduk pada sesuatu yang lain yang mengawasinya itu. Karena ia akan merasa sakit setelah mengerjakan perbuatan buruk, maka jika di sana tidak ada yang mengawasi, bagaimana mungkin sesuatu yang lain itu akan memengaruhi perbuatannya. Meskipun segala sesuatu yang bukan merupakan keinginannya itu tidak mengubah tabiatnya dan tidak meyakinkan dirinya, ia akan tetap mengaku bahwa ia sedang berada di bawah kendali orang lain.

“Adam (manusia) diciptakan berdasarkan citra-Nya.”

Maksud dari hadis ini adalah bahwa sifat uluhiyyah, yang berlawanan dengan sifat ‘ubudiyyah, dipinjamkan kepada manusia. Begitu banyak manusia yang memukul kepalanya dengan tongkat tanpa meninggalkan sikap pembangkangan yang dipinjamnya. Begitu cepat manusia melupakan segala sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya, namun sifat lupa itu tidak bermanfaat lagi baginya. Selagi ia tidak memiliki apa yang dipinjamnya, ia tidak akan berhenti memukuli kepalanya.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum