Seperti Apakah Daya Tarik Penelitian Antropologi Sastra?

image
Antropologi sastra sungguh merupakan ilmu yang memiliki daya tarik khusus.

Seperti apakah daya tarik itu?

Paling tidak, peneliti seperti sedang bertamasya ke semak-semak budaya dan taman kehidupan manusia. Peneliti dapat memahami kehidupan dari jendela budaya, sekaligus hanyut dalam keindahan sastra. Sastra juga merupakan teks yang mesra bagi pembaca, bahkan menurut Culler (Kurniawan, 2001:100), sastra adalah objek kenikmatan. Sastra merangsang gairah hedonisme. Jadi, mempelajari sisi budaya dalam sastra sama seperti sedang menikmati keindahan hidup, keindahan yang penuh dengan celah-celah budaya.

Untuk menuju penelitian antropologi sastra, butuh persiapan khusus. Bekal yang disiapkan adalah wawasan kultural, termasuk multikulturalisme. Hal ini penting karena Culler (Kurniawan, 2001:101) menyugestikan bahwa “The challenge of literature now is how can this work cocern us, astonish us, fulfill us?”. Artinya, yang menjadi tantangan sastra sekarang adalah bagaimana (mungkin) karya itu:

  • Mencemaskan kita,
  • Menakjubkan kita,
  • Memenuhi kebutuhan kita.

Ketiga hal itu jelas terkait dengan aneka hal tentang budaya yang dapat diserap oleh pembaca. Penelitian antropologi sastra merupakan telaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya dengan konsep atau konteks situasi sosial budayanya. Pembaca dapat merasa cemas, takjub, dan terpenuhi kebutuhannya jika sesuai dengan tuntutan budayanya.

Sastra di kalangan antropologi sastra memang menjadi sebuah hedonisme. Sastra menjadi konsumsi bagi pengembangan budaya agar seseorang semakin arif menyikapi hidup. Sikap hidup itulah yang mengajak pembaca menikmati sastra lebih intensif. Dalam kaitan itu, daya tarik penelitian antropologi sastra kiranya memiliki dua jalur penting.

Pertama, jalur struktur dinamik sastra, yakni dengan cara mengambil sebagian unsur, baru ditinjau secara antropologi sastra. Penelitian ini masih berlandaskan struktur karya sastra. Kedua, jalur refleksi sastra, maksudnya peneliti juga boleh melepaskan diri dari struktur sastra, tetapi tetap mencermati refleksi budaya secara parsial.

Misalkan saja, aspek budaya kawin paksa, ruwatan, bersih desa, dan lain-lain. Penelitian disesuaikan dengan kondisi dan pandangan hidup masing-masing wilayah. Melalui penelitian parsial ini, berarti asumsi bahwa penelitian antropologi sastra cenderung diterapkan dengan observasi jangka panjang tidak selalu benar.

Penelitian dapat dilakukan dalam waktu relatif pendek, tergantung kebutuhan. Oleh karena tergolong interdisiplin baru, tentu ilmu ini membutuhkan pendalaman. Terlebih lagi jika akan dimasukkan dalam mata kuliah, tentu perlu dikaji ulang.

Penelitian antropologi sastra sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para penulis tesis di Medan, Solo, Yogyakarta, Bali, dan sebagainya. Umumnya, para penulis tesis meninjau genre novel berlatar budaya lokal dan folklor. Hal ini dapat dicermati melalui tesis Sholehuddin (2012) yang mendeskripsikan dan menjelaskan kompleks novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata. Data penelitian ini adalah novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi sastra untuk mendeskripsikan kompleks ide, aktivitas, dan hasil budaya novel Ca Bau Kan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik noninteraktif dengan membaca novel dan analisis dokumen. Validasi data menggunakan trianggulasi data.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kompleks ide novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado terdiri atas lima pandangan hidup masyarakat Tionghoa, yaitu

  1. Kompleks ide tentang hakikat hidup manusia (HH),
  2. Kompleks ide tentang hakikat karya manusia (HK),
  3. Kompleks ide tentang hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (HW),
  4. Kompleks ide tentang pandangan manusia terhadap alam semesta (HA), dan
  5. kompleks ide tentang hakikat hubungan antarmanusia (HM).

Kompleks aktivitas novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado terdiri atas:

  1. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan kekerabatan,
  2. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan ekonomi,
  3. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan,
  4. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan ilmiah,
  5. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan estetika dan rekreasi,
  6. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan religi,
  7. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan politik, dan
  8. Kompleks aktivitas yang berhubungan dengan somatis.

Kompleks hasil budaya novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado dibagi dalam beberapa jenis, yakni:

  1. Kompleks hasil budaya berbentuk bahasa,
  2. Kompleks hasil budaya berbentuk sistem pengetahuan,
  3. Kompleks hasil budaya berbentuk organisasi sosial,
  4. Kompleks hasil budaya berbentuk teknologi,
  5. Kompleks hasil budaya berbentuk alat produksi/mata pencarian,
  6. Kompleks hasil budaya berbentuk religi, dan
  7. Kompleks hasil budaya berbentuk kesenian.

Dari penelitian demikian, tampak bahwa penelitian antropologi sastra amat kompleks. Kompleks apa saja membuktikan bahwa antropologi sastra cukup menarik perhatian berbagai pihak. Penelitian tersebut banyak terilhami aspek-aspek budaya Koentjaraningrat. Tentu saja kalau akan menggali budaya tidak harus tergoda dengan tujuh unsur budaya itu. Realitas budaya melebihi tujuh unsur itu. Hanya pengagum antropologi tradisional yang taat pada tujuh unsur budaya itu.

Barthes (Kurniawan, 2001:111) berpendirian bahwa budaya borjuis kecil memproduksi borjuis sebagai olok-olok dan imitasi yang lucu. Maksud pendirian ini ialah bahwa manusia akan menciptakan budaya sesuai kelas atau derajat masing-masing. Seorang priayi akan menciptakan budaya priayi. Budaya yang diciptakan lewat sastra sebagian adalah sebuah tiruan. Tiruan semakin bebas, tidak harus teoretis, bahkan dapat melebihi teori yang telah ada.

Dengan demikian, daya tarik antropologi sastra tidak mendasarkan diri pada bingkai teoretis kebudayaan tradisional yang telah ada. Peneliti akan semakin tergoda apabila mengikuti arus dalam sastra. Peneliti lebih baik menangkap realitas tanpa menguji teori tujuh unsur yang menjadi harga mati. Budaya amat kompleks, terlebih lagi yang terkait dengan budaya spiritual yang berupa pandangan dunia atau pandangan hidup. Budaya dalam sastra juga memuat segala unsur yang berkaitan dengan tindakan budaya. Oleh karena itu, para peneliti antropologi sastra perlu mandalami lapis-lapis budaya manusia.

Referensi

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872518/penelitian/metodologi-antropologi-sastra.pdf