Seperti apa prinsip pengungkapan makna sebagai tujuan final pengkajian karya sastra?

Nilai-nilai kehidupan dan gagasan penting yang terkandung (implisit) dalam karya sastra dapat dipahami dan diungkapkan jika pembaca melakukan telaah sastra, kajian atau analisis. Telaah atau analisis sastra dalam pengertian konvensional berarti mengurai karya sastra itu dari segi unsur-unsur pembentuknya yang berupa unsur- unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 1998). Akan tetapi sebenarnya lebih penting dari itu adalah menemukan dan mengungkapkan makna sastra berupa nilai-nilai, pesan moral, dan gagasan yang penting bagi kehidupan.

Tegasnya, melalui kegiatan telaah atau analisis karya sastra, pembaca akan menjadi paham akan struktur lahir cerita dengan unsur-unsurnya seperti tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang cerita, dan gaya bahasanya. Selain itu, yang penting adalah dengan telaah karya sastra, pembaca akan dapat lebih menikmati dan memahami nilai-nilai kehidupan dan gagasan yang dilontarkan sastrawan kepada pembaca dalam karya sastra yanag dapat memperkaya khasanah batinnya yang kemudian dapat diterapkannya dalam mengarungi kehidupan.

Kegiatan telaah sastra atau analisis karya sastra merupakan langkah untuk memahami karya-karya sastra itu sebagai sebuah karya seni yang memiliki kesatuan dan kebulatan yang padu dalam mendukung totalitas makna dalam keseluruhannya, dan bukan sekadar bagian demi bagian. Melalui kegiatan telaah karya sastra, struktur dengan unsur-unsurnya dapat diuraikan dan ditafsirkan serta gagasan sebagai makna sastra dapat dipahami dan diungkapkan.

Tujuan akhir telaah karya sastra yakni “merebut makna” karya sastra.

Dengan demikian, telaah karya sastra bukan sekedar menguraikan unsur-unsurnya seperti tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang cerita, dan gaya bahasanya (fiksi); tema, nada dan suasana, rima dan irama (bunyi), dan gaya bahasa (puisi); penokohan (tokoh dan perwatakan), alur (plot), latar (yang meliputi aspek ruang, aspek waktu, dan suasana), tema, dan cakapan (dialog, monolog, solilokui) (drama). Tegasnya, pendeskripsian unsur-unsur karya sastra tersebut, atau tepatnya analisis struktural merupakan “jembatan” atau sarana menuju pada pemahaman makna karya saastra dengan menemukan dan mengungkapkan nilai-nilai kehidupan dan gagasan yang penting untuk memperkaya khasanah batin pembaca.

Seperti telah dikemukakan bahwa karya sastra terbagi menjadi dua kategori besar yakni struktur lahir (fisik) dan struktur batin. Atau, meminjam istilah Richards karya sastra terdiri atas metode sastra yakni media ekspresi karya sastra dan hakikat sastra berupa gagasan atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tugas penelaah karya sastra adalah mengungkapkan makna karya sastra berupa nilai-nilai kehidupan dan/atau gagasan sastrawan ytang ingin dikemukakan kepada pembaca melalui karya sastranya baik puisi, fiksi maupun drama.

Karya sastra memiliki sifat hakiki multinterpretable. Artinya, karya sastra yang memang bahasanya konotatif itu, memiliki karakteristik yang khas sastra yakni multi-interpretasi atau multitafsir. Oleh karena itu, pembaca memiliki kebebasan dalam menafsirkan karya sastra, baik dalam hal struktur atau unsur-unsur yang membangun karya sastra maupun dalam pengungkapan maknanya.

Jelasnya, jika sebuah puisi dibaca dan ditelaah oleh empat puluh siswa dalam sebuah pembelajaran di satu kelas misalnya, dan ternyata ada empat puluh pendapat atau penafsiran atas karya sastra tersebut yang berbeda-beda, maka hal itu sah-sah saja. Justru inilah kekhasan atau keunggulan karya sastra dibanding dengan jenis karya lain, karya ilmiah misalnya. Oleh karena itu, guru sastra tidak pada tempatnya, atau tidak berhak untuk mengatakan kepada para siswanya bahwa hasil penafsirannyalah (sang guru) yang paling bgenar sedangkan panafsiran para siswa itu salah, misalnya. Atau, penafsiran siswa A-lah yang benar sedangkan siswa lainnya salah. Tidak ada benar atau salah dalam menafsirkan unsur dan makna karya sastra. Yang ada adalah berbeda pandangan atau berbeda penafsiran dalam memahami atau menanggapi karya sastra.

Karya sastra apa pun genrenya baik puisi, fiski (cerpen dan novel), maupun drama, tidak menyuguhkan gagasan dalam bentuk eksplisit (tersurat) melainkan implisit (tersirat). Seperti dinyatakan oleh Daiches (dalam Melani Budianta, 2003) bahwa karya sastra merupakan suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak dapat disampaikan dengan cara lain”, yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya.

Sastra pada hakikatnya menyajikan suatu kemungkinan dalam menanggapi suatu permasalahan atau fenomena kehidupan dalam suatu jalinan cerita yang kompleks (fisik dan drama) atau dalam suatu bait puisi yang sudah diciptakan oleh sastrawan. Jalinan cerita dan/ atau ide dasar dalam sebait puisi yang ditampilkan sastrawan dalam karya sastra tidaklah untuk diperiksa kebenaran atau kesalahanya, sesuai dan tidaknya dengan kehidupan nyata, melainkan sengaja dilontarkan oleh sastrawan untuk menggelitik pemikiran pembacanya. Dengan demikian pembaca karya sastra akan dapat menikmati, menyelami, dan menghayati, untuk kemudian menemukan berbagai kemungkinan lain di dalamnya, dan barangkali menemukan gagasan atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.