Seperti apa kisah seputar masuk islamnya Salman Al Farisi?

image

Ibnu Ishaq berkata bahwa Ashim bin Umar bin Qatadah Al-Anshari berkata kepadaku dari Mahmud bin Labid dari Abdullah bin Abbas yang berkata bahwa Salman Al-Farisi berkata kepadaku dengan mulutnya sendiri. Kata Salman Al-Farisi, “Aku orang Persia, tepatnya dari Asfahan di desa yang bernama Jayyu. Ayahku seorang tokoh di desaku dan aku adalah makhluk Allah yang paling dicintainya. la amat mencintaiku hingga ia memingitku di rumah sebagaimana anak gadis dipingit di rumah. Aku serius memeluk agama Yahudi hingga aku menjadi penjaga api yang harus menyala terus dan tidak boleh padam sesaat pun. Ayahku mempunyai ladang yang sangat luas. Pada suatu hari, ayah disibukkan dengan bangunan, kemudian berkata kepadaku, ‘Anakku, pada hari ini aku sibuk dengan bangunan ini hingga tidak mempunyai waktu untuk mengurusi ladangku. Oleh karena itu, pergilah engkau ke ladang!’ Ayahku memerintahkan beberapa hal yang harus aku kerjakan, kemudian berkata kepadaku, ‘Jangan terlambat pulang kepadaku, sebab jika engkau terlambat pulang kepadaku, engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau membuatku lupa segala urusan yang ada’.”

Salman Tertarik Kepada Agama Nasrani
Salman berkata, "Kemudian aku pergi menuju ladang ayahku seperti diperintahkan kepadaku. Dalam perjalanan ke ladang ayahku, aku melewati salah satu gereja milik orangorang Nasrani, dan aku dengar suara-suara mereka ketika mereka mengerjakan shalat di dalamnya. Aku tidak tahu banyak persoalan manusia, karena aku dipingit ayah di rumah. Ketika aku mendengar suara-suara mereka, aku masuk kepada mereka untuk melihat dari dekat apa yang mereka kerjakan di dalamnya. Ketika aku melihat mereka, aku kagum kepada shalat-shalat mereka dan tertarik kepada aktifitas mereka. Aku berkata, 'Demi Allah, agama orang-orang ini lebih baik daripada agama yang aku peluk. Demi Allah, aku tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Aku membatalkan pergi ke ladang ayahku.

Aku berkata kepada orang-orang Nasrani tersebut, ‘Agama ini berasal dari mana?’ Mereka men-jawab, ‘Dari Syam.’ Setelah itu, aku pulang ke rumah dan ternyata ayahku mencariku, dan aku membuatnya tidak mengerjakan pekerjaannya. Ketika aku telah kembali kepadanya, ayahku berkata kepadaku, ‘Anakku, dari mana saja engkau? Bukankah engkau telah membuat perjanjian denganku?’ Aku berkata, ‘Ayah aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan shalat di gereja mereka, kemudian aku kagum pada agama mereka yang aku lihat. Demi Allah, aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam.’ Ayah berkata kepadaku, ‘Anakku, tidak ada kebaikan pada agama tersebut. Agamamu, dan agama nenek moyang lebih baik daripada agama tersebut.’ Aku berkata, ‘Tidak. Demi Allah, agama tersebut lebih baik daripada agama kita.’ Setelah kejadian tersebut, ayah mengkhawatirkanku. la ikat kakiku dan memingitku di rumahnya. Aku mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan aku katakan kepada mereka, ‘Jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar aku tentang mereka.’ Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungiku. Aku katakan kepada mereka, ‘Jika mereka telah selesai memenuhi kebutuhannya, dan hendak pulang ke negeri mereka, maka beri izin aku untuk bisa ikut mereka’."

Salman Kabur ke Syam
Salman berkata, "Ketika para pedagang Nasrani hendak kembali ke negerinya, orang-orang Nasrani memberiku informasi tentang mereka. Kemudian aku buang rantai dari kakiku dan pergi bersama mereka hingga tiba di Syam. Setelah tiba di Syam, aku bertanya, ‘Siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya?’ Mereka menjawab, ‘Uskup di gereja.’ Kemudian aku datang kepada uskup tersebut dan berkata kepadanya, ‘Aku amat tertarik kapada agama ini. Jadi aku ingin sekali bisa bersamamu, dan melayanimu di gerejamu agar bisa belajar darimu dan shalat bersamamu.’ Uskup berkata, ‘Masuklah!’ Aku pun masuk kepadanya, namun uskup tersebut orang jahat. la suruh pengikutnya bersedekah. Tapi ketika mereka telah mengumpulkannya, ia simpan untuk dirinya dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh tempayan penuh berisi emas dan perak. Aku sangat marah kepadanya atas tindakannya tersebut. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia.

Orang-orang Nasrani berkumpul untuk menguburnya, namun aku katakan kepada mereka, ‘Sungguh, orang ini jahat. Ia suruh kalian bersedekah, namun jika kalian memberikan sedekah kepadanya, ia menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sepeser pun kepada orang-orang miskin.’ Mereka berkata, ‘Dari mana engkau mengetahui hal ini?’ Aku katakan kepada mereka, ‘Mari aku tunjukkan tempat penyimpanannya kepada kalian.’ Mereka berkata, ‘Tunjukkan kepada kami tempat penyimpanannya!’ Aku tunjukkan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh tempayan yang penuh dengan emas dan perak. Ketika mereka melihat ketujuh tempayan tersebut, mereka berkata, ‘Demi Allah, kita tidak akan mengubur mayat uskup ini.’ Mereka menyalib uskup tersebut dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi uskup pengganti."

Salman Bersama Uskup Yang Shalih
Salman berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang shalat lima waktu yang lebih mulia, lebih zuhud di dunia, lebih cinta kepada akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari uskup baru tersebut. Aku mencintai uskup tersebut dengan cinta yang tidak ada duanya. Aku tinggal bersamanya lama sekali hingga akhirnya ajal menjemputnya. Aku katakan kepadanya, 'Hai Fulan, sungguh aku telah hidup bersamamu dan aku mencintaimu dengan cinta yang tidak ada duanya. Sekarang seperti yang engkau lihat telah datang keputusan Allah Ta ‘ala kepadamu, maka engkau titipkan aku kepada siapa?’ Uskup menjawab, ‘Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti diriku. Manusia sudah banyak yang meninggal dunia, mengubah agamanya, dan meninggalkan apa yang tadinya mereka kerjakan, kecuali satu orang di Al-Maushil, yaitu Si Fulan. la seperti diriku. Pergilah engkau kepadanya!’”

Salman Bersama Uskup Al-Maushil
Salman berkata, “Ketika uskup tersebut meninggal dunia dan dikubur, aku pergi kepada uskup Al-Maushil. Ketika tiba di sana, aku katakan kepadanya, ‘Hai Fulan, sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak meninggal dunia agar aku pergi kepadamu. la jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia.’ Uskup tersebut berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku menetap bersamanya. Aku lihat ia orang yang sangat baik seperti cerita sahabatnya. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Menjelang meninggal dunia, aku berkata kepadanya, ‘Hai Si Fulan, sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup berkata, ‘Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya!’”

Salman Pergi Kepada Uskup Nashibin
Salman berkata, “Ketika uskup tersebut telah meninggal dunia dan dimakamkan, aku pergi kepada uskup Nashibin. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya dan apa yang diperintahkan dua sahabatku kepadanya. Ia berkata, ‘Tinggallah bersamaku.’ Aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti dua sahabatnya yang telah meninggal dunia. Aku tinggal bersama orang terbaik. Demi Allah, tidak lama kemudian ajal menjemputnya. Menjelang kematiannya, aku berkata kepadanya, ‘Hai Si Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup tersebut berkata, ‘Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. la sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita!’”

Salman Pergi Ke Uskup Ammuriyah
Salman berkata, “Ketika uskup Nashibin telah meninggal dunia dan disemayamkan, aku pergi kepada uskup di Ammuriyah. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya. Ia berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku tinggal bersama orang terbaik sesuai dengan petunjuk sahabat-sahabatnya dan perintah mereka. Aku bekerja hingga aku mempunyai beberapa lembu dan kambing. Tidak lama kemudian, uskup tersebut juga meninggal dunia. Menjelang kematiannya, aku bertanya kepadanya, ‘Hai Si Fulan, sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup berkata, ‘Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang engkau bisa aku perintahkan pergi kepadanya, namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim AledhisSalam dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah di antara dua daerah yang berbatu dan di antara dua daerah tersebut terdapat kurma. Nabi tersebut mempunyai tandatanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri tersebut, pergilah engkau ke sana!’”

Salman Pergi ke Lembah Al-Qura
Salman berkata, “Kemudian uskup tersebut meninggal dunia dan dima-kamkan. Sedang aku tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewatiku. Aku berkata kepada mereka, ‘Bawalah aku ke negeri Arab, niscaya aku serahkan lembu dan kambingku ini kepada kalian!’ Mereka berkata, ‘Ya.’ Aku berikan lembu dan kambingku kepada mereka, dan mereka membawaku. Namun ketika tiba di lembah AlQura, mereka berbuat dzalim kepadaku. Mereka menjualku kepada seorang Yahudi sebagai seorang budak. Kemudian aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut, dan aku melihat kurma. Aku berharap kiranya negeri ini yang pernah diisyaratkan sahabatku.”

Salman Tiba di Madinah
Salman berkata, “Ketika aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut, tiba-tiba saudara misan orang Yahudi yang berasal dari Bani Quraidzah tiba dari Madinah. la membeliku dari orang Yahudi tersebut, dan membawaku ke Madinah. Demi Allah, ketika aku melihat Madinah, aku lihat persis seperti dijelaskan sahabatku. Aku menetap di sana. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diutus sebagai Nabi dan menetap di Makkah dalam jangka waktu tertentu dan aku tidak mendapat informasi tentang beliau, karena kesibukanku sebagai seorang budak. Tidak lama setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah.”

Salman Mendengar Tempat Hijrah Nabi Muhammad
Salman berkata, “Demi Allah, aku berada di atas pohon kurma menger-jakan beberapa pekerjaan untuk tuanku, sedang tuanku duduk di bawahku. Tiba-tiba saudara misan tuanku datang dan berdiri di depannya. Saudara misan tuanku berkata, ‘Hai Fulan, semoga Allah membunuh Bani Qailah. Demi Allah, sesungguhnya mereka sekarang berkumpul di Quba’ untuk me-nyambut kedatangan seorang laki-laki dari Makkah, dan mereka mengklaim bahwa orang tersebut adalah Nabi’.”

Ibnu Hisyam berkata, "Qailah adalah anak wanita dari Kahil bin Udzrah bin Sa’ad bin Zaid bin Laits bin Sud bin Aslum bin Ilhaf bin Qadha’ah. la ibu Al-Aus dan Al-Khazraj. An-Nu’man bin Basyir Al-Anshari berkata memuji Al-Aus dan Al-Khazraj,

Orang-orang gagah dari anak-anak Qailah
Tidak ada tandingannya dalam menghadapi kerusakan Mereka orang-orang pemaaf dan pahlawan-pahlawan yang senang dengan kedermawanan
Mereka melihat prestasi nenek moyang untuk mereka sebagai hal yang sangat agung

Salman Mempelajari Risalah Nabi Muhammad
Salman berkata, "Aku mempunyai sesuatu yang telah aku siapkan. Pada sore hari, aku mengambilnya kemudian pergi kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam & Quba’. Aku masuk kepada beliau dan berkata kepadanya, ‘Aku mendapat informasi bahwa engkau orang shalih. Engkau mempunyai sahabat-sahabat, terasing, dan memerlukan bantuan. Inilah sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang-orang lain.’ Aku serahkan sedekah tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya, ‘Makanlah.’ Beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikit pun dari sedekahku. Aku berkata dalam hati, ‘Ini tanda pertama.’

Kemudian aku mohon pamit dari hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah itu, aku mengumpulkan barang yang lain, sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah pindah ke Madinah. Aku datang kepada beliau dan berkata kepadanya, ‘Sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Inilah hadiah khusus aku berikan kepadamu.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memakan hadiahku dan memerintahkan sahabatsahabatnya ikut makan bersamanya. Aku berkata dalam hati, ‘Ini tanda kedua.’

Setelah itu, aku mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Baqi’ Al-Gharqad yang ketika itu sedang mengantar jenazah salah seorang dari sahabat-sahabatnya. Aku sudah mengetahui dua tanda pada beliau. Beliau sedang duduk di antara sahabat-sahabatnya, kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau. Setelah itu, aku berada di belakang beliau karena ingin melihat punggung beliau; apakah aku bisa melihat cap seperti yang dijelaskan sahabatku? Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku berada di belakangnya, beliau mengetahui bahwa aku sedang mencari sifat yang pernah dijelaskan sahabatku. Beliau melempar kainnya dari punggungnya, maka pada saat itulah aku melihat cap kenabian pada beliau. Kemudian aku balik ke depan beliau dan menangis. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku

‘Baliklah!’ Aku berbalik arah dan duduk di depan beliau. Aku ceritakan kepadanya semua kisah tentang diriku sebagaimana aku ceritakan kisah ini kepadamu, hai Ibnu Abbas. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ingin kisahku ini didengar sahabat-sahabatnya.’ Setelah itu Salman sibuk dengan statusnya sebagai seorang budak hingga tidak bisa ikut Perang Badar dan Uhud bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Salman Membeli Kemerdekaannya dengan Bantuan Rasulullah

Salman berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku, ‘Bebaskan dirimu dengan membayar sejumlah uang, hai Salman!’ Kemudian aku memerdekakan diriku dari tuanku dengan membayar tiga ratus pohon kurma yang aku tanam untuknya dan emas empat puluh ons.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya, ‘Bantulah saudara kalian ini!’ Sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi bantuan pohon kurma kepadaku. Ada sahabat yang memberi tiga puluh anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberiku dua puluh anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberiku lima belas anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberiku sepuluh anak pohon kurma. Setiap orang membantu sesuai dengan kemampuannya, hingga akhirnya terkumpul tiga ratus anak pohon kurma. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku, ‘Pergilah hai Salman, dan galilah lubang untuk anak-anak pohon kurma ini. Jika engkau telah selesai menggalinya, datanglah kepadaku, agar tanganku sendiri yang meletakkan anak pohon kurma ini ke dalamnya’."

Salman berkata, "Kemudian aku menggali lubang untuk anak-anak pohon kurma tersebut dengan dibantu sahabat-sahabatku. Ketika aku telah selesai menggalinya, aku menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan melaporkan kepada beliau bahwa aku telah selesai membuat lubang. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi bersamaku ke lubang-lubang tersebut. Kami berikan anak pohon kurma kepada beliau dan diletakkannya ke dalam lubang dengan tangannya sendiri hingga proses penanaman selesai. Demi Dzat yang jiwa Salman berada di Tangan-Nya, tidak ada satu pun anak kurma yang mati. Aku pelihara pohon-pohon kurma tersebut dan aku mempunyai sedikit harta. Tidak lama setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang dengan membawa emas sebesar telur ayam dari salah satu lokasi pertambangan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

‘Apa yang telah dikerjakan orang Persia yang memerdekakan dirinya dengan membayar sejumlah uang?’ Aku dipanggil Rasulullah Shallal-lahu Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda, ‘Ambil emas ini, dan bayarlah hutangmu dengannya, wahai Salman!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa menutup hutangku?’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ambillah emas ini, karena Allah akan menutup hutangmu dengannya.’ Aku ambil emas tersebut kemudian menimbangnya. Demi Dzat yang jiwa Salman berada dalam genggaman Tangan-Nya, ternyata berat emas tersebut adalah empat puluh ons. Kemudian aku bayar hutangku pada tuanku dengan emas tersebut. Setelah itu aku menjadi orang merdeka. Aku bisa ikut Perang Khandaq bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai orang merdeka dan sesudahnya aku tidak pernah melewatkan satu perang pun

Ibnu Ishaq berkata, bahwa Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku dan seseorang dari Abdu Al-Qais dari Salman yang berkata, “Ketika aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa menutup hutangku?’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memungut emas tersebut dan membolak-baliknya di depan mulutnya. Beliau bersabda, ‘Ambillah emas ini, hai Salman dan bayar hutangmu pada tuanmu dengan emas ini!’ Emas tersebut aku ambil, lalu aku bayar hutangku pada tuanku secara penuh; empat puluh ons emas.”

Pembicaraan Salman dengan Pendeta Ammriyah
Ibnu Ishaq berkata bahwa Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa orang yang tidak aku ragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Umar bin Abdul Aziz bin Marwan yang berkata bahwa aku diberitahu dari Salman, ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menceritakan perjalanan hidupnya kepada beliau bahwa pendeta Ammuriyah berkata kepadanya, “Pergilah engkau ke daerah ini dan itu di wilayah Syam, karena di sana terdapat orang laki-laki yang hidup di antara dua hutan. Pada setiap tahun, ia keluar dari satu hutan ke hutan satunya karena ia ditunggu orang-orang yang sakit. Setiapkali ia mendoakan salah seorang dari mereka, pasti orang tersebut sembuh dari sakitnya. Bertanyalah kepadanya perihal agama yang engkau can, pasti ia menjelaskannya kepadamu!”

Salman berkata, “Kemudian aku pergi ke tempat yang dijelaskan sahabatku. Di tempat tersebut kulihat orang-orang berkumpul dengan membawa keluarganya yang sakit. Pada suatu malam, orang tersebut keluar dari satu hutan ke hutan satunya, dan dibuntuti orangorang. Ia tidak mendoakan orang yang sakit, melainkan ia sembuh. Mereka lebih cepat datang kepada orang tersebut daripada aku. Akibatnya aku tidak bisa mendekat kepadanya hingga ia masuk ke hutan yang ingin ia masuki. Aku membuntuti orang tersebut. Ia berkata, ‘Siapa engkau?’ Ia menoleh kepadaku, kemudian aku katakan kepadanya, ‘Semoga Allah merahmatimu, coba jelaskan kepadaku perihal hanafiyah (agama yang lurus), agama Ibrahim!’ Ia berkata, ‘Engkau menanyakan sesuatu yang tidak ditanyakan manusia pada hari ini. Sungguh telah dekat kepadamu zaman kemunculan Nabi yang diutus dengan membawa agama tersebut dari tanah suci. Pergilah engkau kepa¬danya, pasti ia membawamu kepada agamanya!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Hai Salman, jika penuturanmu ini benar, sungguh engkau telah bertemu dengan Isa bin Maryam’.”