Sejauh Mana Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh Dapat Dikatakan "Efektif"?

Pandemi COVID-19 menghasilkan dampak yang signifikan bagi Indonesia. Pasalnya, COVID-19 berhasil membuat beberapa sektor formal menjadi lumpuh, tak terkecuali dunia pendidikan. Kala pemerintah pusat mengonfirmasi bahwa COVID-19 tengah memasuki Nusantara, seketika itu juga pemerintah mewajibkan seluruh sektor formal untuk adaptif terhadap skema work from home . Sejatinya, skema WFH ( work from home ) bukanlah sebuah ikon kemunduran, melainkan manifestasi konkret dari prinsip IoT atau Internet of Things . Saat ini, beberapa negara maju telah adaptif terhadap skema WFH, bahkan jauh sebelum pandemi COVID-19 melanda dunia. Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Pisau analisis penulis menilai bahwa Indonesia belum cukup adaptif terhadap skema WFH, terkhusus di bidang pendidikan.

Sektor pendidikan dalam negeri selalu identik dengan KBM (kegiatan belajar dan mengajar) secara luring, dimana guru dan siswa atau dosen dan mahasiswa melakukan tatap muka dan melangsungkan KBM di gedung sekolah atau universitas. Melalui skema WFH, esensi dari kegiatan belajar luring pun ikut memudar. Siswa tidak lagi datang kesekolah dan guru juga tidak lagi menyalurkan ilmunya di ruangan konvensional. Saat ini, guru dan siswa dipertemukan melalui ruang virtual berbasis jaringan data dan melakukan tatap muka melalui layar telepon pintar atau komputer.

Pro dan kontra kerap menghantui skema pembelajaran jarak jauh, mulai dari keterbatasan kuota, transmisi sinyal yang tidak merata, sampai dengan siswa yang tidak memiliki telepon pintar untuk mengikuti KBM. Menyikapi hal tersebut, pemerintah harus bekerja ekstra untuk dapat melayani kebutuhan publik, mulai dari memperkuat sinyal di seluruh penjuru negeri, sampai dengan membagikan kuota internet gratis kepada seluruh peserta didik hingga bulan Desember 2020.

Namun, apakah pembelajaran jarak jauh dapat dikatakan “efektif”? Penulis berpikiran bahwa skema PJJ atau pembelajaran jarak jauh masih jauh dari kata efektif. Berdasarkan pengalaman dan temuan dari media sosial, banyak tenaga pendidik yang justru memanfaatkan PJJ hanya untuk memberikan tugas dan tidak menyertainya dengan penjelasan materi seperti biasa. Disisi lain, terdapat juga tenaga pendidik yang telah menjelaskan materi dengan sedemikian rupa, namun kurang mendapatkan atensi dari para peserta didik. Menurutmu, apakah pemerintah perlu menonaktifkan skema PJJ dan kembali kepada kegiatan belajar normal atau perlu mengupayakan kebijakan lain yang bisa mendampingi sekaligus mengoptimalisasi pembelajaran jarak jauh?

Yuk utarakan pendapatmu!

Referensi

11 Likes

menurutu saya artikelnya sangat keren dan bermanfaat. menurut saya, pembelajaran jarak jauh bisa dibilang tidak efektif, karena mahasiswa hanya mendapatkan tugas via google classroom dan tidak diberi penjelasan materi seperti semester sebelumnya. menurut saya pemerintah harus bisa membuat perkuliahan seperti normal dan memakai protokol kesehatan

Such a good article ger!!! Pendapat gue perlu dipintain ga nih? HAHA

Menurut gue pribadi, yang namanya PJJ gaada efektiknya sama sekali. Pertama, cuma membebani guru karena capek banget ngeliat layar 24/7 dan ditambah lagi siswanya juga niat ga niat. So solusinya gimana? Mungkin bisa beralih ke kbm offline tapi siswanya dibatasin (?)

Jika begitu, bisa saja nanti keadaan di lapangan tidak sesuai harapan kak. Masalahnya, sepengelihatanku kata kata protokol kesehatan ini hanya manis di mulut saja, tapi yang menuruti tidak maksimal. Terlalu riskan sih kalau sekolah atau kuliah diadakan offline

1 Like

Artikel yang bagus!
Sesuai dengan apa yang saya lihat selama ini terkait PJJ. Keadaan yang masih sulit ini memang menekan berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tidak hanya guru, atau tidak hanya pula murid. Tetapi menurut saya, PJJ ini memang masih belum bisa dikatakan efektif dengan banyaknya kendala seperti yang sudah dijelaskan di artikel. Sehingga mungkin lebih baik pemerintah mengaktifkan KBM tatap muka terhadap jenjang yang memungkinkan dengan pola yang sesuai.

Artikel yang bagus dan bermanfaat, menurut saya sendiri PJJ ini memang masih jauh dari kata efektif. Namun, mengingat pandemi masih terus eksis untuk saat ini pemerintah belum dapat mengaktifkan kembali kegiatan belajar secara normal. Menurut saya pemerintah harus mengupayakan kebijakan pembelajaran online ini agar lebih efektif, dapat mudah dipahami, serta harus ada fasilitas pembelajaran yang memumpuni terutama bagi murid/mahasiswa yang bertempat tinggal di pedalaman.

artikel yg sangat menarik!
skema PJJ mmg dirasa masih sangat krg efektif, krn faktanya mmg masih byk kendala yg ditemukan di lapangan, seperti jalannya pembelajaran yang krg efektif, guru lebih dominan dalam pemberian tugas bukan penjelasan materi, borosnya penggunaan kuota dan minimnya subsidi kuota, dll.
dikarenakan covid-19 yg masih mewabah, pembelajaran daring masih menjadi pilihan. maka, pemerintah perlu mengupayakan suatu kebijakan agar dapat mengoptimalisasi pembelajaran jarak jauh, salah satunya mgkn dapat memberikan kebijakan dengan membuka gratis layanan aplikasi daring bekerjasama dengan provider internet dan aplikasi untuk membantu proses pembelajaran daring ini,

benar juga sih. tapi bagi saya pemerintah harus bisa gambling, lebih memilih kbm online tapi arahnya tidak jelas atau mengupayakan kbm offline namun disertai dengan pengawasan dari pihak medis. karena menurut saya perkuliahan daring benar-benar membuat mahasiswa tertekan dan membuat dosen juga kesulitan

Sebuah pembelajaran jarak jauh dikatakan efektif jika tercapai tujuan pembelajaran. Sedangkan sejauh ini menurut pemantauan saya, pembelajaran jarak jauh masih kurang efektif. Hal ini dikarenakan antara siswa, guru maupun orang tua masih belum bisa bersinergi. Begitupun dengan mahasiswa dan dosen. Menurut saya, pjj yang selama ini dilakukan hanya sebagai penuntasan tugas saja bukan kesadaran pembealajaran. Kenapa saya katakan demikian? Karena banyak guru yang seolah lepas tangan ketika pjj. Mereka hanya memberikan tugas dan tugas. Bukan mendidik sebagaimana mestinya. Terima kasih

Peran pemerintah menurut saya kurang cukup baik, karena kuota aja tidak menyelesaikan masalah. Teman saya banyak di daerah yang tidak mendapatkan sinyal, sehingga saat kuliah sering keluar dari kelas dengan sendirinya. Saya sih sepakat dengan kbm offline yang dilakukan dengan prosedur kesehatan ketat.

Sepertinya ini 50-50. Karena pemerintah pasti juga kelimpungan akan hal yang akan terjadi. Tapi saya sepakat sekali kalau kuliah offline kembali dihidupkan. Selain materi lebih masuk ke otak, dosen juga tidak semena-mena untuk memberikan tugas. Walaupun ada resiko, tapi resiko ini harus diambil agar ilmu bisa masuk dengan lebih baik

Menurut saja sendiri PJJ ini memiliki dampak bagi mahasiswa yang kebanyakan mata kuliahnya adalah praktek seperti Kedokteran dan MIPA dsb. Namun untuk melakukan kuliah online saya rasa sekarang belum tepat kalau saja akan dibuka dalam waktu dekat saya tidak yakin orang-orang akan menjalankan protokol kesehatan dengan benar. Bahkan teman-teman saya saja banyak yang tidak percaya bahwa Covid-19 itu benar-benar ada.

Namun untuk saya yang kuliah dengan jurusan yang tidak meiliki banyak praktek/belum, tidak terlalu masalah dengan PJJ ini malah saya jadi bisa multitasking mengerjakan banyak hal sembari PJJ. Namun karena PJJ ini tugas jadi semakin menumpuk. Yah kita berdoa saja agar Covid-19 lekas pergi dari dunia.

Halo Shinta!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Namun, apakah kamu sendiri percaya kalau masyarakat terkhusus siswa dan guru dapat menaatai protokol kesehatan dengan baik? Karena aku sendiri tergolong khawatir dengan masyarakat yang justru abai terhadap kaidah kesehatan.

Mari berdiskusi,
Terima kasih banyak!

Wah, thank you banget Van!

Kalau menurut lu sendiri, ketika pihak sekolah telah membatasi jumlah siswa, apakah pengawasan dari pihak tenaga medis tetap diperlukan?

Halo Dwi!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Aku sangat setuju dengan pendapat kamu. Namun, apakah kamu percaya bahwa kaum terpelajar (seperti siswa) dapat menaati protokol kesehatan dengan baik? Karena jika iya, proses KBM secara luring juga layak dipertimbangkan.

Mari berdiskusi,
Terima kasih banyak!

Halo Teresia!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Kalau menurut kamu, pola yang sesuai itu klasifikasinya seperti apa?

Mari berdiskusi,
Terima kasih banyak!

Artikel yang padat dan bermanfaat. Realita pendidikan memang sedang tidak efektif, karena pemerintah juga merasa bingung akibat kondisi negara yang semakin memburuk. Bagi saya, pemerintah tidak perlu membuat kbm menjadi offline, karena jika kbm diubah menjadi offline, orang yang terjangkit virus covid akan semakin banyak dan tidak terkendali

Halo Rana!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Saya sangat sepakat teradap poin terakhir, terutama pada statement murid atau mahasiswa yang tinggal di pedalaman. Bagi saya, sosok seperti mereka merupakan persona yang wajib di prioritaskan dalam KBM secara daring.

Halo Berti!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Saran kamu bagus sekali! Ditambah lagi, pemerintah bisa saja mengupayakan program KBM melalui saluran televisi. Probabilitas keluarga yang memiliki televisi pasti sangat tinggi, sehingga usulan seperti ini layak untuk dicoba.

Terima kasih sudah berkunjung ya!

Halo Vera!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Pernyataan kamu hampir dialami oleh semua orang, termasuk saya. Dan saya setuju dengan statement kamu yang berbunyi “siswa, guru maupun orang tua masih belum bisa bersinergi”. Orang tua juga merupakan salah satu x-factor agar KBM daring dapat berjalan dengan baik.

Terima kasih sudah berkunjung ya!