Segenggam visi dariku

Bisakah aku mempertahankan mu ?
Genggaman ini seperti hubungan kita, sama-sama menyukai, namun lama kelamaan visi kita berbeda

3 Likes

Foto ini sangat menarik. Warna biru yang cerah menjadi latar yang sempurna ketika disatukan dengan objek lainnya. Objek tangan kanan yang menggenggam pasir menambah nilai filosofis bagi foto ini. Apalagi proporsi dari fotonya sudah 1/3 dari keseluruhan gambar, sehingga fokus utama akan langsung tertuju pada genggaman dan pasir itu. Hal tersebut membuat foto semakin berarti, karena fokus utama bagi yang melihat foto ini sekilas akan tertuju kepada tangan itu.

Tentunya hal tersebut bukan perkara mudah, dibutuhkan kepekaan dari sang fotografer untuk bisa menciptakan efek psikologis tersebut, dan menurut saya fotografer sudah cukup baik dalam menginpretasikan makna foto ini. Judul “Segenggam visi dariku” sangat tepat untuk foto dan maknanya.

Jika dianalogikan genggaman tangan itu sedang memegang visi (pasir), dan tangan kanan itu diibaratkan sebagai sosok yang bertahan. Maka, saya punya sepenggal cerita yang mungkin saja dapat membantu imajinasi Anda.

Malam itu, aku menyadari ada sesuatu yang berbeda, diantara kita. Jawaban enggan itu seperti meneriakanku untuk tidak lagi mengganggumu. Aku mengirim pesan seperti biasanya kepadamu, memanggil nama kecilmu yang lucu itu, dan mendengarkan lagu kesukaan kita di beranda rumah yang sangat kau sukai.

Angin yang cukup dingin malam itu membawa pesan masuk darimu, berupa balasan singkat yang terasa semakin membekukan tubuhku kala itu. Aku tidak berlebihan, mungkin malam itu adalah puncak kegaduhan hatiku yang tak kunjung bisa berpikir sehat akan sikapmu beberapa waktu terakhir. Selalu saja singkat, dan terasa sangat enggan. Baiklah, aku mencoba untuk selalu menarik nafasku dalam-dalam, agar aku tidak lupa bahwa aku ini manusia yang punya nurani.

Meski demikian, rasa kesalku tetap terusik, mencoba bertanya pada ruang kosong tidak ada artinya. Aku harus bertanya dan memastikan.

“Ada apa? Kamu berbeda.”

Satu jam berlalu, ia tak kunjung membalas pesanku,

Aku alihkan pikiranku pada desain-desain bangunan yang ada dihadapanku, seraya berbisik pada angin untuk meneguhkanmu membalas pesanku.

Beberapa menit kemudian, ia menelfonku dan kami berbicara panjang. Aku merasa detik yang berjalan amat sangat lambat, malam menyumbangkan suara sumbang yang amat sangat keras, dan beranda rumah menjadi tempat yang amat sulit kujejaki.

Katanya, kita tak lagi cerita,
Katanya, kita tak lagi sama,
Katanya, kita tak lagi ada,
Katanya, visi kita sudah tak bisa digenggamnya. Dia sudah tak mampu menghadapiku.

Biarlah alasan itu menjadi alasan… Pergilah untuk menghirup udara baru yang membuatmu lebih bahagia… Aku tidak akan pergi kemana-mana… Aku tidak menunggumu kembali… Aku akan melepaskanmu dari tempat menyakitkan ini… Aku hanya akan mendengarkanmu dari bilik-bilik langit yang tidak tersekat itu…

Lalu bagaimana pendapatmu tentang foto ini?

1 Like