Sebutkan dan Jelaskan Jenis-Jenis Sistem Pemilu!

Di seluruh dunia terdapat dua sistem pemilu yaitu, sistem pemilu dan sistem pemilu distrik. Berikut adalah penjelasan mengenai sistem distri atau Sistem pluralitas-mayoritas (plurality-majority). Dalam sistem pluralitas-mayoritas, terdapat satu karakteristik utama, yaitu hampir selalu menerapkan distrik berwakil tunggal. Oleh karena itu sistem ini memiliki kelebihan sekaligus kelemahan. Beberapa kelebihan yang terdapat dalam sistem pluralitas-mayoritas adalah memiliki akuntabilitas tinggi perwakilan pada konstituen; mendorong terciptanya stabilitas politik yaitu mengarah kepada sistem dua partai; dan partai-partai kecil cenderung melakukan koalisi untuk memeroleh kursi.

Kelebihan lainnya, sistem ini memberikan gambaran bahwa perhitungan suara jauh lebih sederhana dan kurang menimbulkan kompleksitas perselisihan. Salah satu konsekuensi dari sistem pluralitas-mayoritas adalah anggota parlemen memiliki kecenderungan orientasi kepada daerah pemilihannya (konstituensi) daripada orientasi nasional.

Adapun kelemahan utama sistem pluralitas-mayoritas adalah sebagian suara akan hilang karena prinsip perwakilan tunggal/ single member constituency (meskipun ada juga yang berwakil banyak). Parpol juga menjadi kurang berperan dalam kontrol atas wakil mereka di lembaga legislatif serta fragmentasi politik besar di tingkat lokal. Di daerah yang ketahanan sosialnya rendah, potensi disintegrasi lebih tinggi.

Secara kategoris, terdapat beberapa varian dalam sistem pluralitas-mayoritas, yaitu:

  1. First Past The Post.
  2. Block Vote
  3. Alternative Vote
  4. Two Round System.

Selanjutnya akan dijelaskan satu persatu varian-varian dalam sistem pluralitas-mayoritas di atas.

1) First Past The Post (FPTP)

Sistem ini merupakan varian yang paling banyak digunakan di dunia yang menggunakan sistem pemilu pluralitas-mayoritas seperti di Inggris Raya dan negara-negara yang banyak dipengaruhi oleh Inggris. Varian ini juga digunakan oleh Kanada, India, Selandia Baru, dan Amerika serikat serta beberapa negara Karibia. Dalam sistem FPTP ini calon anggota legislatif yang menang adalah yang memeroleh suara terbanyak di satu daerah pemilihan (distrik) berapapun selisihnya.

Sistem ini sangat sederhana dan memudahkan pemilih dalam menentukan pilihannya. Salah satu kelemahan utamanya adalah banyaknya suara terbuang atau tidak terkonversi menjadi kursi jika calon yang berkompetisi di distrik tersebut banyak tetapi yang diperebutkan hanya satu kursi. Dengan demikian suara dan calon lain yang suaranya di bawah calon yang memeroleh suara terbanyak tidak dapat mengkonversi suaranya dan berarti menyingkirkan calon dan partai politik lainnya. Kelebihan lain selain sederhana adalah akan memunculkan pemerintahan kuat atau tunggal dan sebaliknya memunculkan kelompok oposisi yang kuat pula.

2) Block Vote (BV)

Block Vote (BV) mirip dengan FPTP tetapi berwakil banyak. Para pemilih diberikan kesempatan untuk memilih sebanyak kursi yang dialokasikan di distrik tersebut. Biasanya pemilih akan mengacak siapa yang akan dipilih tanpa memperhatikan asal parpolnya. Dalam varian BV ini pemilih bebas menentukan sebanyak atau sesedikit mungkin pilihan yang diinginkan.

3) Alternative Vote (AV)

Varian ini merupakan varian yang relatif jarang dikenal di dunia karena hanya digunakan di Australia dan Nauru dengan sedikit modifikasi. Varian ini digunakan pada sistem distrik berwakil tunggal sama halnya seperti varian FPTP. Tetapi varian AV memberikan kesempatan dan pilihan kepada pemilih lebih besar yang menandai suara lebih dari satu. Dalam varian AV ini pemilih dapat mengurutkan pilihannya (para calon anggota legislatif) sesuai dengan pilihan mereka dengan cara memberi tanda ”1” untuk calon yang paling disukai dan seterusnya. Model ini memungkinkan para pemilih menentukan sesuai selera yang paling disukai yang biasa disebut prefential voting (pemilihan berdasarkan perferensi).

4) Two Round System (TRS)

Varian lain dalam sistem pluralitas-mayoritas adalah two round system (TRS) atau sistem dua putaran atau biasa disebut sistem run-off atau double ballot. Varian ini dilakukan dalam dua putaran dan jarak antar-putaran sekitar satu hingga dua minggu. Putaran pertama dilaksanakan seperti varian FPTP tetapi hasilnya harus mayoritas absolut. Jika tidak mencapai mayoritas absolut, maka dilaksanakan putaran kedua dan pemenangnya adalah yang memeroleh suara terbanyak.

Kemudian sistem pemilu selain distrik adalah sistem pemilu proporsional. Berikut adalah penjelasan dari sitem pemilu proporsional. Proportional representation system (sistem perwakilan berimbang). Dalam sistem perwakilan berimbang atau proportional representation, partai memiliki fungsi dan kendali yang dominan atas wakil-wakilnya, baik dalam proses pencalonan maupun setelah duduk di parlemen. Partai memiliki kekuatan sehingga menjadi sehat dalam menjadikan parpol sebagai pilar demokrasi yang kokoh. Dalam sistem ini, tidak ada suara pemilih yang hilang (terutama jika diterapkan sistem perwakilan berimbang atau proportional representation murni) karena semua suara akan terkonversi menjadi kursi.

Selanjutnya, sistem perwakilan berimbang (proportional representation) memungkinkan tokoh nasional atau lokal yang memiliki kualitas dan kapabilitas baik menjadi wakil rakyat, karena parpol melakukan rekrutmen secara terorganisasi. Hal yang utama dari sistem perwakilan berimbang (_proportional representatio_n) adalah memberikan peluang kepada parpol kecil untuk tumbuh menjadi besar, sehingga tidak mematikan aspirasi politik dan aspirasi kekuasaan untuk ikut memengaruhi proses politik. Kecenderungan sistem ini adalah anggota parlemen lebih berorientasi ke tingkat nasional dibanding ke daerah pemilihannya.

Dalam sistem perwakilan berimbang (proportional representation) terdapat beberapa kelemahan mendasar yang mengakibatkan derajat keterwakilan (degree of representativeness) menjadi rendah. Hasil Kajian Makmur Keliat dkk menyatakan bahwa kelemahan utama sistem ini adalah:

a. Akuntabilitas kepada konstituen (pemilih) lemah, karena wakil terpilih lebih tergantung kepada kekuasaan pusat (DPP parpol)

b. Peluang untuk politik uang (_money politic_s) dan penyalahgunaan kekuasaan sangat besar, karena calon tergantung parpol, bukan konstituen

c. Fragmentasi politik di tingkat nasional sangat besar, memungkinkan parpol kecil memengaruhi proses politik

d. Besar kemungkinan terjadi distorsi dan manipulasi penghitungan suara dari TPS hingga ke tingkat nasional. Dalam sistem representasi proporsional terdapat varian, yaitu:

  1. Perwakilan Berimbang daftar (Proportional Representation list system)
  2. Mixed Member Proportional (MMP)
  3. Single Transferable Vote (STV)

Selanjutnya dapat dijelaskan pemahaman tentang setiap varian dalam sistem perwakilan berimbang atau proportional representation.

a. Perwakilan Berimbang Daftar (Proportional Representation List System)

Varian ini adalah varian yang paling sederhana dari sistem proporsional dengan kegiatan utama parpol menyajikan daftar nama calon anggota legislatif kepada pemilih, untuk selanjutnya pemilih memilih satu parpol pilihannya.

b. Mixed Member Proportional (MMP)

Varian ini merupakan campuran antara sistem proporsional berimbang (proportional representation) dan sistem pluralitasmayoritas seperti yang berlaku di Jerman, Selandia Baru, Bolivia, Italia, Venezuela, dan Hongaria. Varian ini mencoba menggabungkan ciri-ciri positif dari sistem pluralitas-mayoritas maupun sistem proportional representation. Sebagian anggota parlemen dipilih berdasarkan sistem pluralitas-mayoritas (biasanya distrik berwakil tunggal), sementara sisanya dipilih berdasarkan proportional representation list system. Kursi dalam varian ini terutama yang menggunakan sistem proporsional daftar dapat mengkompensasi disproporsionalitas yang dihasilkan dengan sistem pluralitas-mayoritas. Melalui cara ini parpol yang tidak memeroleh kursi dari sistem pluralitasmayoritas dapat memerolehnya dari sistem proporsional daftar. Kelebihan utama varian MMP ini adalah menjamin para pemilih terwakili secara geografis. Selain itu para pemilih mendapatkan keuntungan karena dapat memilih dua kali (2 suara). Satu suara untuk parpol dan satu suara untuk wakil mereka. Kelemahannya adalah suara bagi calon anggota legislatif kurang penting dibanding suara bagi parpol dalam pengalokasian kursi parlemen secara keseluruhan.

c. Single Transferable Vote (STV)

Varian ini merupakan varian dalam sistem proportional representation yang menarik karena implementasinya menggunakan metode yang membutuhkan kecermatan bagi para pemilih. Ahli pemilu asal Inggris dan Denmark bernama Thomas Hare dan Carl Andru menciptakan prinsip dasar STV ini. Varian ini menggunakan distrik berwakil majemuk di mana pemilih mengurutkan calon anggota legislatif berdasarkan preferensi mereka dalam kertas suara. Biasanya pemilih hanya diminta menandai satu nama calon anggota legislatif saja tanpa harus mengurut semua calon. Setelah itu jumlah total suara preferensi pertama dihitung, kemudian beralih ke kuota suara yang diperlukan untuk pemilihan seorang calon anggota legislatif.

Langkah pertama adalah menghitung jumlah total preferensi pertama bagi masing-masing calon anggota legislatif. Setiap calon anggota yang memeroleh suara preferensi pertama melebihi kuota langsung terpilih. Jika tidak ada satu calon pun yang mencapai kuota, calon yang memeroleh suara preferensi pertama terendah tadi dicoret dari daftar dan suara preferensi keduanya dibagikan lagi kepada para calon yang tertinggal. Pada saat yang sama, jumlah kelebihan suara calon terpilih dibagikan lagi menurut preferensi kedua pada kertas suara. Agar adil, semua kertas suara calon dibagi lagi tetapi masingmasing menurut persentase dari satu suara, sehingga total suara yang dibagikan sama dengan sisa kelebihan suara. Proses ini diteruskan sampai semua kursi untuk satu daerah pemilihan terisi.

Terhadap beberapa varian dalam sistem proporsional atau perwakilan berimbang ini, Indonesia menggunakan varian pertama yaitu perwakilan berimbang daftar (PR list system). Secara konseptual, Asfar menyebut bahwa terdapat beberapa model list system yaitu open list, closed list, dan free list.

  • Open List Proportional Representation adalah ketika kepada pemilih diberikan preferensial untuk menentukan pilihannya atas daftar kandidat (calon) yang sudah disusun oleh partai politik. Pilihan tersebut juga bermakna bagi partai politik yang mengusung dalam arti suara pemilih menjadi suara partai politik tersebut.
  • Closed List Proportional Representation dimaknai Asfar jika pemilih hanya memilih partai politik saja dan pemilih tidak dapat menentukan pilihannya secara preferensial atas daftar kandidat (calon) yang dibuat partai politik yang bersangkutan.

Model terakhir dari list system ini adalah Free List Proportional Representation yakni jika pemilih dapat menentukan pilihannya kepada lebih dari satu kandidat (calon) dalam daftar calon yang berisi wakil dari partai politik yang berbeda.

Sistem perwakilan berimbang (proportional representation) memiliki turunan, yaitu sistem semi-proporsional, sehingga dalam sistem ini terdapat dua jenis sistem pemilu, yaitu sistem perwakilan berimbang (proportional representation) dan sistem semiproporsional.

Selanjutnya, menurut David M. Farrel, ciri dari sistem Proportional Representation (PR) ini adalah pertama, setiap distrik (daerah pemilihan) berwakil banyak; kedua, setiap partai politik menyajikan daftar kandidat (calon) dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah kursi yang tersedia; ketiga, pemilih memilih salah satu kandidat; keempat, partai politik memeroleh kursi sebanding dengan suara yang diproleh; dan kelima, kandidat (calon) yang dapat mewakili adalah yang berhasil mencapai dan melampaui ambang batas (dalam hal ini BPP).

Selanjutnya sistem semi-proporsional memiliki beberapa varian yaitu:

  1. Sistem Single non-Transferable Vote (SNTV)
  2. Sistem Paralel
  3. Sistem Limited Vote (LV).

Secara rinci dapat dijelaskan beberapa varian dalam system semi-proporsional di atas.

  1. Sistem Single non-Transferable Vote (SNTV) Dalam varian SNTV ini, setiap pemilih memilih satu suara, tetapi ada beberapa kursi yang harus diisi dalam distrik tersebut dan calon anggota legislatif yang memeroleh suara terbanyak dapat mengisi kursi tersebut.

  2. Sistem Paralel Varian ini menggunakan dua system utama baik daftar-daftar proporsional maupun distrik-distrik pluralitas-mayoritas. Dalam varian ini sistem proporsional tidak memberikan imbangan atas setiap disproporsionalitas dalam distrik mayoritarian.

  3. Sistem Limited Vote (LV) Varian LV ini terletak antara SNTV dan Block Vote karena dalam varian ini ada distrik wakil majemuk dan para calon anggota legislatif yang menang semata-mata adalah mereka yang mengumpulkan paling banyak suara. Para pemilih dapat memberikan suara yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah kursi yang harus diisi tetapi lebih dari satu suara.

Sumber: Syafiie, Inu Kencana.(2012).Sistem Politik Indonesia.Bandung:Refika Aditama