Seberapa luas ruang lingkup pembahasan Keilmuan Sastra?

Sastra

Sastra merupakan ilmu yang sarat akan nilai dan sejarah, dimana tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sejarah manusia yang dimulai dengan sastra. Seberapa luas ruang lingkup pembahasan Keilmuan Sastra?

Sastra sebagai ilmu, memiliki cakupan pembahasan yang cukup luas. Sastra sendiri memiliki beberapa bentuk atau jenis. Studi sastra mempunyai tiga genre, yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra.

  1. Teori Sastra (Theory of Literature): kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam analisis karya sastra.

  2. Kritik Sastra (Literary Criticism): penerapan kaidah-kaidah, rambu-rambu, atau teori-teori tertentu dalam analisis karya sastra, seperti teori New Criticism, strukturalisme, psikoanalisa, dll. Kritik sastra lahir pada abad keenam belas atau ketujuh belas.

  3. Sejarah Sastra (History of Literature): sejarah perkembangan sastra yang mungkin meliputi aliran-aliran dalam penulisan karya sastra (misalnya klasisme, romantisisme, realisme, dll dalam sastra nusantara), periodisasi sastra, dll).

Ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan sastra. Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala yang diamati tersebut.

Sastra sebagai cabang dari seni yang merupakan unsur integral dari kebudayaan usianya sudah cukup tua. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia sejak dahulu, baik dari aspek manusia sebagai penciptanya maupun aspek manusia sebagai penikmatnya. Bagi manusia sebagai pencipta karya sastra, dalam hal ini pengarang dalam sastra tulis dan pawang atau pelipur lara dalam sastra lisan, karya sastra merupakan curahan pengalaman batinnya tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat pada masanya. Ia juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan, serta nilai-nilai kehidupan yang diamanatkan di dalamnya. Sastra mempersoalkan manusia dalam segala aspek kehidupannya sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusia dan budayanya dalam kurun waktu tertentu.

Ruang Lingkup Ilmu Sastra

Sastra sebagai cabang dari seni yang merupakan unsur integral dari kebudayaan usianya sudah cukup tua. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia sejak dahulu, baik dari aspek manusia sebagai penciptanya maupun aspek manusia sebagai penikmatnya. Bagi manusia sebagai pencipta karya sastra, dalam hal ini pengarang dalam sastra tulis dan pawang atau pelipur lara dalam sastra lisan, karya sastra merupakan curahan pengalaman batinnya tentang fenomena kehidupan

sosial dan budaya masyarakat pada masanya. Ia juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan, serta nilai-nilai kehidupan yang diamanatkan di dalamnya. Sastra mempersoalkan manusia dalam segala aspek kehidupannya sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusia dan budayanya dalam kurun waktu tertentu.

Sebagai penikmat karya sastra, sejak masa lampau masyarakat Indonesia telah diwarnai dengan bentuk-bentuk karya sastra dalam kehidupannya. Mereka telah menggunakan bentuk mantra, pantun, dongeng, balada, dan mite dalam kehidupan keseharian. Misalnya, jika masyarakat mengalami gangguan kehidupan, seperti ada yang sakit, tanaman tidak menjadi karena banyak hama tanaman, kemarau yang panjang, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang menyulitkan kehidupan, mereka meminta pawang untuk menyampaikan mantranya untuk mengatasi kesulitan tersebut. Berbagai dongeng, legenda, dan mite digunakan untuk mengantarkan anak atau cucu tidur. Dalam pergaulan masyarakat, digunakan berbagai jenis pantun untuk memberikan nasihat, hiburan, maupun untuk mencurahkan kata hati. Di sisi lain, pelipur lara menghibur masyarakat dengan menembangkan cerita-cerita sebagai hiburan pelepas lelah setelah mereka bekerja keras pada siang hari di sawah dan di ladang. Lewat pertemuan mereka dengan sastra para penikmat sastra dapat memperoleh kesadaran tentang makna kehidupan. Daripadanya diperoleh pengetahuan yang mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan.

Selanjutnya, sastra modern berperan ganda pula dalam kehidupan masyarakat. Ia di samping digunakan sebagai alat untuk hiburan, mengisi waktu luang, ia juga berperan sebagai penyampai misi ideologi, sebagai alat pendidikan, bahkan sebagai alat propaganda. Dalam perkembangan sastra Indonesia sampai dengan permulaan abad ke-21 ini terlihat dunia sastra semakin marak diisi oleh para penghasil karya sastra baik oleh kalangan penulis tua, maupun oleh penulis-penulis muda. Tumbuhnya kelompokkelompok pencinta sastra, seperti lingkar pena, dan komunitas sastra. menunjukkan sastra sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang berbudaya. Bahkan di dalam Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan sastra telah dijadikan sebagai tujuan dalam pembentukan budi pekerti, pembentukan sikap di samping sebagai bagian dari pengetahuan budaya dengan berbagai disiplin ilmu sastranya, seperti Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra.

Usia ilmu sastra sebenarnya sudah cukup tua. Cikal bakalnya muncul ketika filosof Yunani yang bernama Aristoteles (384-322 sM) lebih dari 2000 tahun yang lalu telah menulis buku yang berjudul Poetica. Tulisannya itu memuat tentang teori drama tragedi. Selanjutnya, istilah poetica dalam teoriteori kesusastraan disebut dengan beberapa istilah. Misalnya, W.H. Hudson menamakannya dengan studi sastra (The Study of Literature), Rene Wellek dan Austin Warren menamakannya dengan teori sastra (Theory of Literature), Andre Lefevere, menamakannya dengan pengetahuan sastra (Literary Knowledge), sedangkan A. Teeuw menggunakan istilah ilmu sastra (Literary Scholarship) untuk hal yang sama dalam bukunya Sastra dan Ilmu Sastra. Dari sudut terminology kata, ketiga istilah tersebut berbeda maknanya. Kata studi menyiratkan makna proses mempelajari suatu objek. Untuk memahami karya sastra sebagai suatu objek memerlukan proses dalam mempelajarinya.

Proses yang dilakukan berupa berbagai kegiatan belajar sehingga tercapai pemahaman terhadap karya sastra yang dipelajari. Kalau tidak dengan proses pembelajaran (studi) tentu pemahaman tentang karya sastra tersebut tidak akan terpenuhi. Kata teori menyangkut makna asas atau hukum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan. Karya sastra sebagai suatu objek yang dipelajari tentu ada asas-asas, hukum-hukum, landasan-landasan yang menopangnya sehingga ia berwujud sebagai sebuah karya sastra yang berbeda dengan karya-karya lainnya. Sedangkan kata ilmu menyangkut makna pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala yang terdapat di dalam bidang tersebut (KBBI: l994 hlm 370). Sedangkan kata pengetahuan menyangkut sesuatu yang diketahui sebagai hasil dari proses belajar sastra.

Dari keempat terminologi tersebut diperoleh gambaran bahwa tidak ada perbedaan prinsip yang melandasi seseorang dalam mendekati karya sastra, justru perbedaan terminologi tersebut menambah wawasan kita tentang sastra yang dapat dilihat dari berbagai sudut dan saling mengisi.

Dalam wilayah studi sastra terdapat tiga cabang ilmu sastra, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sastra dapat dilihat dari sudut prinsip, kategori, asas, atau ketentuan yang mendasari karya sastra. Teori sastra adalah teori tentang prinsip-prinsip, kategori, asas, atau hukum yang mendasari pengkajian karya sastra. Sastra dapat dilihat sebagai deretan karya yang sejajar atau tersusun secara kronologis dari masa ke masa dan merupakan bagian dari proses sejarah. Sejarah sastra adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan sastra secara kronologis dari waktu ke waktu. Sastra dapat dikaji dengan menggunakan prinsip-prinsip karya sastra. Kritik Sastra adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan penilaian terhadap karya sastra berdasarkan teori sastra. Di dalam ilmu sastra, perlu disadari bahwa ketiga bidang tersebut tidak dapat dipisahkan.

Dalam perkembangan ilmu sastra, ada yang mencoba memisahkan sejarah sastra dari teori sastra dan kritik sastra. Bateson, misalnya (dalam Wellek dan Warren) mengatakan bahwa sejarah sastra menunjukkan karya sastra “A” berasal dari karya sastra “B” dan kritik sastra menunjukkan karya sastra ”A” lebih baik dari karya sastra “B”. Hubungan yang pertama bersifat objektif dapat dibuktikan, sedangkan yang kedua bersifat subjektif, tergantung kepada pendapat dan keyakinan kritikus.

Alasan lain memisahkan sejarah sastra dan kritik sastra karena sejarah sastra mempelajari sastra berdasarkan kriteria dan nilai zaman yang telah lalu. Menurut ahli rekonstruksi sastra, kita harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang-orang dari zaman yang kita pelajari. Kita harus berusaha menggunakan standar mereka dan berusaha menghilangkan segala prakonsepsi kita sendiri. Sedangkan kritik sastra, sebagai suatu penilaian terhadap karya sastra merupakan suatu yang penting, yang tidak dapat disanggah.

Pandangan ini disebut historisisme dan dikembangkan secara konsisten di Jerman pada abad ke-19. Pandangan ini menegaskan bahwa tiap periode sastra mempunyai konsepsi penilaian dan konvensi sastra yang berbeda. Bahkan Frederick A. Pottle pernah menyimpulkan bahwa setiap zaman merupakan suatu kesatuan yang berbeda dengan periode lainnya dengan memperlihatkan ciri-ciri puisi yang khas yang tidak dapat dibandingkan dengan puisi-puisi periode berikutnya. Ia menyatakan bahwa dalam sejarah puisi terjadi pergeseran rasa (shift of sensibility) dan tidak ada kesinambungan (total descontinuity).

Pendekatan ini sudah menyebar ke Inggris dan Amerika dan sudah banyak digunakan oleh sejarawan sastra, walaupun pandangan itu dikritik oleh teoretikus sejarah sastra terkenal pada masa itu di Jerman, yaitu Ernst Troeltsch . Walaupun ada teori yang mencoba memisahkan antara sejarah sastra, kritik sastra dan teori sastra, tetapi di dalam prakteknya, ketiga bidang itu akan saling berhubungan.