Saling menyinggung di sosial media apakah menjadi jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah?

050252100_1514690667-New_Project__9_

Source: Liputan6.com

Perlu kita ketahui bersama sosial media adalah media yang digunakan oleh setiap masyarakat dalam melalukan hubungan sosial baik itu seperti bertukar informasi, dan bertukar opini dengan pengguna lain di seluruh dunia. Namun akhir-akhir ini generasi muda Indonesia lagi marak dengan kegiatan saling menyinggung dan saling memfitnah serta saling menjatuhkan satu sama di media sosial yang mereka gunakan yang dimana kita ketahui bersama bahwa kegiatan seperti saling memfitnah dan saling menjatuhkan bukan merupakan tujuan utama di buatnya sosial media.

Kegiatan saling singgung ini pada umumnya terjadi karena adanya masalah antara kedua belah pihak yang tak dapat diselesaikan secara langsung, sehingga memutuskan untuk menggunakan sosial media sebagai tempat menyelesaikannya sebuah masalah, dan tanpa mereka sadari dalam menggunakan sosial terdapat hukum yang berlaku bagi setiap penggunanya jika melakukan pelanggaran baik itu sengaja maupun tak sengaja yang dapat merugikan orang lain maupun orang banyak, seperti pencemaran nama baik dan tindakan-tindakan asusila seperti pornografi dll, semua memiliki hukum yang berlaku, dan tidak boleh semena-mena menjatuhkan bahkan memfitnah pengguna lain di sosial media seperti yang telah di atur dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Jadi menurut kalian apakah saling menyinggung di sosial media dapat menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan sebuah masalah?

Source:

flowbirdcouk

Menurut saya, kita harus transparansi terlebih dahulu terhadap isu yang mereka permasalahan. Kita tidak bisa sekilas mata memandang rendah terhadap aksi sindir-menyindir di media sosial tersebut.

Beberapa isu yang diungkapkan oleh individu mungkin terlihat sepele dan terkesan kekanak-kanakan dan tidak dewasa, namun bisa saja individu itu sengaja mengungkapkan kekesalannya ke publik karena masalah yang sedang mereka hadapi tidak kunjung menemui garis temu oleh pihak yang bersangkutan.

Seperti kasus yang baru-baru ini banyak di perbincangkan oleh masyarakat, yakni kasus selebgram Almh. Edelenyi Laura Anna yang mengalami lumpuh total akibat perbuatan tidak bertanggung jawab kekasihnya, Gaga Muhammad. Berkat keberanian Laura yang menyindir Gaga lewat caption-caption di setiap postingan Instagramnya, kasus ini menyedot perhatian publik hingga mampu membawa Gaga ke ranah hukum.

Beberapa aksi sindir-menyindir memang terkesan tidak jauh dari masalah sepele, namun kita tidak bisa ikut menyepelekan kondisi kesehatan mental seseorang terhadap mengapa mereka memilih mengungkapkan kasus tersebut di media sosial, serta sejauh mana masalah tersebut hingga harus diungkapkan di ruang publik dan diperlihatkan banyak orang.

Summary

Meninggal Dunia, Ini 8 Fakta Kasus Laura Anna Tuntut Gaga Muhammad

Jika ditanyakan apakah saling menyinggung di sosmed menjadi jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah? saya jawab tidak. Karena apa? karena hal itu justru akan memperkeruh persmasalahan yang disebabkan adanya campur tangan dari publik. mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang dalam ttg apa sebenarnya persoalan yang kita hadapi dikhawatirkan akan “membakar” jauh lebih besar. Mengenai apa yang disampaikan oleh saudara @nurulhikmahnadzim tentang kondisi kesehatan mental seseorang terhadap mengapa mereka memilih mengungkapkannya di media sosial, maka saya lebih menyarankan agar menyelesaikannya secara langsung tanpa harus melibatkan sosial media. Mungkin ia akan sedikit lega setelah mengunggah apa permasalahannya di sosmed, tapi bagaimana jika respon yang didapatinnya tidak sesuai harapan? seperti komentar netizen yang justru memojokkan, menyalahkan atau malah tidak mendukungnya.

Terima kasih atas tanggapannya @Calonalmh mengenai bagaimana tanggapan publik. Tanggapan publik itu tidak ada yang bisa mengendalikan, hal tersebut berlaku untuk siapapun orang, karena opini masing-masing individu adalah hak masing-masing.

Akan saya kembalikan lagi pada statement saya, terhadap tanggapan anda, jika sudah diminta untuk menyelesaikan secara baik-baik, dan dengan segala cara namun tidak berujung pada titik penyelesaian, apakah kita harus diam saja? Kita kilas balik lagi pada kasus Novia Widyasari, dia diperkosa oleh kekasihnya sendiri dan kemudian dipaksa untuk aborsi oleh keluarga sang kekasih. Sudah lapor kemana-mana tak dihiraukan, ayahnya baru meninggal dan keluarganya sendiri mengusir dia. Kita bayangkan lagi jika Novia tidak mencurahkan isi hatinya di sosial media? Apakah kekasih serta orang tuanya akan mempertanggungjawabkan kematian Novia? Saya rasa tidak. Justru curahan hati Novia lah yang membantu publik untuk mem-blow up kasus ini hingga ke ranah hukum.

Jadi sebelum kita menjustifikasi tindakan seseorang hanya melalui pandangan sekilas saja, ada baiknya jika kita sebagai sesama manusia mendengarkan keluh kesah mereka dan bantu mencari jalan keluar.

Terima kasih atas tanggapan @nurulhikmahnadzim.
Jika ditanyakan apakah kita harus diam saja saat suatu masalah tidak menemukan titik penyelesaian? Tentu saya akan menjawab tidak, dan saya rasa Anda juga akan menjawab demikian. Tapi yang perlu digaris bawahi atas topik yang telah ditulis oleh saudara @Ronaldo_Rettob adalah “jalan terbaik” dalam menyelesaikan masalah. Sosial media mungkin bisa menyelesaikan masalah, tapi seperti apa yang saya katakan awal, saya lebih menyarankan untuk tidak melibatkannya karena menurut saya itu bukan “jalan terbaik” sebagai pemecahannya. Kasus yang Anda sebutkan diatas agaknya belum dapat dijadikan sebagai acuan, karena apa? karena itu bukan lagi saling menyinggung tetapi lebih kepada curhat secara personal. Bukankah arti “saling menyinggung” itu adalah ketika ada dua pihak atau lebih saling melemparkan pembelaannya atau menyalahkan satu sama lainnya? Dimana ketika dua atau lebih individu memiliki masalah akan lebih bijak jika mereka menyelesaikannya secara internal tanpa melibatkan campur tangan orang lain.

Ini cukup menuai perdebatan ya. Karena setiap orang meiliki titik nyamannya tersendiri untuk bercerita. Tapi bagi aku, bercerita di sosial media bukanlah hal yang baik. Karena ada 2 kemungkinan yang di dapatkan. Antar mendapat jawaban dan ketenangan. Atau malah mendapat cacian dan comment negatif dari netizen. Selain itu, terbuka di sosial media bukan hal yang baik. Karena menyebarluaskan informasi yang cukup pribadi akan sangat berbahaya untuk diri sendiri.

Jadi bagi aku, bercerita di sosial media bukanlah jalan terbaik. Boleh-boleh saja jika memang tidak akan menimbulkan hal negatif. Namun lebih baik jika bercerita pada orang yang dipercaya secara pribadi. Karena dizaman yang seperti ini kita tidak oernah tau jejak digital kita akan menimbulkan akibat yang seperti di masa yang akan datang.

wah, baik ka terima kasih atas pertanyaanya

menurut pandangan aku pribadi, terkait apakah saling menyinggung di sosial media menjadi JALAN KELUAR TERBAIK untuk menyelesaikan masalah?
menurutku hal itu bukanlah menjadi jalan terbaik, mengapa? semakin kita menyebarkan ungkapan kekesalan ataupun semacamnya melalui media sosial maka akan semakin menambah banyak permasalah yang muncul karena dengan hal itu pasti akan banyak sekali orang yang mengetahui permasalahan tersebut dan dikhawatirkan akan terjadinya adu domba antara pihak A dan b yang terlibat masalah.

yang ingin saya tanyakan, apakah tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan? tentu hal itu menjadi jalan keluar terbaik dalam menyelsaikan masalah. ketika persoalan masalah dibicarakan baik-baik dengan kepala dingin, tenang, menanahan emosi antara kedua belah pihak tentu kita ketahui bersama akan dengan mudah menemukan titik permasalahn yang terjadi, sebab-akibat, bahkan solusi dalam menyelsaikan masalah.

bagaimana jika tidak bisa dibicarakan secara kekeluargaan tentu negara kita adalah negara hukum dan bisa permasalahan tersebut dapat dislesaikan secara hukum agar menemukan titik permasalahan dan solusi.

jika dikatan curhat, ingin mengeluarkan rasa kekesalannya, tentu itu sangat boleh, bahkan boleh banget, tapi dengan syarat tidak menyampaikan rasa kekesalnnya melalui media sosial, kita bisa sampaikan pada orang tua, kakak/adik, saudara, ataupun teman (itu pun harus melihat apakah teman tersebut dapat menjaga rahasia atau tidak).

bagaimana jika tidak mempunya teman bicara? jika kita lihat dari sisi agama, seseorang tersebut bisa menyampaikan semua isi kekesalannya dan mengadu pada sang kuasa dan memintakan solusinya agar masalahnya cepat selesai.

intinya saling menyinggung melalui media sosial tentu bukan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah.
mungkin hanya itu pendapat dari akua

Referensi

Meskipun saling menyinggung di media sosial dapat menjadi frustasi, seringkali bukan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendekatan ini tidak efektif.

Pertama, berdebat di media sosial seringkali hanya meningkatkan ketegangan dan tidak menghasilkan pemahaman yang lebih baik. Komunikasi online seringkali kehilangan nuansa dan emosi yang dapat disampaikan secara langsung dalam percakapan tatap muka. Tanpa kehadiran fisik dan ekspresi wajah, pesan dapat disalahartikan, memperburuk konflik daripada meredakannya.

Kedua, perdebatan online sering kali dipenuhi dengan asumsi dan prasangka. Orang cenderung membentuk opini berdasarkan informasi terbatas yang mereka lihat di media sosial, tanpa memahami konteks penuh dari sudut pandang lawan bicara mereka. Hal ini dapat mengarah pada perdebatan yang tidak produktif dan penyebaran informasi yang tidak akurat.

Ketiga, mengekspresikan ketidaksetujuan secara agresif di media sosial dapat merugikan hubungan pribadi dan profesional. Seringkali, orang yang terlibat dalam konflik online akan mengingatnya dan hal ini dapat mempengaruhi hubungan mereka di dunia nyata. Jika masalahnya berkaitan dengan lingkungan kerja atau hubungan pribadi, menyelesaikannya secara privat dan langsung dapat lebih efektif dan memelihara hubungan.

Keempat, media sosial seringkali memperkuat perilaku impulsif. Ketika seseorang merasa marah atau frustrasi, mereka mungkin cenderung menulis atau membalas dengan cepat tanpa memikirkan konsekuensinya. Ini dapat mengakibatkan kata-kata yang kasar atau tindakan impulsif yang mungkin tidak akan dilakukan dalam situasi tatap muka.

Kelima, mengekspos masalah pribadi di ruang publik dapat merugikan keberhasilan penyelesaian masalah. Diskusi yang terbuka di media sosial dapat membuka pintu bagi komentar negatif atau malah mengundang perhatian yang tidak diinginkan. Dalam beberapa kasus, masalah yang awalnya dapat diselesaikan secara privat dapat menjadi lebih rumit ketika terbuka untuk umum.

Mengatasi konflik melalui media sosial juga dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan pengembangan keterampilan komunikasi yang sehat. Belajar berkomunikasi dengan efektif dalam situasi yang menantang adalah keterampilan penting dalam kehidupan, dan mengandalkan platform digital untuk menyelesaikan konflik tidak memungkinkan perkembangan keterampilan ini.

Dalam banyak kasus, pendekatan terbaik untuk menyelesaikan masalah adalah dengan berbicara langsung dengan pihak yang terlibat. Percakapan pribadi memungkinkan untuk lebih baik memahami sudut pandang masing-masing, menemukan titik kesepahaman, dan mencari solusi bersama. Jika perlu, melibatkan mediator atau penengah yang netral dapat membantu memfasilitasi pembicaraan dan mencapai kesepakatan.

Dalam kesimpulan, saling menyinggung di media sosial jarang menjadi jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah. Komunikasi tatap muka tetap merupakan cara yang lebih efektif untuk membangun pemahaman, meredakan konflik, dan mencari solusi bersama. Dengan berfokus pada dialog yang positif dan konstruktif, kita dapat menciptakan lingkungan di mana penyelesaian masalah dapat dicapai dengan lebih baik.