Bagaimana kondisi Sadar Melampaui Pikiran ?

Seorang sahabat bertanya ke saya, "Tidak kah berpikir itu penting untuk hidup di dunia polar ini? Dan kenapa bapak malah dengan getol menyarankan untuk tidak berpikir atau menghentikan kerja pikiran? Atau dengan nada bercanda bapak malah menyarankan kami untuk berpikir dengan dengkul.

Hehehe … Pikiran saya, Anda dan kita semua hanyalah sebuah sarana, alat yang berfungsi untuk melaksanakan tugas tertentu dan setelah selesai dengan tugas tersebut, mustinya Anda meletakkan kembali. Untuk sekedar mengerjakan tugas matematika semisal atau menyelesaikan TTS atau membuat bom nuklir sekalipun, Anda tidak butuh pikiran.

Kebanyakan dari kita tidak sadar berpikir secara tidak berguna berulang-ulang, dengarkan lah benak Anda, itu adalah bentuk penyimpangan pikiran. Dengarkan dan amati, Anda akan menemukannya bahwa demikianlah penyimpangan negatif dan berbahaya yang berujung pada penghambur-hamburan energi vital yang serius dan berujung pada penderitaan.

Kebanyakan dari kita sesungguhnya tidak sadar kecanduan berpikir, seperti kecanduan Anda terhadap narkoba semisal. Ini dicirikan dengan ketidak mampuan Anda menghentikannya, seolah-olah Anda adalah budaknya. Pertanyaan selanjutnya, kenapa bisa demikian? Karena kebanyakan dari kita mengidentifikasi kan diri dengan nya. Identifikasi berasal dari kata idem dan fifere yang berarti menyamakan diri dengannya, inilah ketidak-sadaran itu, Anda menjadi kehilangan rasa diri apabila Anda berhenti berpikir. Berpikir juga lah yang menciptakan delusi diri dan yang berada diluar diri adalah bukan diri, yang secara hakikat sesungguhnya kita terhubung satu sama lain bahkan dengan keseluruhan alam semesta dan dengan sumber hidup, dari mana semua yang mewujud berasal.

Karena keterkondisian personal dan kultural serta lingkungan Anda, seiring berjalannya waktu, usia bertambah, dimana semua itu menciptakan citra mental konseptual sebagai siapa Anda yang kesemuanya adalah semu belaka. Citra konseptual inilah yang seringkali kita menyebutnya sebagai ‘ego’. Ego adalah aktifitas pikiran, aktivitas-aktivitas diri yang mempertahankan dirinya dengan terus berpikir. Anda boleh menyebutnya sebagai sosok diri semu yang diciptakan oleh identifikasi tak sadar dari pikiran. Ego tidak mengenal ‘saat-ini’, hanya masa lalu dan masa depan yang menjadi gantungan identitas nya, karena hanya mengaktifkan masa-lalu dan masa-depanlah citra nya tetap eksis. ‘Saat-ini’ bagi ego adalah ibarat malaikat maut, karena saat Anda hanya hidup di saat-ini, maka mampuslah dia. Itulah kenapa bagi yang tidak sadar, masa lalu haruslah tetap ada, sebab tanpa nya … Siapakah Anda? Kita sering kali bicara “yang lalu biarlah berlalu” … Namun kebanyakan dari kita tidak benar-benar memahami makna nya secara mendalam.

Ego dan pikiran terus-menerus memproyeksikan dirinya ke masa-depan guna memastikan kelangsungan hidupnya dan demi pencarian sejenis pelepasan atau pemenuhan disana. Ia berkata: “Kelak, manakala ini … Itu, dan yang lainnya terjadi, aku akan baik-baik saja, akan berbahagia, akan ada dalam kedamaian, saya akan tercerahkan.” Melihatkah Anda akan paradox disini? Kendati si ego tampaknya peduli akan masa-kini, sebetulnya yang dilihatnya bukanlah masa-kini … Ia sepenuhnya mengelirukannya sebab ia menatapnya melalui mata masa-lalu. Amatilah pikiran Anda dan Andapun akan menyaksikan kalau demikianlah bekerjanya.

‘Saat ini’ memegang kunci menuju kebebasan. Akan tetapi Anda tak bisa menemukan kekinian Anda selama Anda adalah pikiran Anda.

Seringkali Anda berpikir, bahkan bagi yang kadang sadar, kadang tidak … “Saya tak mau kehilangan kemampuan saya menganalisa dan membedakan, membuat rencana untuk masa depan saya dan anak saya. Tak soal buat saya belajar berpikir lebih jernih, secara lebih terfokus, akan tetapi saya tak mau kehilangan ingatan. Anugerah pikiran merupakan hal yang paling berharga yang kita punyai. Tanpanya, kita hanya sekedar spesies lain dari binatang” … Hahahaha … Anda sangat bodoh, maaf statemen ini tidak mengenakan untuk di dengar dan saya sendiri tidak tega juga mengatakannya, namun demikianlah faktanya. Karena hebatnya pikiran yang adalah unit terkecil dari kesadaran, sekecil bakteri dalam luasnya samudera. Keharusan untuk bertransformasi ke tahap selanjutnya kini merupakan sesuatu yang sudah sedemikian mendesaknya; bila yang terjadi sebaliknya, kita akan dihancurkan oleh si pikiran, yang telah tumbuh menjadi sesosok monster, yang kelak akan membunuh tuannya sendiri.

Sadar dan berpikir tidak sama tidaklah sama. Berpikir hanyalah satu aspek kecil dari kesadaran. Pikiran tak bisa eksis tanpa kesadaran, namun kesadaran tak membutuhkan pikiran.

Sadar berarti naik melampaui pikiran, kecerdasan yang aktif adalah kecerdasan universal (Cosmic Intelegence). Dalam status sadar, Anda masih menggunakan pikiran bilamana perlu, namun secara jauh lebih terfokus dan jauh lebih efektif dibanding sebelumnya. Anda menggunakannya kebanyakan untuk tujuan-tujuan praktis, tapi bebas dari dialog internal atau bebas dari benak yang mengoceh terus menerus, dan hadir kehenengan di dalam.

Tatkala Anda membutuhkan solusi kreatif, saat itu Anda akan mengerti apa yang musti di perbuat, cukup Anda membuat jeda antara hening dan kegiatan berpikir secara simultan. Hening disini adalah kesadaran tanpa pemikiran. Hanya dengan cara seperti itulah mungkin untuk berpikir kreatif, sebab hanya dengan cara seperti itulah pikiran benar-benar punya kekuatan. Sekedar berpikir tanpa di ikuti fase hening, dimana pikiran tak lagi terhubung dengan alam kesadaran yang jauh lebih lapang, lebih halus dan lebih tinggi akan menjadi tandus, tak-waras, destruktif dengan cepat.

Secara sederhana pikiran pada dasarnya adalah sebuah ornamen guna bertahan hidup. Menyerang dan bertahan terhadap pemikiran-pemikiran lain, mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisa informasi, ia pintar dalam hal seperti ini, tetapi ia sama-sekali tidak kreatif. Semua seniman sejati, apakah mereka menyadarinya ataukah tidak, mencipta dari suatu tempat yang tanpa-pikir, dari kehenengan di dalam. Terbukti, banyak teori yang diketemukan bukan dari belakang meja laboratorium, tapi saat sang ilmuwan sedang duduk-duduk santai atau saat tenang dan rileks. Bahkan para ilmuwan besarpun melaporkan kalau terobosan-terobosan kreatif mereka datang saat mental hening. Ringkasnya kecerdasan semesta lah yang mencipta lewat Anda, bukan Anda yang menciptakannya. Makanya saya mengatakan bahwa alasan sederhana mengapa kebanyakan ilmuwan tidak kreatif bukannya karena mereka tidak tahu bagaimana berpikir melainkan lantaran mereka tidak tahu bagaimana berhenti berpikir … Ironi.

Sahabat … Sekali lagi saya sampaikan , bukanlah melalui pikiran, bukan pula dengan cara berpikir, keajaiban hidup di muka bumi ini bertahan atau tubuh Anda tercipta dan tetap bertahan. Sangatlah jelas disini, ada sebentuk intelijensia yang jauh lebih unggul ketimbang pikiran. Bagaimana sebuah sel manusia yang berukuran melintang hanya seperseribu inci, yang mengandung instruksi-instruksi di dalam DNA-nya, dan bila di urai secara detail entah bisa menghabiskan berjuta-juta halaman yang bahkan masih jauh dari lengkap. Semakin banyak kita belajar tentang kerja tubuh, semakin sadar kita akan betapa luas kerja intelijensia di dalamnya dan betapa sedikit yang kita ketahui tentangnya. Manakala pikiran terhubungkan kembali dengannya, ia menjadi alat yang paling menakjubkan. Iapun kemudian menyajikan sesuatu yang lebih besar dibanding si pikiran sendiri.

writed by Made Budiadnyana

Love U All

2 Likes

Sebuah tulisan yang sangat menarik dari Made Budiadnyana, yang mengubungkan antara otak (pikiran logis) dengan jiwa (akal sehat).

Terkadang kita sendiri terjebak dengan pola pikir kita, dimana pikiran hanya berhubungan dengan logika. Padahal logika hanya berhubungan dengan 0 dan 1, benar dan salah. Atau dengan kata lain, pikiran logika manusia selalu berusaha untuk membanding-bandingkan sesuatu, seakan-akan hanya terdapat dua kondisi di muka bumi ini, yaitu hanya benar dan salah.

Ketika kita hanya membicarakan logika, maka yang muncul hanyalah ego-ego kita untuk selalu merasa paling benar. Seakan-akan orang-orang yang mempunyai pola pikir yang berbeda dengan kita adalah orang yang salah. Bahkan kita akan terjebak kepada kompetisi-kompetisi dangkal, dimana setiap orang akan saling mengalahkan satu dengan lainnya.

Bukan berarti pola pikir logika (membanding-bandingkan) itu tidak perlu. Tetap berpikir logis untuk kondisi tertentu sangat diperlukan… Tetapi hal itu tidaklah cukup!!!

Kita selalu dinasehati untuk selalu melakukan hal yang baik dan benar oleh orang tua kita bukan ? Bukankah nasehat tersebut lebih mengutamakan kebaikan (didahulukan) dibandingkan dengan kebenaran.

Kita perlu untuk selalu menggunakan akal kita ketika kita sedang berpikir logis. Akal akan berkerja secara berbeda dengan pikiran logis. Apabila pikiran logis akan selalu berusaha membandingkan sesuatu, maka akal akan selalu berusaha untuk menghubungkan atau mengkaitkan sesuatu.

Segala sesuatu tidak hanya dilihat secara hitam putih, benar dan salah, tetapi lebih dari itu…
Akal akan selalu melihat dari sisi baik dan buruknya, bukan dari sisi benar atau salah. Bahkan apabila diasah lebih dalam lagi, akal akan melihat segala sesuatu dari sisi keindahannya.

Tingkatan tertinggi dari sebuah akal manusia adalah sebuah kemulyaan.

Sebagai contoh, apabila seseorang mencuri, maka dia akan divonis melakukan kesalahan, dan sepatutnya dia dihukum karena kesalahaannya.

Apabila kita berpikir seperti itu, maka kita hanya berpikir dengan logika kita. Padahal itu adalah tingkatan pikiran yang terendah…

Banyak sekali contoh-contoh yang dilakukan pemimpin-pemimpin di jaman dahulu yang berpikir tidak secara hitam putih, yang akhirnya, untuk kasus pencuri tersebut, pencurinya malah dibebaskan, sedangkan orang yang dicuri malah yang dihukum.

Kesadaran (penggunaan akal) memang seharusnya melampaui pikiran (logis) kita…