Romansa Pemerintah Pusat dan Daerah, Mungkinkah Bersifat Asimetris?

Untuk bisa menyelesaikan sebuah pandemi, dibutuhkan sebuah nomenklatur utama dalam aspek penyelesaian masalah. Nomenklatur tersebut ialah “kerja sama”. Ketika aktor politik dapat bahu membahu dan berbagi sense of sensibility yang sama, niscaya bahwa permasalahan akan cepat ditangani. Kacamata penulis menelisik bahwa hubungan “romantis” antar aktor politik belum terjadi di kancah politik tanah air. Sampai detik ini, banyak terjadi miskonsepsi kebijakan dan banyak putusan yang tidak mendapat dukungan penuh dari seseorang yang memiliki jabatan superior.

Sebut saja kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Berdasarkan telaah melalui media publik, penulis menemukan bahwa sejatinya PSBB mendapat persetujuan dari khalayak. Fokus untuk mengutamakan sektor kesehatan dan mulai memperhatikan kondisi tenaga medis merupakan sebuah aktualisasi dari “rem darurat” yang coba ingin dihadirkan oleh pemerintah daerah. Namun, hal tersebut tidak di respon dengan “manis” oleh pemerintah pusat, pasalnya pergerakan ekonomi telah menjadi momok penting dan dicurigai akan menghambat perputaran uang bila diberhentikan secara paksa.

Melirik substansi dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, pemerintah daerah diberi kebebasan untuk membentuk sebuah kebijakan yang berkaitan dengan daerahnya, terlebih jika kebijakan tersebut dapat berpengaruh bagi nyawa manusia. Dalam teori komunikasi pemerintahan, pemerintah pusat juga wajib memperhitungkan usulan yang masuk dari pemerintah daerah dan mengagendakannya menjadi kebijakan yang sah bila memang memiliki sense of danger yang tergolong tinggi.

Lantas, bagaimana tanggapanmu terhadap hubungan pemerintah pusat dan daerah dewasa ini?

Yuk berikan tanggapanmu!

Referensi

  • Kusnadi, A. (2017). Re-Evaluasi Hubungan Pengawasan Pusat Dan Daerah Setelah Berlakunya Uu No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Arena Hukum, 10(1), 61-77.
  • Sidik, M. (2002, April). Format hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang mengacu pada pencapaian tujuan nasional. In makalah Seminar Nasional: Public Sector Scrorecard (pp. 17-18).
6 Likes

wiiii mantap ka gerr artikelnya. menurutku, hupusda skg udah membuang nilai-nilai demokrasi. knp? karena sekan akan pem. pusat hanya ingin memenangkan diri sendiri dan jadinya malah ego sektoral. semisal pemda punya kewenangan penuh, seharusnya dibiarkan saja pemda mengurusi daerahnyaa

Bener banget, hubungan pemerintah pusat dan daerah kurang romantis. Pemerintah pusat ke kiri eh pemerintah daerah ke kanan. Seharusnya dalam sebuah organisasi apalagi ini sekelas negara harus ada kerja sama. Tidak boleh saling merasa unggul. S harus sering komunikasi lah antara pemerintah pusat dan daerah. Ngopi gitu misalnya biar bisa kebangun chemistry. Catatan ngopinya, ngopi diskusi untuk negara yah bukan kepentingan pribadi

Yaps, sepakat dengan artikel ini. Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah daerah malah lebih romantis ketimbang pemerintah pusat. Kuncinya sih satu : perbedaan kepentingan. Kalau pemerintah pusat, lebih condong untuk memperhatikan ekonomi negara

Pemerintah pusat tidak mengankap pesan yang diinginkan oleh pemda, alhasil terjadi perbedaan kepentingan. Terkebih, pemerntah pusat lebih menginginkan uang dan invenstasi ketimbang kesehatan

kalau menurut saya hubunga pemda dan pusat bukan tidak asimetris, tapi dari awal pemda juga kurang menyesuaikan instruksi atau arahan dari pusat. seakan akan terjadi perbedaan kepentingan

Sepakat sama komentar ini. Pempus juga kurang menjaring aspirasi dari pemimpin daerah, jadi menjadi ego sektoral. Baru aja bahas ini di kelas :joy:

yaelah tulisannya penulis handal mah tdk perlu diragukan lagi WKWKWK

artikelnya keren ger as usual. yaaa namanya jg aktor politik yak pasti kepentingan dan tendensinya beda2. kalo ada benturan pendapat, yg lebih superior pasti “menang”

Artikel yang menarik. Saya sepakat kalau hubungan pusat dan daerah tidak romantis. Karena saya merasa bahwa pemerintah pusat terlalu mengedepankan ekonomi, dan sama sekali kurang memperhatikan nakes yang mulai lelah

kalo udah bahas hupusda, pasti ada kaitannya dengan ego sektoral. sepenglihatan saya, smp saat ini yang benar egois dalam mengambil kebijakan ya pempus. kalau dari awal mau diajak negosiasi, pasti tdk akan carut marut

Tiap sektor punya tugas konkret masing2. Misalkan tapi pempus mengantisipasi adanya kejanggalan dalam kerja pemda itu malah bagus ketimbang daripada pempus ogah mengurus pemda meski terjadi kegagalan pekerjaan. Pempus tetap lebih tinggi dari pemda. Tapi tidak menutup kemungkinan keduanya bisa setara dengan tugas masing2 dan saling berkolaborasi memecahkan masalah. Itu malah bagus, adanya desentralisasi terselip di dalamnya.

Siap mas agus HAHA. Mentang-mentang barusan belajar ini di kelas langsung komen ya guss

Saya sepakat sih dengan teman saya, semisal pemerintah pusat mau bernegosiasi dan duduk bareng membahas kebijakan, pasti keadaaan sekarang tidak terjadi

Terimakasih lii, semoga artikelnya bermanfaat.

Tapi perlu di ingat, bahwa pemberian kewenangan untuk daerah bukan berarti daerah menyudahi kontak atau koordinasi dengan pemerintah pusa ya! :grin:

Halo Vera!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Menarik nih usulannya. “Ngopi” tapi pengejawantahannya berpikir kritis dan duduk bareng membahas sebuah persoalan :joy:

Halo Joel!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Ini bisa ditafsirkan sebagai fakta tersirat sih. Bagi saya, pemerintah juga memiliki scope atau pandangan yang berbeda dengan pemerintah daerah dalam penanganan pandemi.

Terima kasih banyak, my bro David! Semoga artikelnya bermanfaat ya, hehe

Kalo masalah superioritas, itu pasti sih vid. Yang disesalkan itu satu, tendensi kedua belah pihak jarang seirama. Semisal dari awal udah selaras, pasti ragam permasalahan dapat dipecahkan dengan baik. Sepakat ga?

Halo Victoria!
Sebelumnya, terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.

Sepakat banget dengan statement kamu barusan. Tenaga kesehatan menurut saya benar-benar stakeholder yang harus diperhatikan hingga pandemi ini berakhir. Kalau nakes-nya pincang, kepada siapa kita akan berharap?

Letak masalah hubungan pusat-daerah saat ini, di satu sisi otonomi tetap diakui. Bahkan tiap tahun Hari Otonomi Daerah terus diperingati. Tetapi di sisi lain kewenangan daerah kian dipreteli. Campur tangan pusat semakin kuat mencengkram daerah. Resentralisasi terus terjadi.

Sumber : palopopos.co.id

Bisa dibilang koordinasinya kacau sih. Kalau dulu pernah ingat, kepala daerah Tegal pernah bersitegang dengan pusat perihal lockdown. Padahal niatnya bagus. Nah poin intinya tuh sebenarnya koordinasi pusat yan kurang memadai sama daerah. CMIIW

Ini bisa jadi karena Indonesia tdk punya payung hukum untuk melakukan lockdown. Makanya dibuat PSBB. Kurasa sih kalau itu tegalnya yg kurang koordinasi