Orang-orang yang beragama Islam yang pergi ke pasar dengan mematuhi kehendak agama, melakukan perintah Allah seperti pergi melakukan shalat Jum’at atau upacara-upacara keagamaan lainnya atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, terdiri atas pelbagai jenis.
Ada sebagian mereka yang apabila pergi ke pasar itu melihat barang-barang yang dijual di situ untuk mengisi perut dan memuaskan seleranya, terpengaruh oleh barang-barang itu dan hati mereka terikat dengannya, sehingga mereka masuk ke dalam suatu ujian. Hal ini mungkin dapat menjatuhkan dirinya dan merobohkan agamanya, lalu ia dipengaruhi oleh hawa nafsu kebinatangan, kecuali jika Allah memelihara mereka dengan rahmat-Nya dan perlindungan-Nya serta memberi mereka kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi tarikan hawa nafsu itu. Hanya dengan pertolongan Allah sajalah mereka dapat selamat.
Ada pula sebagian mereka yang apabila telah menyadari bahwa mereka itu hampir tergelincir masuk ke lembah kemurkaan Allah, mereka lekas kembali masuk ke pangkuan agama dan mengontrol diri mereka agar tidak terjerumus. Mereka ini ibarat pahlawan yang menegakkan agama dan ditolong oleh Allah untuk mengontrol diri mereka agar tidak dijajah oleh hawa nafsu yang rendah itu. Allah akan memberikan ganjaran kepada mereka di akhirat kelak.
Nabi pernah bersabda,
“Tujuhpuluh perbuatan baik akan dicatatkan untuk orang mu’min, apabila ia membuang kehendak hawa nafsunya ketika ia dikuasai oleh hawa nafsu itu atau apabila ia dapat menguasainya.”
Beliau bersabda pula,
“Dan sebagian dari mereka ada yang mendapatkan kenikmatan ini, yang berupa kekayaan harta benda dunia, dan menggunakannya dengan karunia dan kehendak Allah, dan mereka bersyukur kepada Allah karena mendapatkan karunia itu.”
Ada pula di antara mereka yang tidak melihat atau tidak menyadari kenikmatan yang ada di pasar. Mereka buta terhadap selain Allah. Mereka hanya mengetahui Allah saja. Mata mereka buta terhadap yang lain dan telinga mereka pun tuli terhadap yang lain. Mereka sibuk dengan Allah, sehingga mereka lupa kepada yang lain. Mereka ini jauh dari dunia dan kesibukannya. Apabila kamu bertanya kepada orang semacam ini di pasar tentang apa yang mereka lihat, maka orang ini akan menjawab, “Kami tidak melihat apa-apa.” Memang mereka melihat barang-barang di pasar dengan mata kepala mereka, tetapi mereka tidak melihatnya dengan mata batin mereka.
Mereka hanya melulu melihat, mereka tidak melihatnya dengan keinginan hawa nafsu yang rendah. Pandangan itu jatuh kepada rupa lahirnya saja dan bukan pada hakekatnya. Pandangan itu adalah lahiriah dan bukan batiniah. Pada lahirnya, memang mereka melihat barang-barang dan benda-benda itu di pasar, tetapi di dalam mata hati mereka, apa yang mereka lihat hanyalah Allah. Kadang-kadang tampak dengan sifat keagungan-Nya (Jalal) dan kadang-kadang pula tampak dengan sifat kelemah-lembutan- Nya dan keindahan-Nya (Jamal).
Ada pula di antara mereka yang apabila masuk ke pasar, hati mereka penuh dengan Allah Yang Maha Agung lagi Maha Indah, mereka mengasihi orang-orang yang ada di situ. Oleh karena perasaan kasih sayang mereka ini, maka pandangan mereka tidak langsung tertumpu kepada barang-barang milik orang-orang pasar dan barang-barang yang ada di hadapan mereka. Sejak memasuki pasar sampai keluar lagi darinya, orang-orang ini tetap berada di dalam shalat atau hubungan dengan Allah, mereka memohon perlindungan Allah dan mendoakan penghuni pasar dengan rasa kasih sayang. Hati mereka memohon kepada Allah supaya penghuni pasar itu diberi kebajikan dan dijauhkan dari kedurjanaan. Mereka tiada henti-hentinya memuji Allah atas karunia dan nikmat yang dilimpahkan kepada mereka.
Orang-orang semacam ini dijuluki pengawal kerohanian untuk suatu pasar, bandar dan hamba-hamba Allah. Bisa juga kamu menjuluki mereka sebagai orang-orang yang memiliki ilmu ma’rifat, para Abdal, orang-orang wara’, orang-orang yang mengetahui perkara nyata dan perkara ghaib, orang-orang yang dicintai Allah, tujuan terakhir dari Allah, khalifah Allah di atas muka bumi, duta Allah, orang-orang yang menjalankan kebaikan dan kenyataan yang manis, orang-orang yang mendapatkan bimbingan ke jalan yang lurus dan benar, dan pembimbing rohani. Inilah kekasih Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hikmat-Nya kepada orang-orang semacam ini dan siapa saja yang menghadapkan wajahnya kepada Allah serta kepada mereka yang mencapai puncak ketinggian kerohanian.
Sumber : Abdul Qadir Al-Jailani, 2008, Futuhul Ghaib : Menyikap Rahasia-Rahasia Ilahi, Citra Risalah