Risalah 57 : Hendaklah Kita Ridha dan Senang Hati Terhadap Apa Saja Yang Diperbuat Allah

Futuhul Ghaib : Menyikap Rahasia-Rahasia Ilahi

Semua keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control) atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya. Apa saja yang diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi.

Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan. Hendaklah ia ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga batas-batas itu. Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.

Tanda yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya. Karena apabila hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuknya.

Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya. Menggunakan mulut untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.

Jika ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini,

“… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS 15:99),

maka aku menjawab bahwa ini bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang tidak diinginkan itu, karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu. Hamba yang dekat kepada-Nya itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah.

Allah tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang Maha Agung. Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih,

“Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat. Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS 15:42)

“… tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari doa).” (QS 37:40)

Wahai manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka adalah objek Allah. Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bagaimana bisa iblis akan mendekati mereka ? Bagaimana bisa perkara- perkara dosa dan maksiat mencacadi mereka ? Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan dirimu kepada kedudukan (derajat) ? Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak baik.

Semoga tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga.

Sumber : Abdul Qadir Al-Jailani, 2008, Futuhul Ghaib : Menyikap Rahasia-Rahasia Ilahi, Citra Risalah