Richard Fairbank: CEO Perusahaan Kartu Kredit Bergaji 0 US dollar

image

Richard Dana Fairbank, 66 tahun, pendiri, pimpinan, dan CEO Capital One, salah satu perusahaan kartu kredit terbesar di dunia, dinobatkan sebagai salah satu CEO terbaik di dunia pada tahun 2016 oleh Harvard Business Review. Namun terdapat beberapa hal yang cukup membuat kita geleng-geleng kepala pada CEO satu ini.

Richard Fairbank, sejak tahun 1997, mendapatkan gaji 0 (nol) Dolar AS alias tidak pernah menerima gaji hingga sekarang. Padahal perusahaan yang didirikannya (Capital One) adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, yang notabene tidak akan kekurangan uang, apalagi untuk CEO nya sendiri.

Lalu bagaimana cara Ia menghidupi dirinya dan keluarganya? Ternyata, walaupun Ia tidak menerima gaji sama sekali, Ia tetap mendapatkan kompensasi dari Capital One sebesar 6 juta US dolar (lebih tepatnya 6.076.805 dolar AS) atau jika dirupiahkan kurang lebih sebesar 80 milyar rupiah. Dana kompensasi tersebut juga sebagian besar berasal dari saham yang Ia miliki di Capital One.

Richard Fairbank mendapatkan gelar sarjananya dari Stanford University pada tahun 1972 di bidang ekonomi, dan gelar MBA dari Stanford Graduate School of Business pada 1981, di mana Ia memperoleh peringkat tertinggi dikelasnya, serta memperoleh penghargaan “Excellence in Leadership” pada tahun 2006.

image

Richard merupakan pionir dari produk yang sekarang umum kita jumpai dalam dunia kartu kredit, dan sampai sekarang Ia tetap mencari cara untuk meraup lebih banyak keuntungan dari model bisnis yang sudah cukup lama eksis ini.

Setelah beralih ke perbankan ritel, saat ini Capital One adalah bank urutan ke - 8 terbesar di AS yang berbasis pada deposito domestik, dan pada akhir tahun 2010 melaporkan total deposit sebesar 122 Milyar dolar AS atau sebesar 1627 triliun rupiah dan lebih dari 28.000 karyawan. Perusahaan ini mengelola sekitar 1000 cabang Bank Capital One, yang sebagian besar berada pada negara bagian timur AS.

Namun ternyata hal ini belum cukup bagi Richard Fairbank yang mempunyai pandangan untuk menaklukkan bisnis baru.

Pada bulan Juni 2011, Capital One mengumumkan bahwa pihaknya siap menjadi pemain utama perbankan online dengan pembelian unit ING (sebuah perusahaan perbankan Belanda) yang berbasis di AS senilai 9 miliar dolar AS, atau sekitar 120 triliun Rupiah, dalam bentuk tunai dan saham. Kesepakatan ini akan membawa 7,7 juta nasabah ING Direct ke Capital One fold, mengubah Capital One menjadi perbankan terbesar di AS.

Setelah lulus dari Stanford dengan gelar sarjana ekonomi pada tahun 1972 dan keinginannya untuk bekerja dengan anak-anak, Ia mendirikan sebuah sekolah pelatihan untuk perenang juara dan kemudian direkrut untuk menjalankan agen rekreasi masyarakat. “Saya sedikit enggan untuk menjauh dari anak-anak, tapi begitulah saya dapat masuk ke manajemen”, jelasnya.

"Lucu bagaimana nasib itu terjadi, dan satu hal dapat mengarah ke hal berikutnya”.

Keinginan wirausahanya terus berlanjut, membawanya ke sekolah bisnis untuk mempelajari pengetahuan praktis yang Ia butuhkan untuk menjalani petualangan bisnis yang lebih besar.

“Saya tahu persis apa yang ingin saya lakukan, yaitu memulai dan membangun perusahaan, tapi saya punya sedikit masalah, saya tidak punya uang, saya tidak punya pengalaman bisnis, dan tidak ada ide bisnis.”


Setelah lulus, ia menghabiskan tujuh tahun sebagai konsultan dengan Strategic Planning Associates, yang bergabung dan menjadi Mercer Management Consulting, yang sekarang menjadi bagian dari Oliver Wyman Group.

Apa yang Fairbank pelajari tentang kartu kredit membuka jalan bagi Capital One. “Saya terkejut dengan kenyataan bahwa ini adalah industri yang dijalankan secara klasik oleh bank-bank tradisional. Produk mereka adalah kartu “satu ukuran cocok untuk semua” dengan suku bunga 19,8% dan biaya tahunan 20 dolar AS untuk semua kalangan.” Fairbank sangat tercengang melihat hal ini, terutama dikarenakan semua perusahaan tersebut memiliki akses yang luas ke data konsumen. “mereka tidak menggunakannya, mereka tidak menangkapnya, dan mereka pasti tidak menyimpannya.” Kata Fairbank.

Dia merancang sebuah strategi berbasis informasi untuk menemukan celah-celah keuntungan yang terlewatkan para kompetitor tersebut. Awalnya didanai oleh Virginia’s Signet Bank, Signet membuat perusahaan baru di tahun 1994, dan Fairbank menjadi CEO-nya.

Saat ini, dia melihat peluang dengan perbankan ritel, industri lain yang ingin Ia revolusi kembali.

“Tahukah Anda, di Amerika Serikat terdapat lebih banyak cabang Bank ritel daripada pom bensin…"

"…Saya tahu mengapa kita membutuhkan pompa bensin, kita tidak dapat memesan bensin lewat pos, tapi saya rasa kita tidak memerlukan bank ritel di setiap sudut (kota)”

pernyataan tersebut mengingat popularitas layanan perbankan online yang semakin intens.

Sepanjang perjalanan hidupnya, Richard telah belajar banyak hal, salah satunya budaya perusahaan. salah satu yang Ia tekankan adalah:

“Bagian terpenting dari budaya perusahaan bukanlah mengharapkan atasan berada di puncak, mendikte solusi kepada karyawan…”

Hal ini cukup menarik karena kebanyakan perusahaan, terutama yang telah berkembang menjadi perusahaan besar memiliki budaya opresif kepada karyawan tingkat bawah.

“…Saya lebih memilih budaya yang lebih mirip dengan universitas dan ‘persaingan gagasannya’, di mana kita merasa diberdayakan untuk memimpikan solusi baru.”

Dia memperingatkan para mahasiswa untuk tidak mengejar kesuksesan, dan mendesak mereka untuk mengejar impian mereka.

Bagaimanapun, dia berkata,

“Bila Anda menyerah mengejar kesuksesan dan malah mengejar mimpi itu, Anda akan terbebaskan dan Anda dapat menentukan kesuksesan dengan persyaratan Anda sendiri.”

Fairbank mengatakan inspirasinya untuk kehidupan dan nilai-nilai perusahaan berasal dari orang tuanya, yang keduanya fisikawan.

Dia mengatakan bahwa ibunya telah memecahkan batasan gender pada dunia kerja selama Perang Dunia II, dimana Ia bekerja “di samping 1.800 laki-laki” di laboratorium radiasi Institut Teknologi Massachusetts.

Ayahnya – dari keluarga yang kehilangan segalanya selama Depresi Besar – keluar dari perguruan tinggi untuk mendukung keluarga dengan menjual kantung sutra dari rumah ke rumah. Akhirnya, William Fairbank Sr menjadi profesor fisika di Stanford.

“Ayah saya adalah orang paling optimis yang pernah saya kenal. Dia tidak pernah takut gagal, dan dia memiliki kepercayaan diri dan kerendahan hati yang luar biasa…”

Meskipun ayahnya meninggal pada tahun 1989, Fairbank berkata, “Saya merasakan kehadirannya, semangat, optimismenya, setiap hari seperti yang saya bangun di Capital One.”

“…(Ayah Saya) bersedia mengambil beberapa teka-teki terberat, paling tidak terpecahkan, paling menghantui dalam sejarah fisika.”

Setelah 23 tahun sebagai inovator, Fairbanks percaya Capital One masih memiliki banyak ide dan keberanian yang tersisa.

“Peluang paling entrepreneurial adalah orang-orang yang ada di depan kita.” tutup Fairbanks.


-K1D

Referensi


3 Likes