Raymond Davis, Jr., pemenang Nobel Fisika tahun 2002, merupakan ilmuwan pertama yang secara serius memelopori penelitian tentang neutrino di matahari.
Neutrino adalah partikel, yang dipostulasikan oleh Wolfgang Pauli pada tahun 1930, yang selama puluhan tahun dianggap tidak memiliki massa (ghostlike particles).
Partikel-partikel neutrino yang sangat sulit untuk dideteksi ini diperkirakan terbentuk dari reaksi-reaksi nuklir (reaksi fusi) yang terjadi di bintang-bintang atau matahari (solar neutrino). Hujan neutrino di permukaan bumi diperkirakan mencapai kecepatan milyaran partikel per detik. Penelitian yang dilakukan Ray Davis ini berhasil menyumbangkan metode pendeteksian untuk membuktikan keberadaan partikel neutrino dan melahirkan suatu bidang penelitian baru yang sangat penting bagi dunia astrofisika, yaitu astronomi neutrino.
Karier Davis
Pada tahun 1937 ia mendapatkan gelar BS dari University of Maryland yang kemudian dilengkapi dengan gelar MS di tempat yang sama pada tahun 1940. Ia melanjutkan pendidikannya di Yale University dan mendapatkan Ph.D. di bidang kimia fisika pada tahun 1942.
Davis kemudian bergabung dengan U.S. Army Air Force selama empat tahun (1942-1946) sebelum bekerja sebagai ahli kimia di Monsanto Chemical Company (1946-1948).
Selepasnya dari Monsanto Chemical Company, Davis bergabung (1948-1984) dengan departemen kimia Brookhaven National Laboratory dan menjadi ahli kimia senior di sana sejak tahun 1964.
Sejak tahun 1985 ia bergabung dengan University of Pennsylvania sebagai profesor penelitian astronomi sambil tetap membantu berbagai penelitian di Brookhaven National Laboratory.
Walaupun Davis selalu dikenal sebagai seorang ahli kimia (chemist) selama 52 tahun karirnya, sebagian besar hasil penelitiannya justru dipublikasikan di berbagai jurnal fisika terkemuka seperti Physical Review, Physical Review Letters, dan Nuclear Physics.
Davis memulai penelitian pentingnya tentang neutrino (astrofisika) pada tahun 1950 di saat para ilmuwan lain lebih memilih bidang lain karena belum populernya solar neutrino yang relatif merupakan bidang baru kala itu.
John Bahcall (Princeton University) yang banyak bekerja sama dengan Davis pernah mengemukakan bahwa saat itu semua ilmuwan teori maupun eksperimen yang secara serius menekuni penelitian neutrino dapat (dan sangat sering) berkumpul bersama di dalam mobil Davis tanpa perlu berdesakan.
Ini menunjukkan betapa sedikitnya ilmuwan yang mau meneliti topik yang masih tidak populer itu. Ternyata Davis, melalui cinta dan dedikasinya pada ilmu pengetahuan dengan ditunjang karakter dan pribadinya yang mengagumkan, berhasil menebarkan semangat baru yang membuat para peneliti mulai tertarik dan berani untuk menekuni solar neutrino.
Keahliannya dalam usaha meyakinkan berbagai pihak untuk mempelajari dan meneliti neutrino secara serius pernah digunakannya saat ia mempresentasikan ide penelitiannya kepada Maurice Goldhaber, direktur Brookhaven National Laboratory kala itu. Goldhaber, seorang ahli fisika nuklir terkenal saat itu, tidak pernah tertarik sedikit pun pada astrofisika.
Davis mempresentasikan ide penelitian neutrinonya dari segi fisika nuklir tanpa sedikit pun menyebutkan aspek astrofisikanya (fisikawan Bahcall pernah bilang ternyata si Davis ini pintar berpolitik juga, kalau saja saat itu Davis sebut-sebut astrofisika pasti Goldhaber akan menolaknya idenya mentah-mentah).
Strateginya ini ternyata berhasil meyakinkan Goldhaber, yang sangat menyukai ide-ide baru di bidang fisika, untuk mendukung dan membiayai penelitian fisika nuklir yang diajukan Davis itu, termasuk juga eksperimen tentang solar neutrino yang menghadiahinya Nobel Fisika tahun 2002 (yang diterimanya bersama Masatoshi Koshiba dan Riccardo Giacconi).
Kiprahnya sebagai peneliti telah mencatat Davis sebagai anggota National Academy of Sciences dan National Aeronautics & Space Administration’s Lunar Sample Review Board (yaitu dewan yang meneliti contoh debu dan batu yang diambil dari permukaan bulan saat NASA pertama kali berhasil mengirimkan astronotnya ke bulan menggunakan Apollo 11; Davis ikut membantu penelitian bersejarah tersebut).
Davis juga mengoleksi berbagai penghargaan ilmiah termasuk Boris Pregel Prize (New York Academy of Sciences), Comstock Prize (National Academy of Sciences), American Chemical Society Award for Nuclear Chemistry, American Physical Society’s Tom W. Bonner Prize, W.K.H. Panofsky Prize, Hale Prize (American Astronomical Society), Bruno Pontecorvo Prize (Russian Academy of Sciences), dan Wolf Prize (Wolf Foundation) yang juga diterimanya bersama Masatoshi Koshiba. Pada tahun 2001 Presiden George W. Bush menganugerahinya sebuah National Medal of Science.
Sebagai seorang peneliti, Davis dikenal sangat sabar, ramah, dan murah hati. Ia selalu menghormati lawan bicaranya tanpa pernah membedakan antara seorang profesor senior dengan mahasiswa baru, seorang sahabat dekat, maupun peneliti yang tidak ramah sekalipun. John Bahcall yang sudah pernah tampil bersama Davis dalam berbagai acara formal lebih dari 100 kali mengungkapkan bahwa ia tidak pernah sekali pun melihat Davis kehilangan kesabaran maupun menjadi marah dalam setiap diskusi.
Davis dikagumi sebagai seorang manusia berbudi dan seorang peneliti berbakat.
(Yohanes Surya presiden olimpiade fisika asia).
_Every time four protons are turned into a helium nucleus, two neutrinos are produced. These neutrinos take only two seconds to reach the surface of the Sun and another eight minutes or so to reach the Earth. Thus, neutrinos tell us what happened in the center of the Sun eight minutes ago. _
Raymond Davis, Jr.