Saat ini, jagat dunia maya Indonesia dihebohkan dengan sebuah tren bernama “ikoy-ikoyan” yang dicetuskan oleh seorang influencer sekaligus Youtuber kenamaan Arief Muhammad. Tren “ikoy-ikoyan” ini merupakan istilah yang digunakan Arief Muhammad untuk bagi nagi uang kepada netizen yang membutuhkan. Netizen yang ingin mendapatkan sejumlah uang dari Arief Muhammad melalui “ikoy-ikoyan” ini tinggal mengirim pesan melalui direct mesage (DM) ke Instagram Arief.
Dalam berita yang beredar, netizen mengungkapkan berbagai alasan demi mendapatkan sejumlah uang dari Arief Muhammad misalnya, untuk keperluan sekolah, membayar cicilan motor, dll. Memang menyenangkan mendapat uang secara cuma cuma, bak ketiban rejeki nomplok, namun disisi lain juga terlihat miris melihat fenomena tersebut. Dari tren “ikoy-ikoyan” menunjukkan bahwa mental yang dimiliki masyarakat kita adalah mental pengemis. Mereka dengan seenaknya meminta minta sejumlah uang tanpa harus melakukan apapun. Miris sekali memang.
Nah, menurut kalian, apakah kegiatan tersebut berfaedah? Lantas, apakah benar warga Indonesia bermental pengemis yang cuman bisa minta minta?
Menurut Arief Muhammad melalui video Youtube-nya yang berjudul “IKOY – IKOYAN” tertanggal 4 Agustus 2021, tren ini sebenernya berasal dari keinginan dia untuk berbagi kebahagiaan dengan para pengikutnya. Kebahagiaan tersebut awalnya hanya berupa hal-hal kecil seperti dia membelikan pengikutnya makan siang, mengirim pulsa, mengirim uang bensin, dan sebagainya. Dari situ, Arief sama sekali tidak memiliki maksud apapun selain ingin berbagi kebahagiaan kecil secara acak kepada pengikutnya tanpa harus mengetahui latar belakang mereka.
Namun, sejak seminggu terakhir tren ini meledak di media sosial Indonesia terutama di media sosial sesama influencer . Banyak influencer lain yang pengikutnya mengajak untuk mengadakan “Ikoy-ikoyan” tersebut. Dari sinilah tren ini mulai berkembang pesat dengan respon netizen yang semakin beragam bahkan ada yang ekstrim. Pro dan kontra dari tren ini bermunculan karena banyak juga influencer yang terganggu dari sikap pengikutnya yang kurang sopan dalam meminta tolong. Arief Muhammad pun mengamini bahwa banyak netizen yang bersikap meminta tolong hingga mengabaikan kesopanan dan banyak cerita yang cenderung dibuat-buat agar terlihat sangat menyedihkan. Dia bahkan sampai harus meminta maaf ke influencer yang lain atas kegaduhan ini.
Menurut psikolog klinis Nuzulia Rahma Tristinarum, tren ‘ikoy-ikoy’ tidak masalah dilakukan sebab tidak ada yang dirugikan dan tidak melanggar hukum atau norma tertentu. Influencer yang memberi pun melakukannya secara sukarela dan yang diberi senang menerimanya. Bahkan menurutnya, tren ini justru dapat memberikan keuntungan balik pada pelaksananya seperti peningkatan branding , jumlah pengikut, menarik perhatian, dan sebagainya.
Menurutku, tren ini jika dilihat dari konsep awalnya itu memang menyenangkan karena seorang influencer berbagi kebahagiaan kecil. Namun, semakin ke sini tren ini berkembang menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dengan cara “mengemis” atau meminta-minta yang dapat mengganggu orang lain. Seharusnya, kita sebagai individu yang masih diberikan kesehatan dan kekuatan memang harus berusaha terlebih dahulu dalam memenuhi kebutuhan diri kita sebelum meminta tolong. Dan jika terpaksa harus meminta tolong, baiknya kita tetap menjunjung tinggi nilai sopan-santun yang ada.
Menurut aku pribadi gaada salahnya dengan orang yang mau berbagi, tapi di samping itu masih banyak orang diluar sana yang lebih deserve untuk diberi bantuan. Orang yang nge-DM Arief Muhammad pun juga gak bisa di pastikan kevalidannya, bisa saja mereka berbohong demi mendapatkan pertolongan dengan mudah secara cuma-cuma.
Dan juga menurut aku para netizen yang komen-komen di berbagai Instagram para influencer untuk ikut main ikoy-ikoyan.ya salah. Menurut aku itu gak penting untuk dilakukan, apalagi jika pemainan tersebut malah disalahgunakan, dan juga trend mainan seperti itu bisa membangun mental orang-orang untuk mengemis tanpa ada kerja keras yang dilakukan. Lagi pula untuk orang di luar sana yang ingin berbagi, ya berbagi saja, tanpa harus mengikuti trend ini itu.
Jujur, menurutku ini salah satu tren yang awalnya bagus, tapi makin kesini malah jadi nggak berfaedah. Arief Muhammad, sang pencetus tren, memang awalnya niat berbagi dengan followers-nya untuk membantu meringankan beban mereka. Tentu saja tren ini disambut baik oleh banyak orang karena siapa sih yang nggak mau dapat uang, mobil, kebutuhan ini-itu terpenuhi secara cuma-cuma?
Yang bikin tren ini berubah jadi “menjijikkan” adalah ketika orang-orang mulai mengarang cerita sedih, berlomba-lomba menjadi yang paling miskin agar bisa dikasihani, miris bukan? Tujuan tren ini jadi tidak tersampaikan dengan baik dan bisa saja salah sasaran. Logikanya, kalau orang yang benar-benar miskin, seharusnya dia tidak punya waktu untuk berselancar di media sosial, mengikuti tren ini-itu, apalagi sampai sempat memikirkan cerita sedih karena dia tidak punya privilege berupa gadget dan kuota yang mumpuni. Kalaupun punya, pasti dia maksimalkan untuk mencari kerja bukan mantengin sosmed untuk ikutan tren nirfaedah begini. Belum lagi, belakangan ini akun-akun artis dan influencer lain juga dibanjiri pengemis online lainnya yang protes kenapa tidak mengadakan ikoy-ikoyan juga. Meminta bantuan itu boleh, tapi harus tau etikanya juga. Kalau yang dimintai bantuan merasa keberatan, ya jangan memaksa. Cukup miskin harta saja, tidak perlulah sampai miskin mental juga. Kapan mau majunya kalau begini terus?
Menurut aku terlepas dari bagaimana niat pemberi, trend “ikoy-ikoyan” ini cukup ber-value karena di tengah masa sulitnya menjadi rezeki masih ada orang mau untuk berbagi membantu yang lain dalam survive saat pandemi ini. Dengan adanya trend “Ikoy-ikoyan” ini orang menjadi berlomba-lomba untuk mengikuti trend dan dampak positifnya adalah semakin banyak orang yang akan terbantu.
Lantas apakah ini menandakan orang indonesia bermental pengemis? menurut aku pribadi bisa jadi iya bisa jadi tidak. Di satu sisi mungkin terlihat kalau orang indonesia suka meminta-minta dan terlihat seperti pengemis, namun jika kita mau melihat dari sisi positifnya di tinjau dari sisi psikologinya perilaku prososial atau tolong menolong itu akan lebih mudah terjadi jika si bystander (orang yang akan menolong) menganggap bahwa orang yang ingin ditolong itu memang membutuhkan pertolongan, sehingga orang yang meminta pertolongan akan memiliki kesempatan lebih besar untuk ditolong dibandingkan orang yang diam saja. Dengan banyaknya orang yang meminta tolong/bantuan maka semakin banyak orang yang menolong, dan akan menunjukkan seberapa kuat interdependent orang indonesia.
Menurut pandangan saya pribadi, tren yang sedang viral ini bisa memperburuk mental bangsa kita untuk kedepannya. Mengapa dikatakan demikian, karena masyarakat diajarkan untuk memiliki mental meminta-minta ke orang yang notabene adalah public figure.
Akan jauh lebih baik jika public figure tersebut menginfluence masyarakat untuk selalu berusahan dan mempunyai semangat yang gigih untuk mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa banyak mengharapkan bantuan cuma-cuma dari orang yang kita tidak kenal.
Seperti apa yang dikatakan Lao Tsu “if you give a hungry man a fish, you feed him for a day, but if you teach him how to fish, you feed him for a lifetime.”
Menurut pendapat saya, tidak ada salahnya jika seseorang ingin berbagi selama memiliki niat membantu. Tren ini dimulai pun berasal dari keinginan Arief Muhammad yang membantu para pengikutnya, secara acak dan tidak mempunyai maksud untuk menjadikannya sebuah tren ataupun mengajak influencer lain melakukan hal yang sama.
Tetapi hal tersebut dikotori oleh beberapa oknum yang memanfaatkan kesempatan tersebut dengan meminta dan mengirim pesan pribadi kepada influencer lain hingga membuatnya terganggu, bahkan tidak segan-segan menghina influencer tersebut jika tidak memberi apa yang ia butuhkan. Perilaku tersebut bisa dikatakan mengemis dengan gaya. Jika ingin meminta sesuatu, mintalah ke influencer yang memang berniat melakukannya, jangan memaksa apalagi menghina influencer lain yang tidak ingin melakukan hal tersebut.
well kalo menurut pemahaman dan hasil searching saya di berbagai sumber mengenai fenomena ikoy - ikoyan, tren ini memang bagus di awal - awalnya terlihat bagus karena Arif Muhammad membuat sebuah cara yang tidak biasa dalam berbagi kepada orang di sekitarnya dengan menggunakan sosmed. positifnya, ya memang orang - orang yang betul - betul membutuhkan bantuan bisa memanfaatkan tren ikoy - ikoyan ini.
tetapi di sisi lain, saya sendiri juga kurang setuju dengan tren ini karena memang terbukti seperti mengajarkan sebuah mindset meminta - minta. dan akan lebih baik jika public influencer tidak perlu menggunakan tren semacam ini untuk berbagi dan sebaiknya public influencer juga perlu menyebarkan mindset sukses yang benar kepada masyarakat ketimbang membuat tren yang akhirnya membuat masyarakat semakin malas untuk berusaha sendiri dan bermental peminta - minta.
sebenarnya menurutku tren ini tuh nggada salahnya, sah-sah aja. Toh bang arief sendiri yang membuka kesempatan untuk para followersnya mengutarakan apa yang sedang mereka butuhkan. Kalo aku liat memang antuasiasme masyarakat sangat tinggi, terbukti dari 700 ribu lebih komentar bertengger di kolom postingan bang arief atau DM, dan lagi pula bang armuh ngga sembarangan memberi, dia sangat hati-hati dalam memilih, ya meskipun bukti kevalidan sangat tipis. Tapi menurutku, mereka akan menjadi dan memiliki mental pengemis jika ngga ada angin ngga ada hujan DM dan meminta influencer lain untuk melakukan hal yang sama, nah, ini salah.
Menurutku kegiatan tersebut sah-sah aja terlebih niat awal dari yang mengadakan pun memang berbagi dan mengadakannya secara sukarela. Kegiatan itu juga bisa dibilang cukup membantu orang-orang yang sedang kesusahan akibat pandemi. Memang caranya sedikit berbeda karena harus melalui Direct Message Instagram dan ada faktor keberuntungannya juga, jadi tidak akan diketahui latar belakang dari si penerima, apakah dia memang orang yang membutuhkan atau tidak karena tidak menutup kemungkinan juga ada orang yang hanya berpura-pura membutuhkan. Jika seperti itu, menurutku itu adalah tindakan yang salah dan tidak heran jika statement bermental pengemis itu muncul. Dari situ juga mental orang-orang mulai dibangun untuk menjadi pengemis dan menurutku itu salah
Seiring berjalannya waktu juga, hal tersebut berkembang menjadi sebuah tren yang ramai di kalangan influencer Indonesia. Netizen dengan cepat meminta atau seakan akan menagih influencer lainnya untuk melakukan hal yang sama. menurutku jika sudah seperti itu aku setuju dengan statement bahwa netizen Indonesia mayoritas bermental pengemis yang kegiatannya cuma bisa minta-minta. Lagi pula, pasti seseorang dalam berbagi atau bersedekah memiliki caranya masing-masing tidak harus dengan tren yang seperti itu aja jadi tidak sepantasnya para netizen ini meminta-minta pada influencer lain yang tidak mengikuti tren tersebut.