Racun Kehidupan

IMG_20200412_134715
Gambar : https://rejasmktanjay.blogspot.com

Kulihat seorang anak kecil berjalan tanpa alas kaki. Jalannya terseyok - seyok sembari memanggul sebuah karung berisi sampah. Bajunya compang - camping, dengan rambut hitam kumal. Menghampiri tempat - tempat sampah yang ia lalui sepanjang jalan.

Terhenyak aku ketika anak kecil itu sudah berada tiga meter di depanku. Mengais botol - botol bekas di tempat sampah sebuah warteg tempatku makan siang. Kupandangi wajahnya dan setiap geraknya mengambil botol bekas. Seharusnya anak seusia itu berada di bangku sekolah. Menimba ilmu, bukan berjibaku dengan tempat sampah. Seharusnya.

Kuputuskan untuk mengikuti anak kecil itu. Setelah membayar, segera kumasukkan handphoneku ke dalam tas dan menenteng tasku di pundak. Kujaga jarak dengannya kira - kira sepuluh meter. Hingga sampailah ia pada suatu tempat. Disekelilingnya penuh dengan sampah. Botol bekas, kardus bekas, plastik bekas dan sampah daur ulang lainnya.

Si pengepul mulai menimbang botol bekas yang ada di dalam karungnya.
“Hasilmu hari ini sepuluh Kg Gung. Jadi uangnya dua puluh ribu ya”, ucap seorang bapak berbaju hitam sembari memberikan uang lembar dua puluh ribuan pada anak kecil tadi.
Dengan wajah berseri anak kecil itupun menerima uang yang diberikan seraya bergumam “alhamdulillah”. Setelah menerima uang, ia pun melanjutkan perjalanannya. Dan aku masih semangat mengikutinya.

Bak seorang intel yang sedang mengawasi targetnya. Kuikuti kemanapun kakinya melangkah, tanpa kubiarkan lepas dari pandanganku. Aku teringat saat di tempat pengepulan sampah beberapa waktu lalu. Bapak paruh baya itu menyebut anak ini dengan sebutan Gung. Apakah namanya Agung ? Tanyaku dalam hati berusaha menebak nama anak ini.

Entah berapa jauh kami berjalan. Hingga tak terasa anak ini mulai memasuki daerah perkampungan. Berjalan menyusuri gang demi gang. Lima menit berjalan sampailah ia di sebuah gubuk kecil beratapkan asbes yang sudah berlubang. Di depan pintu gubuk itu kulihat seorang kakek tua menyambut hangat kedatangannya. Dengan senyum renyah di wajah tuanya ia berkata “sudah pulang Gung?”.
“Sudah kek. Alhamdulillah hari ini Agung dapat dua puluh ribu kek”, menunjukkan uang yang diterima tadi dengan bahagia.

Kepalaku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Apa dan mengapa anak kecil itu mencari botol bekas ? Mengapa kakek tadi malah membiarkannya ? Sudahlah, daripada pertanyaan - pertanyaan ini menggangguku lebih baik kupastikan saja jawabannya.

Dengan didorong keingintahuan yang tinggi, kuberanikan diri menghampiri mereka.
“Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumussalam”, jawab mereka dengan wajah kaget. Sebelum mereka bertanya apa maksud dan tujuanku kesini, aku segera menjelaskan semuanya. Mulai awal aku bertemu anak kecil ini, mengikutinya dan sampailah disini.

Mereka pun menerima penjelasanku dengan baik. Kami memperkenalkan diri. Dan benar seperti dugaanku. Anak kecil ini bernama Agung. Dia tinggal bersama kakeknya, karena Ibu dan Ayahnya telah meninggal lima tahun lalu. Ia juga tidak bersekolah. Kondisi kakeknya yang sakit, memaksa Agung untuk tidak bersekolah dan harus menjadi tulang punggung bagi ia dan kakeknya.

Tapi alangkah terkejutnya aku, bahwa ternyata kakek Agung ini adalah mantan PNS di sebuah instansi daerah Bandung. Setidaknya walaupun ia sudah pensiun masih ada uang pensiunan yang diterima. Namun kenyataannya sepeserpun tidak ada. Melihat keherananku, ia pun melanjutkan ceritanya.
“Saya adalah salah satu korban keegoisan dan keserakahan seorang rekan kerja. Mengetahui ia memanipulasi laporan keuangan untuk sebuah proyek pembuatan jalan, saya berusaha membongkarnya. Namun naas, saya dijadikan kambing hitamnya. Dan pada akhirnya saya diberhentikan tidak hormat oleh Pemda”.

Tak terasa rasa iba dalam hati mampu menggerakkan air mata untuk jatuh. Sungguh miris.
“Begitulah nak dunia ini. Manusia tak akan puas dan tak akan pernah puas. Demi keserakahan dan kepentingan individu segala macam cara dilakukan. Meskipun harus menyingkirkan dan mematikan ladang nafkah orang lain. Ingat nak, egois itu tidak baik, jika tidak diposisikan sesuai tempatnya. Ia hanya akan menjadi racun kehidupan bagi orang lain”.

2 Likes

Masya Allah … Ringan & nyesek dihati … inilah kehidupan kapan diatas kapan dibawa . Siapa teman siapa lawan. Karena hati nuranipun bisa ditawar bisa dibeli …

1 Like