Puasa apa saja yang haram hukumnya untuk dilakukan?

Haram

Puasa Haram adalah puasa yang dilarang untuk dilakukan, dan apabila dilakukan akan mendapatkan dosa. Puasa apa saja yang haram hukumnya untuk dilakukan?

Puasa haram adalah puasa yang dilarang untuk melaksankannya. Puasa yang termasuk kedalam puasa haram antara lain :

  1. Puasa Wishal
    Puasa wishal adalah menyambungkan puasa sehari setelah ia berpuasa tanpa berbuka antara keduanya. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. bersabda:

    “Dari Abu Sa’id Al Khudriy ra. bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kalian melaksanakan puasa wishal, maka siapa dari kalian yang mau melakukan puasa wishal hendaklah dia melakukannya hingga (makan) sahur”. Mereka berkata: “Bukankah anda melakukan puasa wishal, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Aku diberi makan dan minum” (HR. Bukhari)

  2. Puasa pada Hari Raya
    Mengenai puasa pada hari Idul Firti dan Idul Adha dapat dilihat dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa Umar bin Khattab berkata:

    “Dari Umar bin Al Khaththab r.a ketika dia datang lalu shalat, kemudian dia menyampaikan khutbah seraya berkata, “Sesungguhnya pada dua hari ini, Rasulullah Saw. melarang untuk berpuasa pada keduanya, namun merupakan hari berbuka sehabis puasa dan hari untuk makan sembelihan kurban.” (HR. Bukhari).

  3. Puasa Tasyriq
    Hari Tasyriq merupakan hari raya umat Islam yang jatuh pada setelah Idul Adha yaitu hari ke 11,12 dan 13 pada bulan Dzulhijjah menurut Kalender Islam. Pada hari tersebut jamaah yang menunaikan ibadah Haji sedang berada di Mina. Pada tanggal tersebut jamaah Haji melontar Jumroh. Hari Tasyriq merupakan salah satu hari di mana umat Islam dilarang berpuasa karena pada hari Tasyriq adalah hari untuk makan dan minum.

    Hari Tasyriq menurut ajaran Islam adalah hari berdzikir.

    Beberapa zikir yang diajurkan oleh ajaran Islam pada hari Tasyriq yaitu berzikir kepada Allah Saw. dengan bertakbir setelah menunaikan shalat wajib. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. bersabda:

    “Dari Nubaisyah Al Hudzali ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Hari-hari Tasyriq adalah hari makan-makan dan minum”. (Dalam riwayat lain ada tambahan: dan hari untuk berzikir kepada Allah). (HR. Muslim)

Puasa yang haram untuk dilakukan ialah sebagai berikut :

  1. Puasa sunnah ( nafilah )
    Seorang perempuan yang dilakukan tanpa izin suaminya. Kecuali, jika suaminya tidak memerlukannya. Misalnya, ketika suaminya sedang bepergian, sedang melakukan ihram haji atau umrah, atau sedang melakukan itikaf. Puasa ini diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain berikut :

    “Seorang perempuan tidak dihalalkan berpuasa ketika suaminya hadir di sampingnya, kecuali dengan izinnya.”

    Lagipula, faktor yang menyebabkan pengharaman puasa ini ialah karena memenuhi hak suami merupakan kewajiban, yang tidak boleh diabaikan karena ada perbuatan sunnah. Seorang perempuan yang berpuasa tanpa izin suaminya, maka puasanya maka puasanya dipandang sah, sekalipun diharamkan; seperti halnya seorang yang salat di tempat hasil gasab. Suami perempuan tersebut berhak menyuruhnya membatalkan puasa, demi memenuhi hak dan kebutuhannya. Puasa jenis ini, menurut mazhab Hanafi, hukumnya makruh tanzihiy.

  2. Puasa pada hari yang diragukan ( yaumus-sakk )
    Yakni, puasa pada hari ketiga puluh bulan Syakban, ketika orang-orang meragukan bahwa hari itu termasuk bulan Ramadan. Para fukaha mempunyai beberap ungkapan yang hampir sama mengenai batasan antara bulan Syakban dan Ramadan. Namun mereka berbeda pendapat dalam penetapan hukumnya. Walaupun demikian, mereka bersepakat bahwa puasa tersebut tidak makruh. Bahkan, mereka membolehkan puasa itu dilakukan jika bertepatan dengan kebiasaan melakukan puasa sunah, misalnya puasa sunah hari Senin dan hari Kamis.

    Dengan demikian, puasa yang dilakukan sehari atau dua hari sebelum Ramadan, hukumnya makruh. Kecuali, jika sebelumya seseorang telah terbiasa melakukan puasa sunah. Alasan pemakruhan puasa ini, karena khawatir puasa itu dianggapp sebagai tambahan untuk bulan Ramadan. Puasa- sunah yang dilakukan tanpa ada keraguan, hukumnya tidak makruh. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh berpuasa pada hari syak, kecuali puasa sunah.
    Menurut mazhab Maliki yang masyhur, puasa syak terjadi pada tanggal 30 Syakban ketika langit pada malam itu (tanggal tiga puluh) dalam keadaan mendung, sehingga hilal tidak bisa terlihat. Jika langit cerah, hari syak tidak ada. Dengan demikian, jika pada saat itu hilal tidak terlihat, berarti sudah pasti bahwa hari esoknya masih termasuk bulan Syakban. Pendapat ini sama dengan pendapat mazhab Hanafi.

    Disebut juga hari syak jika hilal disaksikan oleh seseorang yang kesaksiannya tidak diterima, seperti hamba sahaya, perempuan, atau orang fasik. Sedangkan, jika langit dalam keadaan mendung hari itu dipandang masih termasuk bulan Syakban hal demikian ini didasarkan atas hadis yang terdapat dalam kita Ash-Shahihain berikut :

    Jika langit mendung di atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Syakan sebanyak tiga puluh hari.”

    Puasa hari syak yang dilakukan karena berhati-hati ( ihtiyath ), kalau hari itu termasuk bulan Ramadan, hukumnya makruh. Puasa yang demikian dipandang sebagai puasa Ramadan. Barang siapa pada pagi hari itu tidak makan dan tidak minum, kemudian ternyata bahwa hari itu termasuk bulan Ramadan, puasanya tidak dipandang sebagai puasa Ramadan. Puasa pada hari itu boleh dilakukan oleh orang yang terbiasa melakukan puasa sunah terus menerus atau puasa pada hari yang ditentukan, misalnya hari Kamis. Pembolehan puasa pada hari itu dengan melihat kasus seperti di atas adalah sebagaimana dibolehkan melakukan puasa sunah pada hari yang sama, atau seperti mengqadha puasa Ramadan yang lalu, atau puasa kafarat karena sumpah atau yang lainnya, atau puasa nazar yang harinya ditentukan, atau puasa karena menghormati kedatangan seseorang yang semuanya ternyata dilakukan pada hari syak.

    Seseorang disunahkan melakukan imsa (mencegah hal-hal yang membatalkan puasa) pada hari syak. Tujuannya, untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Jika ternyata hari itu adalah bulan Ramadan, dia telah melakukan imsak sebagai penghormatan kepadanya, meskipun semula dia tidak melakukan imsak.

    Puasa qadha, puasa nazar, atau puasa kafarat yang dilakukan pada hari syak, hukumnya tidak makruh. Karena, ketiga jenis puasa tersebut wajib hukumnya. Jika seseorang berpuasa pada hari syak sesuai dengan kebiasaanya kemudian ternyata hari itu termasuk bulan Ramadan, puasanya tidak dipandang sebagai puasa Ramadan. Dia wajib melakukan imsak pada hari itu, serta wajib mengqadhanya setelah bulan Ramadan berakhir. Kesimpulannya, puasa yang dilakukan pada hari syak, hukumnya makruh menurut Jumhur dan haram menurut mazhab Syafi’i.

  3. Puasa pada hari raya dan hari-hari Tasyrik.
    Menurut mazhab Hanafi, puasa yang dilakukan pada hari- hari tersebut hukumnya makruh tahrimiy, sedangkan menurut mazhab yang lainnya haram, serta tidak sah menurut mazhab yang lain baik puasa tersebut merupakan puasa wajib maupun puasa sunah. Seseorang dianggap melakukan maksiat jika sengaja berpuasa pada hari-hari tersebut. Puasa-wajib yang dilakukan di dalamnya dipandang tidak membebaskannya dari kewajiban; yakni berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut :

    “Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari. Yaitu, pada hari Raya Fitri dan hari Raya Adha.”

  4. Puasa wanita yang sedang haid atau nifas hukumnya haram dan tidak sah.

  5. Puasa yang dilakukan oleh seorang yang khawatir akan keselamatan dirinya jika dia berpuasa, hukumnya haram.