Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa di berbagai lapangan kehidupan mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa- bangsa serta timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut. Bertambahnya jumlah negara dan organisasi-organisasi internasional, cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan interaksi antara aktor-aktor pemerintah dan non-pemerintah menjadi sangat padat dalam merumuskan kerjasama di berbagai bidang demi tercapainya tujuan bersama.
Dalam interaksi antara aktor pemerintah, negara membutuhkan seorang duta besar ataupun para pejabat diplomatik yang bertugas mewakili kepentingan negara pengirim di negara penerima dan sebagai penghubung antar pemerintahan kedua negara.
Perwakilan diplomatik juga memiliki suatu tugas yang tidak kalah penting yakni meningkatkan hubungan persahabatan antarnegara. Hal ini secara tegas sudah diamanatkan oleh Konvensi Wina 1961, dimana dalam pasal 3 Ayat 1e ditetapkan:
meningkatkan hubungan persahabatan antar negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan (promoting friendly relations between the sending state and the receiving state and developing their economic, cultural and scientific relations).
Hubungan kerjasama antar negara dalam lingkup internasional dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara di dalam pergaulan internasional dan terciptanya suatu kedamaian dan kesejahteraan hidup yang menjadi dambaan bagi seluruh umat di dunia. Kebutuhan dunia internasional terhadap prinsip-prinsip hukum internasional tentang hubungan antar negara sangat diperlukan agar hubungan antar negara dapat terjalin dengan baik dan tidak menimbulkan konflik.
Mempertimbangkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berkaitan dengan hubungan persahabatan dan kerjasama antar negara, maka dalam Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara tanggal 24 Oktober 1970 (A/RES/2625/XXV), ditentukan prinsip-prinsip sebagai berikut:
-
Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.
-
Prinsip bahwa negara harus menyelesaikan perselisihan internasional dengan jalan damai sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan tidak terancam.
-
Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.
-
Prinsip kewajiban negara untuk bekerja sama dengan satu sama lain.
-
Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa.
-
Prinsip kedaulatan negara.
-
Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional.
Prinsip kedaulatan merupakan suatu hak yang tidak dapat dicabut karena merupakan ciri hakiki yang harus dipunyai oleh setiap negara apabila negara itu berkeinginan untuk tetap „ exist’ dalam pergaulan masyarakat internasional. Kedaulatan dalam pelaksanaannya dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam hubungan antarnegara. Salah satu hak dasar negara adalah kedaulatan dalam melaksanakan hubungan antarnegara. Hak ini menandakan adanya kemerdekaan dan kebebasan dalam menjalankan hak kedaulatannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi negara tanpa campur tangan negara lain. Disamping adanya hak dasar negara ini, terdapat pula kewajiban terhadap negara yakni bahwa negara berkewajiban untuk tidak melaksanakan kedaulatannya di wilayah negara lain dan kewajiban untuk tidak mencampuri urusan negara lain.
Setiap negara berkewajiban untuk menahan diri dalam hubungan internasionalnya dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik dari setiap negara, atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan tujuan Piagam PBB. Kewajiban untuk tidak campur tangan dalam urusan negara lain merupakan hal yang penting untuk memastikan bahwa negara-negara hidup bersama dalam damai satu sama lain, karena tindakan intervensi tidak hanya melanggar Piagam PBB, tetapi juga mengarah pada penciptaan situasi yang mengancam perdamaian dan keamanan. Ketentuan pasal 2 ayat (4) dan pasal 2 ayat (7) dalam piagam PBB menyatakan bahwa dalam hubungan antarnegara tidak diperbolehkan adanya intervensi.
Referensi :
- Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung, 2003.
- Syahmin Ak, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis , PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008.