Pola Asuh Seperti Apa yang Baik untuk Mental Anak?

WhatsApp Image 2020-04-23 at 00.03.35

Anak merupakan amanah yang diberikan oleh Tuhan yang harus dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang. Selain menyayangi dan merawat anak, membangun karakter pada anak merupakan bagian dari peran orang tua. Karena keluarga merupakan pondasi awal dan sekolah pertama dalam pembentukan karakter. Menurut Lickona :

“…Keluarga adalah dasar dari perkembangan intelektual dan moral. Membantu orang tua agar menjadi orang tua yang baik adalah satu-satunya hal yang terpenting yang dapat dilakukan sekolah untuk membantu para siswa mengembangkan karakter yang kuat.”

Setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada anak yang memiliki karakter acuh tak acuh, agresif, pemalu, curiga, cemas, minder, dan mudah menyakiti orang lain. Ada pula anak yang selalu merasa tak mampu, memiliki emosi tidak stabil, dan mudah marah. Karakter-karakter tersebut ada di dalam diri anak karena anak mewarisi karakter fisiologis tertentu. Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakter anak, yakni lingkungan dan pengalaman (Ryan & Bohlin).

Saya percaya bahwa pendidikan karakter dalam keluarga sangatlah penting. Karena lingkungan terdekat anak adalah keluarga. Oleh karena itu, lingkungan rumah tangga (ayah dan ibu) dianggap sebagai pusat kegiatan bagi para ibu dalam mendidik anak. Perilaku yang dilihat anak dari orang-orang terdekatnya (terutama orang tuanya) secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru. Seperti yang dikatakan oleh Joyce D. Jones :

“Anak-anak adalah peniru yang hebat, maka berilah mereka sesuatu yang hebat untuk ditiru.”

Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam mendidik anak. Keberhasilan dalam pembentukan karakter pada anak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Pola asuh merupakan pola perilaku yang diterapkan orang tua dalam menghadapi anak-anaknya (Petranto). Ada beberapa jenis pola asuh menurut Hurlock, diantaranya :

  1. Pola asuh otoriter. Pola asuh ini menerapkan seperangkat peraturan yang ketat dan mutlak sehingga anak tidak memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat. Tidak adanya kontribusi pada anak merupakan salah satu ciri dari pola asuh otoriter. Pola asuh ini dapat menimbulkan hilangnya kebebasan dan inisiatif pada anak.

  2. Pola asuh permisif, yaitu perilaku orang tua yang memberikan kebebasan tanpa adanya batasan dan kontrol dari orang tua. Pola asuh ini disebut juga pola asuh penelantar. Karena orang tua hanya memperioritaskan kepentingannya sendiri dan cenderung tidak mengetahui apa dan bagaimana kehidupan anak sehari-hari sehingga perkembangan anak terabaikan (Prasetya).

  3. Pola asuh autoritatif. Ciri dari pola asuh autoritattif yaitu adanya kebebasan yang disertai bimbingan orang tua kepada anak. Pada pola asuh ini komunikasi sering terjadi antara anak dan orang tua. Pada pola pengasuhan ini orang tua dapat memberikan arahan dan masukan terhadap apa yang dilakukan oleh anak. Terdapatnya kebebasan yang tidak mutlak dengan bimbingan orang tua yang penuh pengertian kepada anak (Dariyo).

Jika dilihat dari ketiga jenis pola asuh di atas, menurut saya terdapat kekurangan dan kelebihan dari setiap jenis pola asuh.

Pola asuh otoriter dapat membuat tekanan pada psikis anak sehingga dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri, cemas, dan tidak mampu mengendalikan dirinya. Jika pola asuh ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, besar kemungkinannya anak akan mengalami stress dan depresi. Hal ini dikarenakan anak harus patuh dan tunduk pada kemauan orang tua sehingga anak tidak memiliki pilihan untuk melakukan aktivitas yang mereka inginkan. Pada pola asuh ini orang tua meyakini bahwa perilaku anak dapat diubah sesuai dengan nilai-nilai dan standar perilaku yang diinginkan oleh mereka.

Namun, jika pola asuh permisif yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anaknya maka akan timbulnya sikap acuh dan sikap tidak disiplin pada anak. Menurut saya ini akan mengganggu kehidupan anak. Karena ketika adanya suatu aturan dalam tatanan masyarakat dikhawatirkan anak tidak dapat bertanggung jawab pada aturan-aturan sosial yang berlaku dan menimbulkan kurangnya rasa empati kepada orang lain.

Yang terakhir mengenai pola asuh autoritatif yang dapat menimbulkan sisi positif dan sisi negatif pada anak. Sisi positif dari pola asuh ini yaitu dapat membuat anak bertanggung jawab atas kebebasan yang diberikan orang tua. Karena kebebasan tersebut disertai dengan aturan yang tidak memaksa sehingga anak akan memiliki kepercayaan diri dalam menjalani kehidupannya. Pola asuh autoritatif juga memiliki sisi negatif karena anak akan beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi dihidupnya harus dipertimbangan kepada orang tuanya sehingga anak akan memiliki mental yang ragu dan takut untuk mengambil suatu keputusan.

Jadi, pola asuh yang baik untuk mental anak menurut saya adalah pola asuh yang diterapkan dengan cara mengkombinasikan semua jenis pola asuh, dalam artian tidak hanya menerapkan pola asuh secara tunggal. Karena menurut saya semua jenis pola asuh bisa diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini sering terjadi pada orang tua milenial saat ini. Contoh nya seperti orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dalam urusan beribadah yang aturannya memang mutlak dari Tuhan sehingga penerapan pola asuh otoriter pada kasus ini bisa menjadi positif karena dapat membangun mental seorang anak untuk selalu beribadah kepada Tuhan-Nya, tetapi orang tua tersebut juga menerapkan pola asuh permisif pada bakat yang dimiliki seorang anak, dalam artian orang tua membebaskan anaknya untuk mengembangkan bakat yang ia punya dengan caranya sendiri sehingga anak memiliki rasa kepercayaan diri dan berani. Orang tua tersebut pun menerapkan pola asuh autoritatif untuk mengkomunikasikan persoalan pada masa depan anak sehingga anak dapat merasakan dukungan orang tua dalam setiap mengambil keputusan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Driyo :

”Pola asuh yang diterapkan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh situasional, di mana orang tua tidak menerapkan salah satu jenis pola asuh tertentu, tetapi memungkinkan orang tua menerapkan pola asuh yang fleksibel, luwes, dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.”

Dengan demikian, secara tidak langsung tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga. Dalam praktiknya masyarakat mengkombinasikan semua jenis pola asuh yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sehingga hal ini juga dapat menjadi salah satu cara membangun mental yang baik pada anak.

Referensi:

  • Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33-48.
  • Jailani, M. S. (2014). Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Nadwa, 8(2), 245-260.
  • Lidyasari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Yogyakarta: PGSD FIP UNY.
  • Sukiyani, F. (2014). Pendidikan Karakter dalam Lingkungan Keluarga. SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 11(1).
1 Like