Pohon Keegoisan

Namaku Aulia Shenara, mahasiswa tingkat akhir di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Tengah. Biasanya, pada waktu luang seperti saat ini, aku gunakan untuk bersantai sambil baca buku di taman kampus. Tiba-tiba datanglah Dinda dan Fika, Belum sempat aku tanya, Dinda menutup buku yang aku baca.

“Aulia!” ucap Dinda dengan nada sebal.
“Apa sih? Kalian kenapa?” tanyaku bingung.
“Ma’afin kita ya Ul.” Ucap Fika memelas.
“Iya Ul, ma’afin kita karena enggak dengerin kamu dulu.” tambah Dinda.
“Dengerin aku? Coba deh kalian jelasin pelan-pelan, biar aku enggak bingung,” ucapku.

Dinda dan Fika pun silih berganti melontarkan kalimat demi kalimat keluh kesah mereka. ternyata, mereka kesal dengan Valerie, teman mereka. Valerie adalah primadona di kampus ini, anak orang kaya yang tentunya sangat populer dan disukai banyak laki-laki karena kecantikan fisiknya. Karena itu juga Dinda dan Fika tergoda untuk berteman dengannya.

Namun sayangnya, Valerie selalu ingin menang sendiri, menonjolkan diri seakan dia yang paling hebat dan sempurna. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau. Dinda dan Fika sudah muak dengan tingkah laku Valerie, karena selama ini, jika Valerie melakukan kesalahan, maka merekalah yang akan menjadi kambing hitam. Selalu menjadi korban tuduhan salah alamat, tentu saja membuat mereka sakit hati, dan memilih untuk tidak berteman lagi dengan Valerie, daripada terkenal tapi memiliki image buruk karena ulah Valerie.

Ketika sibuk menyimak keluh kesah mereka, aku melihat Valerie jalan menggandeng Reno. Padahal setahuku, Reno adalah pacarnya Nia.

“Nia udah putus ya sama Reno?” tanyaku.
“Iya, kemarin mereka putus. Siapa lagi kalau bukan karena Valerie.” Jawab Dinda sebal.
“Gimana maksudnya?” tanyaku bingung.
“Valerie udah lama ngincer Reno, Ul. Dia ngelakuin apapun untuk merusak hubungan Nia dan Reno.” Jelas Fika, yang terlihat sangat menyesal karena telah membantu Valerie.
“Astaga.” Aku hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar penjelasan mereka berdua.

Aku jadi teringat, Valerie juga pernah membuatku kesal. Saat aku dan dia sama-sama mengikuti lomba cerpen di kampus. Satu hari sebelum lombanya di laksanakan, Valerie meminjam laptopku alasannya untuk mengetik cerpennya karena laptopnya rusak. Tentu saja, saat itu aku tidak memiliki pikiran negatif padanya.

Namun ternyata, saat lomba berlangsung, Valerie membacakan cerpen yang sama persis seperti cerpen milikku. Aku protes dan berniat menunjukkan bukti kalau itu adalah karyaku. Tapi ternyata, file cerpen di laptopku lenyap tak tersisa. Akhirnya, akulah yang dituduh menjiplak karya milik Valerie.

Sore ini sebelum pulang, aku membantu pak Dirin, penjaga kampus, untuk membuang sampah kardus di tempat sampah belakang Gedung C. Saat di belakang Gedung C, aku mendengar isakan seorang wanita. Aku menengok kanan dan kiri, tapi tidak ada siapapun.

Saat tiba di tempat sampah, suara itu semakin kencang terdengar. Aku menengok ke kanan dan mendapati ada seorang gadis yang tengah duduk terisak sambil menutupi wajahnya.

“Valerie.” Sapaku ragu-ragu.
Gadis itu membuka tangan yang tadi menutupi wajahnya, benar itu Valerie. Saat melihatku dia buru-buru menghapus air matanya.
“Ngapain lo di sini?” tanyanya.
“Abis buang sampah.” Jawabku. “Kamu sendiri ngapain?” tanyaku penasaran.
“Gu…gue.” Valeri gelagapan mencari alasan, namun sedetik kemudian Valerie memelukku erat dan menangis.
Aku kaget mendapat pelukan Valerie. “Kenapa Val?”

Valerie sempat menolak untuk bercerita, tapi akhirnya dia mau menceritakan semua padaku. Sebenarnya dia melakukan semua itu hanya untuk mendapat perhatian, serta pengakuan dari orang lain. Sebuah perhatian yang tidak bisa dia dapatkan di rumahnya. Kedua orang tuanya, terlalu sibuk memikirkan urusan mereka masing-masing, hingga lupa memberikan secuil perhatian pada anaknya. Sekarang aku mengerti, keegoisan Valerie menurun dari kedua orang tuanya. Seperti pepatah yang pernah ku dengar “Buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.”

Sedari dulu Valerie selalu dimanjakan, apa yang dia mau selalu dituruti, karena itu tumbuhlah ia menjadi gadis yang manja dan egois seperti sekarang.
“Aul, maafin gue ya.” Ucap Valerie menatapku penuh penyesalan. “gue tau, gue udah keterlaluan sama lo. Tapi gue nyesel Ul.” Jelasnya makin terisak.
“Udah-udah Val, aku udah ma’afin kamu kok.” Aku mengusap lengan Valerie untuk menenangkan dia.
“Serius?” tanyanya. Aku mengangguk yakin sebagai jawaban.
“Makasih ya, Aulia. Lo emang temen terbaik yang pernah gue kenal.” Valerie memelukku lagi. “gue janji, gue bakal berubah. Tapi, lo bantuin gue ya?” pintanya.
“Pasti dong!” jawabku semangat.

Valerie benar-benar membuktikan kalau dia ingin berubah, meskipun awalnya banyak yang tidak percaya. Tapi lama-lama mereka semua mau mema’afkan dan menerima Valerie, termasuk Dinda dan Fika.

1 Like

Keren lan…semoga berhasil , kecil kecil cabe rawit ikk :heart_eyes: semoga segala usahamu akan membuahkan hasil, jangan gampang nyerah, tp jgn lupa kalo dah berhasil ttep membumi dan jangan sombong :heart_eyes::kissing_closed_eyes: