Perubahan fisiologis apa saja yang terjadi akibat proses penuaan?

proses penuaan

Perubahan fisiologis apa saja yang terjadi akibat penuaan?

Pada manusia lanjut usia (lansia), terjadi proses penuaan, dimana pada proses penuaan tersebut akan mengalami kemunduran fisiologis.

Kemunduran Fisiologis adalah perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam proses menua seperti rambut menjadi beruban dan berkurang, kulit menjadi kering dan berkerut, tulang berubah susunannya, setelah umur 60 tahun manusia menjadi lebih pendek, jantung tidak bereaksi secepat dulu, peredaran darah berlahan- lahan mulai terganggu, dan pencernaan tidak begitu baik lagi. Charm (1993)

Gejala-gejala Kemunduran Fisiologis

Seseorang yang telah lanjut usianya tentu mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Hurlock (1993) menjelaskan bahwa proses menjadi tua atau senencence ditandai dengan Kemunduran Fisiologis dan mental disebabkan karena berkurangnya kemampuan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan.

Kemunduran Fisiologis dan mental pada seorang lanjut usia akan menghambat berlangsungnya aktivitas kehidupan keseharian mereka. Berkurangnya kemampuan fisik dan mental ini juga dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam melaksanakan peranan hidup secara normal.

Keterbatasan kemampuan fisik merupakan hambatan bagi lanjut usia untuk menikmati hari tua yang sehat dan tenang. Menurunnya fungsi alat tubuh mengatasi gerak lanjut usia dan sering menimbulkan keluhan yang sangat mengganggu sehingga pada akhirnya menurunkan produktivitas lanjut usia (Carm, 1993).

Berikut adalah gejala-gejala dari Kemunduran Fisiologis yang dialami oleh lanjut usia : (Mickey dan Patricia, 2006, h:128-138)

a. Menurunnya fungsi panca indera

  1. Penglihatan
    Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan aktivitas sehari-hari. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal; dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, kontriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak).

  2. Pendengaran
    Penurunan pendengaran berupa perubahan dalam persepsi pendengaran adanya suara berdenging ditelinga (tinnitus), nyeri pada satu atau kedua telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan bukti- bukti klinis tentang pendengaran.

  3. Perabaan
    Menurunnya fungsi peraba menyebabkan lanjut usia tidak sensitive terhadap sentuhan.

  4. Pengecapan
    Penurunan fungsi pengecap pada lidah menyebabkan kepekaan terhadap rasa menurun dengan akibat berkurangnya nafsu makan dan bertambahnya kecenderungan lanjut usia untuk menambah bumbu seperti garam, gula, dan lain-lain pada makananya.

  5. Penciuman
    Penurunan fungsi penciuman mengurangi pula nafsu dan selera makan para lanjut usia…

b. Meningkatnya tulang keropos (osteoporosis)

Tulang keropos dapat mengakibatkan patah tulang spontan yang sering terjadi pada tulang belakang (mengakibatkan bungkuk), leher tulang paha atau pangkal paha (menyebabkan penderita terbaring di tempat tidur terasa nyeri pada setiap gerakan tungkai yang bersangkutan). Semuanya berakibat penderita menjadi sangat terbatas mobilisasinya (sulit gerak). Hal ini berakibat menurunnya tingkat kemandirian penderita dan menjadikannya beban bagi keluarga dan masyarakat.

c. Menurunnya fungsi sistem pencernaan

  1. Gigi
    Gigi yang rusak, tanggal atau lepas sangat mempengaruhi proses pelumatan makanan diakibatkan oleh terganggunya fungsi pengunyah. Pembuatan dan pemakaian gigi palsu (prothesa) dalam hal ini sangatlah penting.

  2. Air ludah
    Mulai berkurang produksinya. Hal ini berakibat “mulut kering” dan berdampak kesulitan menelan makanan.

  3. Lambung
    Menurun fungsinya, berakibat menurunnya proses pencernaan makanan. Hal ini terasa sebagai rasa “penuh”, bahkan kemudian menjadi rasa “kembung” akibat pembentukan dan penumpukan gas yang berlebihan yangberasal dari hasil proses pembusukan oleh kuman yang ada di saluran pencernaan. Sering kali lanjut usia mempergunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri atau obat anti reumatik tidak jarang berakibat samping gangguan fungsi lambung. Kebiasaan merokok juga dapat mengganggu fungsi lambung di samping pembuluh darah dan jantung.

  4. Usus
    Peristaltik atau gerakan usus yang semakin menurun dengan menyebabkan semakin lambatnya makanan bergerak melalui system pencernaan. Keluhan yang sering ditemui selain sebah, penuh, juga sembelit (sukar buang air).

  5. Hati (liver)
    Menurunnya fungsi hati berakibat menurunnya toleransi terhadap obat, jamu, makanan (berlemak, kolestorol tinggi, berpengawet, penyedap makanan, zat warna, dan lain-lain), serta minuman beralkohol. Menurunan fungsi hati ini dapat dirasakan dengan gejala mudah lelah, intoleransi terhadap lemak, perut bengkak, kulit dan mata kuning. Pada tahap akhir dapat timbul muntah darah dan gangguan kesadaran.

d. Menurutnya fungsi organ tubuh lain

Pada umumnya terjadi penurunan fungsi berbagai organ tubuh seiring dengan semakin bertambahnya usia.

  1. Ginjal
    Semakin menurun fungsinya sebagai alat untuk membuang air dan sisa pembakaran (metabolisme) tubuh melalui air seni. Hal ini penting diperhatikan karena erat kaitannya dengan konsumsi makanan tertentu, obat-obatan, jamu, zat warna makanan, zat pengawet makanan dan cairan. Selain itu, zat itu dapat membebani ginjal dan organ tubuh yang lain, konsumsi garam yang berkelebihan juga sangat membebani ginjal dan jantung.

  2. Jantung
    Jantung serta pembuluh darah sering mengalami kerusakan berupa penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Hal ini sangat meningkat resiko terjadinya gangguan jantung berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung akibat tekanan darah tinggi, dan lain-lain.

  3. Pembuluh darah
    Penyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan aliran darah. Pada tungkai (kaki), gangguan darah ini sering dikeluhkan berupa berat bila berjalan jauh, kesemutan, dan pada penderita diabetes (kencing manis) lambatnya penyembuhan luka.

    Gangguan aliran darah dalam pembuluh darah otak dapat mengakibatkan penurunan fungsi otak yang sering berupa pikun atau pelupa, sulit berkonsentrasi. Gangguan aliran darah di otak (pendarahan otak dan penyumbatan pembuluh darah) yang berat dapat berakibat stroke dengan resiko kelumpuhan dan bahkan kematian. Gangguan aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal dan dirasakan dalam bentuk peningkatan tekanan darah (hipertensi), pembengkakan pada wajah, pembengkakan pada tungkai bilamana banyak berjalan atau duduk.

  4. Syaraf dan otak
    Menurunnya fungsi syaraf dan otak pada lanjut usia sering dikeluhkan dalam bentuk pelupa, pusing dan sakit kepala, tremor, sulit berkonsentrasi sampai gangguan tidur. Pada gangguan fungsi otak yang berat, penderita sulit kontak dengan dunia luar akibat kesadarannya yang menurun.

    Gangguan pada syaraf misalnya pada tangan dan kaki yang sering dirasakan sebagai kesemutan, dan sulit digerakkan. Kerusakan dari tulang belakang akibat dari tulang keropos sering menimbulkan keluhan nyeri di punggung, kesemutan pada tungkai atau lengan, kesulitan menggerakkan anggota tubuh tertentu.

Batasan umur lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meliputi ; Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun, Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 71-90 tahun, Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lansia

Peruahan kemampuan fungsi organ tubuh pada lansia, yang sering terjadi, antara lain :


Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal


Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran gastrointestinal (GI) dalam beberapa derajat. Namun, karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia lebih erat dihubungkan dengan gaya hidup mereka.

Mitos umum dikaitkan dengan fungsi normal saluran gastrointestinal dan perubahan-perubahan kebutuhan nutrisi lansia (Stanley, 2007).

  1. Rongga Mulut
    Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah. Kehilangan gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun disebabkan adanya iritasi kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit (Nugroho, 2008).

  2. Esofagus
    Esophagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau pelebaran seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus. Refleks muntah pada lansia akan melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia (Luecknotte, 2000).

  3. Lambung
    Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein menjadi peptone terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang lapar juga berkurang (Darmojo & Martono, 2006). Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat dari atrofi mukosa lambung dan penurunan motalitas lambung. Atrofi mukosa lambung merupakan akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-klorik (hipoklorhidria), dengan pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B 12. Motilitas gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari sebagian makanan yang dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus halus dan usus besar (Stanley, 2007).

  4. Usus Halus
    Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda (Leueckenotte, 2000).

  5. Usus Besar dan Rektum
    Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah melemah (Darmojo & Martono, 2006).

  6. Pankreas
    Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/ atau asam empedu (Darmojo & Martono, 2006).

  7. Hati
    Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme
    karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi billirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo & Martono, 2006). Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini memengaruhi peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan- perubahan terkait usia terjadi dalam sistem empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley, 2007).


Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal


Menurut Lueckenotte (2000), tulang-tulang pada sistem skelet (rangka) membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh dan penyimpanan mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka dan bertanggung jawab untuk gerakan tubuh volunter.

Persendian diklasifikasikan secara struktural dan fungsional.

  • Klasifikasi struktural didasarkan pada ikatan materi tulang dan apakah ada rongga persendian.
  • Klasifikasi fungsional didasarkan pada jumlah gerakan yang dimungkinkan pada persendian. Bila artikulasis di antara tambahan tulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan gerakan.

Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai proses penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal dan resorpsi tulang. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang : vertebra lebih lunak dan dapat terteka dan tulang berbatang panjang kurang tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur.

Serat otot rangka berdegenerasi. Fibrosis terjadi saat kolagen menggantikan otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigen dan nutrisi. Massa, tonus, dan kekuatan otot semuanya menurun : otot lebih menonjol dari ekstremitas yang menjadi kecil dan lemah, dan tangan kurus dan tampak bertulang. Penyusupan dan sklerosis pada tendon dan otot mengakibatkan perlambatan respon selama tes refleks tendon.

Menurut Pujiastuti (2003), perubahan muskuloskeletal antara lain pada jaringan penghubung, kartilago, tulag, otot dan sendi.

  1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
    Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan penurunan hubungan pada jaringan kolagen, merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai puncak mekaniknya karena penuaan, kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitas dan kuantitasnya.

    Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.

  2. Kartilago
    Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matrik kartilago, berkurang atau hilang secara bertahap sehingga jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.

    Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kakakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dapat diberikan teknik perlindunga sendi.

  3. Sistem Skeletal
    Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua: Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest. Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur (Stanley, 2007).

  4. Sistem Muskular
    Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat proses menua: Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi (Stanley, 2007).

  5. Sendi
    Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi dan deformitas. Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera (Stanley, 2007).


Perubahan pada Sistem Persarafan


Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan. Neuron-neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh, tetapi neuron-neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan struktural yang paling terlihat tejadi pada otak itu sendiri. Walaupun bagian lain dari sistem saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebal adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.

Menurut Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat. Hal ini terjadi karena SSP pada lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu dapat dicegah dengan latihan koordinasi dan keseimbangan.


Perubahan pada Sistem Endokrin


Kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yang bersifat age-related cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan sebagainya. Perubahan karena usia pada reseptor hormon, kerusakan permeabilitas sel dan sebagainya, dapat menyebabkan perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon-reseptor (Darmojo & Martono, 2006). Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurang produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate) dan menurunnya daya pertukaran zat. Menurunnya produksi aldosteron dan menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan testosteron (Nugroho, 2008).