PERSISTEN : Kunci sebuah konsistensi menggapai mimpi!

PERSISTEN-resize

Persisten – Kata ini merupakan sebuah tolok seberapa daya juang kita untuk menggapai impian. Bagaimanapun juga, untuk menggapai sebuah tujuan tak lepas dari tantangan dan rintangan. Tuhan memberikannya bukan untuk mempersulit kita, namun menempa kita agar menjadi orang yang layak menerima impian itu. Persisten memiliki dua atribut yang butuh dipenuhi yakni berhenti mengeluh dan mulai bertindak!. Mengeluh hanya akan memberi dampak destruktif pada diri kita, mengasihani diri kita sehingga membatasi diri kita atas ketidakmampuan dalam mengatasi masalah. Bertindak tidak serta merta melakukan aksi, namun menyadari proses. Manusia kian ditempa kian berkembang, jika pribadinya memiliki kesadaran dalam berproses maupun kesadaran dalam belajar. Kita hidup memang memiliki tujuan. Namun Tuhan memberikan kita wewenang hanya dalam hal usaha, bukan hasil. Ingat, Proses bukanlah progres. Kita terlalu sering lupa untuk hal itu. Progres memiliki orientasi terhadap hasil, sementara proses memiliki orientasi pada usaha.

Persisten tidak berdiri sendiri, dia memiliki lawan aksinya ialah permisif. Sikap ini membuat kita lebih menerima segala keadaan, realistis dalam berpikir serta meruntuhkan segala idealisme dalam diri. Hal tersebut memunculkan perilaku destruktif pada diri kita. Dampaknya membuat kita merasa berdamai dengan keadaan dalam tanda kutip menyerah pada keadaan. Kita perlu memahami bahwasannya manusia diberi kemampuan akal untuk terus berkembang menerjang batas, Jatuh? Bangkit lagi! Gagal? Coba lagi!. Jika menyerah pada semuanya, mau sampai kapan menajdi pecundang?.

Termaktub dalam kitab suci agama saya yang berbunyi sebagai berikut,

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain)” ( QS. Al-Sharh: 5 – 7)

Berdasarkan ayat diatas menyebutkan adanya kemudahan dibalik kesulitan sebanyak dua kali. Hal ini memberi tekanan bahwasannya tidak mungkin manusia hanya diberi kesengsaraan dan kesusahaan, namun pasti ada balasan atas jerih payah yang telah kita usahakan yakni kemudahan. Tak hanya itu, ayat tersebut juga menyebutkan bahwasannya setelah selesai urusan kita atas sesuatu maka kita dianjurkan untuk melanjutkan pada urusan lain. Hal ini lagi-lagi menekankan bahwa manusia di bumi ini diberikan wewenang untuk berusaha menggapai apapun yang ingin dicapai. Jika kita sudah menggapai salah satu pencapaian hidup kita, tak perlu terlena dengan keberhasilan sementara namun teruslah bergerak, melanjutkan hidup dan buatlah impian-impian baru.

Meraih impian memiliki dua faktor yang saling komplementer, yakni kesiapan dan kesempatan. Kesiapan merupakan pengaruh kendali kita terhadap hal yang sedang diusahakan saat ini atau masa yang akan datang. Bersiap tidak hanya usaha untuk meraihnya namun juga memantaskan diri bahwa kita adalah orang yang layak untuk menerimanya. Kesempatan adalah pengaruh diluar kendali kita dimana hal ini merupakan sebuah pemberian yang tidak diketahui kapan dan bagaimana kesempatan itu muncul. Orang yang bersiap namun belum memiliki kesempatan maka belum dapat mendapatkan impiannya. Sebaliknya, orang yang memiliki kesempatan namun belum siap maka dapat dimungkinkan orang tersebut tidak mampu menerima hal tersebut, jikalau menerimanya sangat dimungkinkan adanya perilaku korup karena tidak memiliki bekal atau kesiapan yang matang. Memang kita tidak mampu memaksa kesempatan, namun perlu diperhatikan bahwa kesiapan berada dibawah kendali kita. Jangan sampai menyianyiakan kesempatan karena kita tidak pernah bersiap. Persisten menjaga kita untuk konsisten mengusahakan apa yang kita cita-citakan.

Persisten tidak hanya mengajarkan kita untuk terus berusaha menggapai impian kita saat ini, namun persisten dalam menjalani hidup adalah bersikap tidak mudah berpuas diri terhadap pencapaian kita saat ini. Sangat menggoda untuk berbangga diri kepada orang lain atas pencapaian kita, bahkan seringkali lupa bahwa mungkin ini adalah salah satu pencapaian dari ribuan kilometer perjalanan hidup yang belum kita jalani. Persisten membuat manusia menjadi hidup, meneruskan kehidupan yang dimana tantangan sudah menunggu didepan.

Berpuas diri dengan bersyukur adalah hal yang berbeda. Berpuas diri cenderung merasa diri sudah tinggi atas pencapaiannya. Berpuas diri sering membuat kita lupa diri bahwa hidup tidak hanya sampai pada titik itu saja, bisa saja kembali turun maupun naik lebih tinggi. Berpuas diri membangun zona nyaman pada kita hingga terjebak tak berkutik. Sementara bersyukur merupakan rasa penerimaan diri atas segala sesuatu yang telah diberikan dan diraih. Bersyukur menjadi pengingat bahwa dibalik hasil yang telah kita capai terdapat orang-orang yang kurang beruntung untuk mendapatkannya. Bersyukur sebagai pengingat untuk tidak berlebihan dalam selebrasi pencapaian dan membantu orang-orang yang tidak berkesempatan seperti kita. Harus diketahui bahwa kesuksesan kita bukan hanya dari kita, bisa jadi ada tangan orang lain yang turut andil di dalamnya dan pastinya ada kehendak Tuhan yang menyertai kesuksesan kita.

Selain sikap persisten dalam aksi di lapangan. Adapun persisten dalam usaha diluar lapangan yakni ibadah. Kitab dalam agama saya memberikan pesan kepada saya sebagai hambaNya yang berbunyi sebagai berikut,

“… Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal” (QS. Ali-Imran:159) .

Ayat tersebut menyebutkan bahwasannya segala yang telah kita usahakan entah dari tenaga maupun biaya ada fase dimana kita menyerahkan segala halnya kepada Tuhan yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Kita perlu memahami bahwa sukses tidak semua dibawah kendali kita, hasil merupakan hak prerogatif Tuhan memberikannya. Menyerahkan diri apa yang telah kita usahakan mampu meringankan beban pikiran dimana manusia yang sebenarnya adalah lemah dihadapan Tuhannya, kepada siapa lagi kita harus bergantung?. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk menyerahkan segalanya sekaligus intorpeksi diri apa saja yang perlu diperbaiki untuk kedepan dan apa saja yang perlu ditingkatkan. Perlu diingat, persisten bukan berjuang dengan menggila buta, tapi tetap memerhatikan hal-hal bersifat strategis.

Terakhir, setelah usaha dan doa telah kita upayakan sedemikian rupa adapun sikap yang perlu dilakukan ketika hasil sudah keluar. Jika berhasil maka bersyukurlah seperti apa yang telah kita bahas pada paragraf sebelumnya kemudian melanjutkan pada goals berikutnya. Bagaimana jika gagal? Lagi-lagi saya menyebutkan pesan dalam kitab agama saya dimana menyebutkan sebagai berikut,

“…Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah:34).

Dari penggalan ayat diatas menjelaskan bahwasannya ada kejadian yang tidak kita kehendaki dan adapula kejadian yang kita inginkan. Ekspektasi tak jarang berbeda dengan realita, semua yang diusahakan rasanya sia-sia melihat hasilnya tidak sesuai. Tenang, gagal merupakan fase pendidikan diri kita dan menjadi pengalaman yang menarik nantinya untuk diceritakan. Tuhan belum memberikan kita kesempatan pada saat ini karena bisa jadi hal itu adalah yang terbaik. Bisa saja karena kita belum siap atau mungkin Tuhan sedang menghindarkan kita dari sesuatu yang buruk ketika kita mendapatkannya. Kita tidak pernah tahu.

Menyikapi kegagalan memang sulit dilakukan, tak dapat dipungkiri rasa iri karena orang lain lebih berhasil dibanding kita atau rasanya putus asa kesempatan-kesempatan itu tak kunjung datang menghampiri kita. Pada dasarnya memang manusia memiliki hati untuk berharap, jika dia bisa berharap secara otomatis juga mampu untuk kecewa dan putus asa maka dari itu seperti yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya mengenai dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Perlu kita pahami bahwa bisa jadi kegagalan bukanlah akhir dari cerita perjuangan kita, bisa jadi itu adalah awal tempaan diri kita untuk mencapai impian kita. Gagal adalah salah satu proses yang dijalani untuk menggapai kesuksesan. Mengeluh memang rasanya melegakan, namun memanjakan diri kita pada keadaan. Zona nyaman membuat kita mudah memaafkan diri kita atas kegagalan dan enggan untuk terus maju kedepan. Persisten sikap penting yang perlu dijaga ketika diri merasa mulai putus asa seolah keadaan tidak mendukung kita untuk bisa. Tenang, selalu ada mutiara indah dibalik kepedihan itu. Oleh karenanya tetaplah positif dan terus maju kedepan. Persistent: Stop Protest, Start Process!.

Sudahkah kita siap untuk bersikap persisten?

#BerjuangMeraihMimpi #Persisten

1 Like